Semua Bab Wanita Kedua: Bab 61 - Bab 70
178 Bab
Gara-gara Medsos
Angin dingin menerpa tubuhnya membuatnya sedikit menggigil, Dina juga heran sendiri dari mana datangnya angin itu, padahal tadi saat dia masih di luar tidak terasa dingin. Ah mungkin karena aku barusan mandi, batin Dina menenangkan. Dari tempatnya berdiri Dina bisa melihat Mama mertuanya itu sedang bicara dengan marah pada dua orang yang sedang menunduk di depanya, bahkan sesekali telunjuknya mengarah pada dua orang itu dengan garang, Dina mempercepat langkahnya ingin tahu apa yang terjadi. “Ada apa kenapa semua diam? Apa aku mengganggu?” tanya Dina, yang mendapati keadaan berubah menjadi sunyi saat kakinya melangkah memasuki bangunan ini. Dina memandang wajah-wajah di hadapannya dengan penasaran ada apa lagi kejutan yang akan terjadi di rumah ini. Akhir-akhir ini rumah tempatnya tinggal ini memang banyak memberikan kejutan yang membuatnya terkejut luar biasa, untung saja jantungnya begitu kuat masih mau berdetak pada tempatnya. Dina masih memandang lekat-lekat wajah-wajah di dep
Baca selengkapnya
Rayuan
Dina berusaha meregangkan tubuhnya, tapi sebuah tangan memeluk pinggangnya erat. Berkali-kali dia berusaha melepaskan tangan itu tapi tak ada hasilnya tangan itu makin erat melilit pinggangnya. Dengan kesal Dina menghempaskan tangan itu kasar, membuat emounya tangan terbangun dengan geragapan. “Kamu sudah bangun, Din?” tanya Angga menatap dalam istrinya itu. “Kenapa kamu di sini, Mas?” “Memangnya aku harus ke mana ini kamarku juga.” Dina hanya menghembusakan nafasnya saja, percuma berdebat dengan pria ini hanya akan membuatnya makin kesal dan sakit hati. Dina membasuh wajahnya di wastafel, tubuhnya terasa lebih segar setelah tidur nyenyak sepanjang malam. Dia sendiri juga heran bagaimana dia bisa tidur saat sedang berdebat dengan orang-orang itu, entah karena dia terlalu lelah atau apa sehingga tak mau tahu keadaan sekitar, yang dia tahu hanya kegelapan yang menyergapnya ketika dia sudah memasrahkan semuanya
Baca selengkapnya
Hadiah
“Kamu berharap aku percaya bualanmu ini? Sedangkan kalau kamu lupa buktinya ada di paviliun belakang dengan sebuah nyawa baru tak berdosa yang mulai tumbuh,” bentak Dina dengan berang. “Itu hanya kesalahan, dan aku sangat menyesali keputusanku waktu itu dengan menikahi Keira, tapi sekarang dia istriku juga, aku hanya akan bertanggung jawab padanya sebagai sesama manusia hanya itu yang bisa aku katakan untuk saat ini.” “Sesama manusia yang mempunyai hasrat dan ketertarikan satu sama lain lalu melakukan hubungan terlarang,  itu maksudmu dengan kesalahan?” ejek Dina. Angga memandang Dina frustasi. “Bukan, kami tidak pernah melakukan hubungan terlarang,” teriak Angga kesal. “Lalu apa yang kalian lakukan, main dakon sampai menghasilkan bayi?” “Itu bukan bayiku, Din!” teriak Angga lagi. Kali ini Dina benar-benar meradang, “Dan berapa banyak kebohongan lagi yang akan kamu katakan!” kata Dina dengan suara t
Baca selengkapnya
Pengalihan
Kesibukan karena dihajar pekerjaan yang bertubi-tubi membuat Dina tak memikirkan lagi keanehan yang terjadi padanya pagi tadi. Dina dituntut untuk konsentrasi seratus persen pada apa yang dia kerjakan, belum lagi sebulan lagi beberapa tingkatan sekolah yang dibawahi oleh yayasan ini akan mengajukan akreditasi ulang dan secara khusus Brian meminta dia dan Sasa membantunya mempersiapkan semua. Dan dilanjutkan akan dibukanya sekolah internasional untuk jenjang pre school untuk pertama kalinya.Dina bahkan tidak bisa membayangkan kesibukan yang akan dia lakukan. dia hanya berharap tak mengorbankan waktunya untuk anak-anak, karena bagaimanapun dia masih seorang ibu yang harus mengurus anaknya dengan baik.Pukul sepuluh pagi, Sasa menghubunginya dan menyampaikan pesan Brian untuk ke ruangannya.“Ada apa, Mbak?” tanya Dina saat sampai di depan meja kerja Sasa yang memang berada tepat di depan ruangan Brian. “Kurang tahu juga, Pak Brian hanya memintamu datang ke ruangannya. Udah gih sana ke
Baca selengkapnya
Maju Terus
“Din…Dina, Kamu kenapa, Din?” Sasa sedikit berteriak saat Dina melewatinya dengan agak tergesa. “Kayak baru lihat setan saja, padahal terakhir aku masuk penghuninya ganteng kebangetan,” gerutu Sasa, yang melihat Dina hanya menoleh sekilas tanpa mau menghampiri meja kerjanya. “Karena mahluk yang di dalam gantengnya kebangetan, Mbak aku jadi takut khilaf,” jawab Dina seenaknya. “Bukannya takut ditambahin kerjaan ya,” ejek Sasa. Dina berjalan mendekati meja Sasa, dan dengan pelan berbisik. “Jangan cemburu gitu Mbak, aku nggak bakal bantuin kerjaan Mbak Sasa kok,” katanya sambil nyengir iseng, kemudian meninggalkan Sasa  yang melongo memandang kepergiannya.“Kamu kalau menyebalkan gini, memang minta dijitak, Din.” “Siapa yang menyebalkan, Sa?”Tiba-tiba sosok Brian sudah berdiri di depan meja kerjanya, Sasa meringis, kapan coba bosnya ini keluar kandang, tiba-tiba sudah nongol, nggak k
Baca selengkapnya
Panas Dingin
Dina semakin gugup saat suaminya sudah berjalan semakin dekat. Kepercayaan dirinya tadi yang sengaja dia pupuk dan mulai bersemi hilang sudah tak berbekas digantikan gugup luar biasa yang membuat tangannya menjadi dingin.Ya Tuhan menghadapi suaminya sendiri saja Dina tidak mampu ini malah sok sokan ingin bicara di depan rapat bersama para bos besar yang jelas-jelas tak dia kenal sama sekali. Dina bingung harus bagaimana sekarang? Apa dia lari saja tak mempedulikan perintah atasannya, tapi Dina bukan pengecut dia tak pernah lari dari masalah serumit apapun. “Selamat sore, Pak Angga.” Brian menyapa Angga dengan sopan dan formal, tentu saja mereka rekan bisnis yang akan bermitra untuk mendapatkan sebuah keuntungan. Yang disambut suaminya itu dengan formal juga. Dina sedikit tersenyum saat sang suami memandang ke arahnya, dan berjalan ke sampingnya. “Saya tidak tahu jika Pak Brian mengajak serta istri saya di rapat kali ini.” 
Baca selengkapnya
Perbandingan
Prestasi yang hari ini Dina dapatkan di tempat kerja sepertinya berbanding terbalik dengan prestasinya di rumah sebagai seorang istri dan juga ibu. Mobil yang mereka tumpangi berhenti tepat di sebelah sebuah sedan hitam milik ibu mertuanya. Dina menghela nafas pelan, dia sudah berkali-kali mencoba untuk berdamai dengan kondisi rumah tangganya sekarang, dia juga tak mau terlalu menghakimi suaminya dan juga Keira, Dina sadar ini juga kesalahannya yang tak mampu menggenggam hati suaminya, sehingga ada celah di hati suaminya untuk memasukkan orang lain dalam kehidupan mereka. Dina melirik suaminya yang juga terdiam di tempatnya, laki-laki itu hanya memandang kosong ke depan, kontras sekali dengan senyum yang dia pamerkan tadi saat di kantor. Bahkan Angga seolah tak peduli dengan gunjingan orang lain, tapi ketika sampai di rumah mungkin suaminya merasakan hal yang sama dengannya. Perasaan tak nyaman. Apalagi ada sang mama yang berkunjung kemari. Dina bukannya tidak suka dengan kehadira
Baca selengkapnya
Hati Ke Hati
“Aku kerja di kantor kecil, yang pegawainya juga terbatas jadi wajar kami dekat satu sama lain.” “Bukan itu yang Mama maksud, tapi dekat secara personal?” “Maksud Mama, apa aku berselingkuh dengannya?” tanya Dina langsung. Mama Angga itu terlihat tidak nyaman Dina menebak langsung maksudnya seperti itu, tapi dia juga penasaran terhadap hal itu. “Mama tidak bermaksud menuduhmu?” “Jawabannya enggak Ma, aku tidak serendah itu berselingkuh dengan orang lain saat aku masih terikat hubungan dengan laki-laki lain,” jawab Dina tegas. “Meski laki-laki yang menjadi suamimu telah berselingkuh di belakangmu?” tanya sang mama dengan hati-hati.“Apa Mama yakin anak Mama berselingkuh?” tanya Dina balik, dia tahu ini tidak sopan menjawab pertanyaan dengan pertanyaan tapi Dina tidak bisa melewatkan kesempatan ini untuk menanyakan pendapat mama mertuanya. Dina memandang ibu mertuanya
Baca selengkapnya
Keputusan Berat
Dia indah seperti sekuntum bunga mawar, bibirnya yang berwarna pink alami membuat sang kumbang tergoda untuk mencicipinya merasakan manisnya madu yang bisa menjadi candu untuknya, tapi bahasa tubuhnya yang defensif membuat sang kumbang harus ingat, sang mawar memang berduri. Sejenak Angga memandangi wajah indah  yang sedang tertidur lelap, wajahnya polos dan tenang seperti bayi yang tidak ada beban dalam hidupnya. Tangannya yang terlipat di depan dada seolah sebagai benteng pertahanan yang menghalau siapa pun orang yang berniat mendekat. Tapi itu justri membuat insting berburunya semakin tertantang untuk bisa meraihnya. Perlahan Angga berjalan mendekat, tangannya terulur hendak menyentuh pipi yang terlihat putih mulus itu, diusapnya sejenak, tak sampai di sana dia menurunkan tubuhnya dan berniat mengecup bibir itu, ingin merasakan manisnya, tapi wajah itu tiba-tiba berpaling sehingga bibirnya hanya berlabuh di ujung bibir saja, mata yang tadinya terpeja
Baca selengkapnya
Resiko
Dina memeluk tubuh mungil Ara yang sudah terlelap dalam alam mimpinya, Dina memandang jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam berarti sudah hampir dua jam suaminya pergi mengantarkan Keira ke rumah mamanya, Dina tak tahu bagaimana tanggapan mertuanya tentang ini, sejujurnya Dina  juga tak menyangka kalau Angga akan mengusulkan Keira untuk tinggal dengan sang mama. Dina tahu permintaannya ini sangat mengandung resiko, Angga bisa saja menghabiskan waktunya dengan Keira di rumah sang mama dengan alasan kehamilannya atau apa, tapi setidaknya kondisi rumah lebih menyehatkan jiwa dan raganya, anak-anak tak perlu  lagi melihat papanya berseliweran di rumah tanpa menyapanya, itu mungkin lebih mudah, Dina bisa memberikan alasan kalau papanya sedang bekerja Bagaimanapun keputusan ini telah dia ambil, tanpa paksaan dari pihak manapun, meski Anggalah yang pertama kali mengusulkannya, tapi Dina dengan sadar telah menyetujuinya dan dia akan menanggung
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
18
DMCA.com Protection Status