Home / Pernikahan / Jerat Pernikahan Tuan Arogan / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of Jerat Pernikahan Tuan Arogan: Chapter 51 - Chapter 60

195 Chapters

51. Urusanku

“Teman teater, atau ... Nara?”Dasar, kenapa tidak bilang kalau dia sudah lihat Nara sebelumnya. Aku jadi tidak perlu berbohong begini.Aku sadar, cara kerja berbohong itu sekalinya memulai maka akan muncul kebohongan lainnya. Sialnya, aku sedang melakukan itu sekarang. Viana si pembohong ulung.“Wah, dimana Nara? Apa dia kebetulan di sini juga? Aku gak melihatnya tadi. Dunia ini sempit, ya.”Aku benci melakukan pura-pura ini. Sungguh. Biru pun nampaknya bukan tipe yang mudah percaya begitu saja. Bibirnya terkembang senyum. Namun kuyakin di benaknya ia tahu, aku sedang berakting.“Hmm, dunia ini sempit.” Aku terintimidasi saat Biru mengulang kata-kataku. “Kamu yakin, gak datang bersama Nara?”Siapa pun tolong aku.Aku belajar sesuatu setelah dulu menemuinya di kantor Biru, kalau pria ini pintar membalikkan argumen. Dan Biru sama sekali bukan orang yang bisa ditembus dengan mudah.
Read more

52. Curiga Babak Kedua

“Kalian berhutang penjelasan padaku.”Biru memulai eksekusi. Raut wajahnya tak lagi ramah. Biru bertransformasi jadi hakim yang mendengarkan saksi ahli.“Sejauh apa yang kamu tahu?” Riga mengimbangi.Sedangkan aku menundukkan wajah sambil memilin-milin ujung baju. Aku pasrah kalau harus berakhir dengan cara seperti ini.“Viana bukan punya hubungan denganmu, tapi dengan Nara.”Oke, Biru dapat poin pentingnya.“Sebenarnya aku sudah curiga sejak Viana datang ke kantorku dan malah menanyakan masalah Nara, daripada kamu suaminya. Ditambah sikap khawatirnya di acara reuni. Juga perlakuan canggung kalian di vila Eyang. Ralat aku kalah aku salah. Sebenarnya suami Viana itu Nara, bukan kamu. Iya, kan?”Deduksi yang pintar dan nyaris membuatku ingin bertepuk tangan untuknya. Apa seluruh keluarga Abimahya sepintar Riga dan Biru. Atau otakku saja yang terlalu lemah mengikuti cara berpikir mereka.
Read more

53. Urgent

Eranganku di atas kasur mendominasi. Meski teriakku kesakitan, Nara tidak juga mau berhenti. Ia menguasai medan. Berkuasa di atas tubuhku. Menjajah setiap inchi demi inchi. Perih dan nikmat menyatu jadi satu.Kulampiaskan dengan menjambak rambut belakang Nara, sesekali menggigit lehernya, jakunnya, atau membuang napas di belakang telinganya. Nara memainkan ritme makin kencang sampai kami berdua akan tiba di gerbang pelepasan.Lebih cepat. Dan makin cepat. Sampai Nara juga ikut berteriak. Akhirnya ... puncak kenikmatan itu kami rayakan dengan beradu bibir. Saling membisikkan nama sebelum membersihkan diri dengan tisu basah yang disiapkan di atas nakas.Seperti malam yang sudah-sudah, sambil menjaga kualitas keharmonisan, kami melakukan pillowtalk. Apa saja kami bicarakan. Kejadian tadi siang, gundah yang masing-masing kami rasa, atau keinginan di masa depan. Apa saja.Para ahli bilang, pasangan menikah perlu melakukan ini. Tidak susah, hanya perlu
Read more

54. Mengerjai

“Kalau aku benar-benar suka Nara, lalu kamu mau apa?” desisnya seperti menusuk indera pendengarku.Riga tidak mengedipkan mata. Kebalikan denganku yang dari tadi berkedip-kedip tak terhitung karena wajahnya dekat sekali denganku.“Kita bersaing. Aku gak akan mengalah padamu,” komentarku sambil mengertakkan gigi.“Oh, kamu suka bersaing rupanya.”Bisakah dia hentikan menekan tubuhku ke belakang. Aku mulai tidak nyaman.“Mundur, Riga! Bagaimana kalau Nara bangun dan melihat kita sedang begini. Apa katanya nanti?”“Aku tinggal bilang, aku sedang mengerjaimu.”“HEH!”“Kamu suka aku kerjai, kan? Diam-diam kamu menikmati setiap aku mengganggumu. Atau malah setiap aku menyentuhmu.”“Jangan gila!”“Kamu mau tahu, apa aku menikmati sentuhan denganmu?” Riga membuat suaranya bagaikan desahan di telingaku. “Enggak
Read more

55. Angin

‘Walau sandiwara hanya pura-pura,tapi sandiwara bukan hura-hura.Dalam sandiwara banyak perkara,Ada bewara asmara, ada prahara.Bewara tentara perwira, suara rakyat sengsaraAda kisah duka lara, ada cerita gembiraYang direka sutradara.’.Theme song sanggar dilantunkan apik. Lagu itu sudah lama Ketua ciptakan, tapi belum juga kesampaian untuk ditampilkan. Kali ini saja Ketua ingin membawakannya dalam naskah Sekedar Imaji yang kami garap. Siapa sangka theme song lebih menjiwa sebagai pembuka acara. Kuharap naskah ini sukses besar.Hari-hariku kembali ke semula. Kegiatanku di sanggar mulai kentara sibuknya. Naskah Sekedar Imaji mulai mantap dimainkan oleh kami.Aku pun makin mendalami peran Tirani. Karena sedikitnya sifat Tirani sama sepertiku, kecuali konflik kehidupan kami. Amit-amit. Mana mau aku disamakan seperti Tira
Read more

56. Memberitahu

Garis dua, artinya positif.Rasanya aku sanggup berjingkrak-jingkrak sekarang. Tapi urung kulakukan, gantinya aku menari-nari dengan test pack bergaris dua di tangan. Senang sekali rasanya. Saking senangnya aku sampai mencium test pack itu. Iyyuuhh~Pukul 8 malam Nara dan Riga pulang. Kegiatan menari-nariku berhenti. Kusembunyikan test pack di saku. Lalu menghambur pada Nara yang lebih dulu masuk ke rumah.“Nara~”Sedikit melompat aku memeluk Nara. Dengan sigap ia menangkap tubuhku atau kami berdua akan jatuh karena dua kakiku berjinjit agar lingkaran tanganku sampai di leher Nara.“Hati-hati, Sayang. Kamu bisa jatuh,” ucap Nara sedikit kaget sebab aku sedikit agresif.Riga baru muncul kemudian, wajahnya datar sambil menarik dasi dari kerahnya.“Ada yang lagi happy, nih!” sahut Riga seraya melenggang pergi melewati kami.Dia tidak menungguku berbic
Read more

57. Aku Hamil

“Ada apa ini? Kudengar kalian terus tertawa-tawa.” Akhirnya Riga buka mulut.Aku senyum-senyum sendiri. Nara yang bertugas menjelaskan. Nara langsung saja ke inti tanpa berbelit-belit seperti yang kulakukan tadi.“Viana hamil.”Kegembiraan itu langsung menulari Riga. Wajahnya langsung ceria, serupa seperti Nara. Aku baru tahu kalau kabar kehamilan bisa menyebabkan kebahagiaan bagi yang mendengar.“Woah~” Riga langsung datang ke arah kami. Ia memindai seluruh tubuhku dari ujung kepala sampai kaki, dan berakhir di perutku yang masih rata ini.“Sudah berapa bulan? Sudah diperiksa? Bayinya laki-laki atau perempuan?” Riga memberondong pertanyaan dengan wajah berseri-seri.Nara pasang badan. Belum apa-apa sudah berlagak jadi bapak yang melindungi anak dan istri.“Sabar. Satu-satu. Jangan bikin Viana gak nyaman.”Riga mengatur napasnya. Mulai bisa mengendalikan diri.
Read more

58. Untuk Si Jabang Bayi

Tidak pernah semenyenangkan ini sebelumnya. Nara membuatkanku susu, bantu menggosokkan punggungku saat mandi, sampai memilihkan baju yang mau kukenakan ke sanggar.Biasanya pagi-pagi Nara selalu terburu-buru. Gerakannya taktis, nyaris tidak menggubrisku yang bangun malas-malasan karena jadwal ke sanggarku agak siang. Nara ingat bersalaman atau mencium istrinya pun tidak.Sejak berita janin berada di perutku, segala bentuk perhatian ia curahkan. Lihat saja dia, kali ini sedang memilah-milah baju untukku. Ia pisahkan mana yang kekecilan dan membuat perutku tidak nyaman. Mana yang cocok dipakai ibu hamil. Hampir sebagian besar Nara singkirkan. Isi lemariku perlu diperbaharui.“Kamu gak boleh pakai jeans dulu. Sebisa mungkin jangan pakai pakaian ketat. Apa baju terusanmu hanya ini. Yang ini bahannya terlalu tebal, ibu hamil akan kegerahan. Pakai baju yang tipis saja kalau di rumah.”Nara tidak pernah secerewet ini sebelumnya. Sampai peduli dengan
Read more

59. Berada Di Langit Tetap Membumi

Anak-anak sanggar tahu tentang kehamilanku. Mereka mengucapkan selamat. Beberapa bertindak over dengan memanjakanku ini itu. Ramai sekali. Bisa dibilang akulah yang pertama hamil di sanggar ini. Jangan hitung Ketua, dia kan pria. Istrinya tak masuk anggota.Meskipun aku hamil bukan berarti porsi latihan dikurangi. Profesional saja. Aku serius tentang ingin memerankan Tirani. Beberapa bulan lagi. Dan kandunganku belum terlalu besar untuk berjibaku di panggung.Milan bilang sih, kostumnya masih muat kalau umur segitu. Dia tak perlu cari kostum baru.Kali ini kami sedang berlatih adegan dimana Kama menjambak Tirani. Beda dengan kemarin-kemarin, ketika Gumi menjambak, anak-anak lain kompak berteriak woo~ dan sontak latihan adegan berhenti.“Aduh, maaf Kakak!” Gumi lagi-lagi meminta maaf.“Adegan ini boleh dihapus gak sih, kasihan Viana.”“Atau ganti jangan jambak kek, tiap adegan ini aku m
Read more

60. Innocent

“Pak Riga!” teriak seorang wanita tak jauh dari kami.Aku mengenalnya, sudah pasti dua pria ini pun mengenalnya. Dia sekretaris Riga. Wanita yang satu kantor dengan dua pria ini.Wanita itu menghampiri, bersamaan dengan dilepasnya genggaman tanganku oleh Nara. Aku sedikit terhenyak, bagian tanganku mendadak kosong karena tiba-tiba Nara lepaskan. Nara hanya tak ingin kami ketahuan, tapi dadaku terlanjur mencelos dan ... sedih.“Kamu sedang apa di sini? Bukannya kamu lagi cuti bulan madu?” sahut Riga sambil bergerak menutupi tanganku dan tangan Nara.“Aku pulang lebih cepat, Pak. Sekarang mau buat janji dengan dokter kandungan,” jelasnya dengan kharisma khas seorang sekretaris.“Wow, secepat itukah kamu isi?”“Bukan, Pak. Cuma konsultasi program kehamilan. Katanya lebih cepat lebih bagus.”Sekretaris yang kutahu bernama Khiva itu tertawa manis sekali. Rupanya dia baru menikah y
Read more
PREV
1
...
45678
...
20
DMCA.com Protection Status