Beranda / Pernikahan / Wanita Kedua / Bab 81 - Bab 90

Semua Bab Wanita Kedua: Bab 81 - Bab 90

285 Bab

Kenyataan

Angga melotot mendengar kalimat Dina yang diucapkan begitu tenang dan penuh kepasrahan. “Kamu ngomong apa, Din! Tidakkah berpikir dengan otakmu.” Angga menatap istrinya tajam. “Kamu mendengar dengan jelas bukan? Tenang saja, aku menyayangi anak-anak dengan tulus jadi aku akan tetap merawat mereka meski kita sudah berpisah nanti, aku tidak masalah siapa di antara kita yang akan mengajukan gugatan, dan setelah itu kamu bisa konsentrasi pada Keira tanpa perlu mempedulikan aku lagi, aku yakin kamu juga sudah bosan bertengkar denganku.” Dina berkata datar dan tenang tapi tangannya yang gemetar, tak bisa menutupi hatinya yang sudah tak berbentuk lagi. Angga berdiri di sana memandang Dina dengan geram, matanya menyorot tajam dan tanganya mengepal erat. “Tidak akan,” jawab Angga singkat dengan yakin. Dina memandang suaminya dengan marah.  Dia langsung duduk dengan tegak. “Kenapa tidak mungkin? Bukankah itu lebih muda
Baca selengkapnya

Kedatangan Brian

Nyatanya Dina benar-benar tertidur, dan baru terbangun setelah hari sudah semakin sore, tidak Angga di sisinya mungkin laki-laki itu sedang bersama Keira saat ini, terserahlah, Dina sudah tak peduli, dia akan mengecek anak-anak dulu.Suara tawa anak-anak di halaman depan rumah membuat Dina mengurungkan niatnya untuk mencari makanan, dia bahkan sudah tidur seperti mayat sedari tadi sampai lupa tidak mengurus anak-anaknya, bahkan dia tak tahu Arsyi tadi apa hanya berangkat dengan Pak Amin sendiri ke sekolah, Dina benar-benar merutuki dirinya sendiri. “Nyonya sudah bangun? Mau makan, Nya? Tadi saya mau bangunkan tapi Nyonya tidur pulas banget saya jadi nggak tega.” Bibi yang sedang membersihkan karpet menyapa Dina yang berjalan cepat ke ruang depan. “Bentar, Bi, aku lihat anak-anak dulu, mereka sudah makan?” tanya Dina. “Sudah, Nya.” Dina hanya mengangguk dan meneruskan langskah ke ruang depan , dilihatnya anak-a
Baca selengkapnya

Bapaknya Ara

Anak-anak sangat senang Brian ada di rumah ini, meski Dina  sedikit kasian padanya, karena meladeni tiga orang anak yang sedang aktif-aktifnya, tentu membutuhkan tenaga dan kesabaran yang tidak sedikit. Apalagi Ara, gadis kecil itu,  begitu cerewet bertanya berbagai hal, dan jangan lupakan anak itu yang masih menempel seperti lintah pada Brian. Tapi Brian tetap sabar meladeni tingkah polah anak-anak, wajahnya dari tadi dihiasi senyuman yang menolak luntur dari bibirnya. Permainan monopoli mereka baru saja berakhir dengan muka yang sudah penuh dengan bedak bayi, dan Dina segera meminta mereka untuk mencuci muka di kamar mandi. Bibi yang kebetulan lewat juga dengan iseng berkomentar, mereka sudah mirip pisang ditepungi dan siap digoreng. Dina berkali-kali harus menghela nafas lelah saat putri kecilnya bahkan tak mau dia bantu untuk cuci muka. “Ara mau sama Om Brian.” Brian hanya tertawa melihat perdebatan ibu d
Baca selengkapnya

Makan Malam Bersama

Dina memandang anak-anak yang begitu antusias menceritakan menu makan malam yang tersaji di meja makan, padahal sekali lihat saja Brian pasti bisa mengetahui apa nama masakan itu, apalagi ibunya yang memang hobi memasak dan memiliki sebuah restoran. "Ini menu gurame bakar kesukaan Ara dan Bunda, Om, kalau itu cumi asam manis kesukaan Papa dan Mas Aksa." "Lalu untuk Arsyi?" tanya Brian penasaran dan menoleh pada gadis kecil yang duduk di sebelah kirinya. "Arsyi suka semua makanan yang dimasak Bunda, jadi tidak ada makanan khusus untuk Arsyi." "Kamu memang banyak makan pasti sebentar lagi akan menggelembung seperti balon," ejek Aksa. "Enak saja, meski makanku banyak aku juga banyak olahraga," jawab Arsyi tak terima. "Olah raga apa? Tiap hari cuma main boneka kok olah raga." "Ok, cukup-cukup, anak baik itu tidak boleh bertengkar." Mereka langsung diam saat Brian menegurnya. 
Baca selengkapnya

Hanya Rasa Bersalah

Dina tidak pernah merasa seputus asa ini dalam menjalani hidupnya, sejak kecil dia memang sudah akrab berteman dengan penderitaan, tanpa adanya seseorang yang bisa dijadikan sandaran. Tapi kali ini dia benar-benar lelah dan pasrah, dia tak tahu apa alasan Angga menolak perceraian dengannya, padahal Dina sudah berbesar hati mau melepaskan semua dan juga masih mau mengurus anak-anaknya, terlepas dari mereka anak kandungnya atau bukan.Dina ingin sekali bercerita, sekedar melegakan hatinya, tapi kemudian dia sadar selama ini terlalu sibuk dengan dirinya sendiri tanpa memiliki teman akrab untuk tempatnya berbagi.Dina tak mungkin menelepon Bu Rahmi, wanita yang sudah membesarkannya itu memang sangat baik, tapi Dina juga tahu Bu Rahmi memiliki banyak urusan yang harus beliau selesaikan, apalagi di usianya yang semakin senja tidak akan baik memberinya banyak beban pikiran.Dina memang tipe orang yang tidak terlalu suka mengumbar per
Baca selengkapnya

Beli Satu Bonus tiga

Dina bangun dengan kepala yang berat sedikit banyak pembicaraannya dengan mama mertuanya, jadi beban pikiran tersendiri untuknya. Mungkin bakat main kucing-kucingan yang Angga lakukan keturunan dari Mamanya, karena sampai detik ini Dina berlum tahu siapa wanita yang dicintai Angga sebelum dengan Laras. Sebenarnya Dina juga tak tahu apa yang harus dia lakukan jika bertemu dengan wanita itu, mama mertuanya meyakinkan Dina bahwa wanita itu sudah bahagia dengan suaminya dan tak akan lagi mengganggu rumah tangganya dengan Angga, mungkinkah Dina salah? Apa mungkin wanita itu yang dimaksud Aksa bukan wanita yang dicintai Angga sebelum bersama Laras, tapi wanita yang dulu adalah selingkuhan Angga. Tapi yang Dina tak mengerti sebesar apapun pengaruh wanita itu pada Angga, laki-laki itu tetap memilih Laras sebagai istri sahnya, meski dengan terpaksa. Kenapa Laras tidak melawannya dan malah hanya menangis dan menyebabkan anaknya trauma, dan Angga diam sa
Baca selengkapnya

Rasa Itu

Pak Brian datang tepat pukul sepuluh pagi, syukurlah semua makanan telah dihabiskan dan meja kembali bersih seperti sedia kala. Dia membawa kabar tentang beberapa donatur yang akan memberikan sumbangan dana untuk anak-anak yang kurang mampu di sekolah yang berada di bawah naungan yayasan. Dina senang tentu saja dengan begitu makin banyak anak yang akan mendapat bantuan, tapi donatur baru berarti kami juga harus bekerja lebih keras untuk menyiapkan semua dokumen yang diperlukan, karena orang-orang seperti mereka yang mau menghambur-hamburkan uang banyak untuk orang lain tentu memiliki tujuan tersendiri salah satunya adalah untuk mempromosikan perusahaan mereka atau untuk membangun nama mereka di hati masyarakat.“Hah alamat lembur ini,” keluh Sasa pada Dina saat wanita itu mendatangi meja kerjanya untuk memberikan sebuah dokumen.“Apa Tata di rumah sendiri, Mbak?” tanya Dina yang tahu kalau Sasa hanya hidup hanya dengan putrinya saja sejak suaminya meninggal. “Enggak syukur deh ta
Baca selengkapnya

Perubahan Angga

Sabtu pagi Dina sudah bersiap akan pergi bersama anak-anak, tapi ada satu masalah yang tidak dia prediksi akan terjadi. Angga, suaminya. Entah rencana apa yang akan dilakukan suaminya itu, sejak pertengkaran mereka waktu itu, Angga jadi sering di rumah ini, bahkan dia yang pulang kerja di atas tengah malam, berbarengan dengan maling yang akan beroperasi kini bahkan sudah di rumah sebelum makan malam tiba dan pagi harinya dia akan berkeliling terlebih dahulu mengantar Dina dan anak-anak. Rekor yang luar biasa selama pernikahannya dengan Dina.Dan dia sekarang harus memilikirkan suatu cara, supaya bisa membawa anak-anak ke rumah keluarga Aryobimo tanpa Angga ikut dengannya. “Ara nggak pingin jalan-jalan sama Papa?” tanya Dina saat dia memasuki kamar putrinya itu.“Memang Papa ngajak Ara jalan-jalan, Bun?” tanya anak itu dengan antusias. “Kalau Ara yang minta Papa pasti mau temani jalan-jalan,” kata Dina meyakinkan putri kecilnya.
Baca selengkapnya

Masa Lalu

Mobil yang mereka tumpangi memasuki kawasan sebuah perumahan elit yang sangat khas dengan nuansa jawa, Dina memang pernah mendengar bahwa kawasan ini memang dihuni oleh kaum bangsawan yang masih memiliki hubungan saudara. Dari bagian depan perumahan sudah terlihat penjaga yang akan mengecek identitas tamu yang akan berkunjung ke kawasan ini, dulu Dina hanya bisa membayangkan bagaimana bagian dalam perumahan ini jika dilihat dari luar saja sudah begitu mewah, bagaikan sebuah istana kerajaan. Seorang wanita tua yang memakai jarit menyambut mereka di depan pintu, mempersilahkan mereka masuk dan segara permisi untuk memanggil nyonya rumah. Perlakuan yang andap asor itu membuat Dina meringis tak enak hati karena diperlakukan begitu oleh wanita yang jauh lebih tua olehnya. Meski Dina tak tahu namanya tapi dia pasti tahu siapa Dina apalagi ada anak-anak yang datang bersamanya. Dina duduk di sebuah kursi yang berada di pendopo rumah itu, meski kawasa
Baca selengkapnya

Rasa Sayang Itu

Suasana yang indah pagi itu terasa tidak nyata untuk Dina, bahkan burung-burung yang telah bangun dan memperdengarkan kicaunya yang merdu terasa mengejek di telinganya. Meski sudah banyak menduga hal itu tapi ada orang yang dengan jelas mengatakannya membuat Dina diliputi kegelisahan, Dina bahkan tak bisa mendefinisikan dengan jelas apa bentuk kegelisahan itu, ketakutankah? Atau kecemburuan yang sudah berakar?Dina tahu kalau cinta sang suami memang tak pernah untuk dirinya, tapi bukan berarti dia ingin menggali lebih dalam tentang wanita itu. Dina ingin bersembunyi dalam kubangan ketidaktahuan yang dia ciptakan, tapi saat semua misteri bersumber dari masa lalu, maka Dina tak bisa lagi menutup mata. Dia harus tahu dan menyelesaikan semua ini, paling tidak dia bisa membenahi apa yang telah rusak ataupun memotong bagian yang busuk agar tidak menjalar ke tempat lain.“Jadi siapa wanita itu, Nyonya?” Wanita tua itu mendesah pasrah dan memandang Dina dengan tatapan mata yang sulit dia
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
7891011
...
29
DMCA.com Protection Status