Semua Bab Jerat Pernikahan Tuan Arogan: Bab 31 - Bab 40

195 Bab

31. Mencurigakan

Pembagian naskah. Kali ini Ketua yang membuat naskah. Spesial ditujukan untuk pementasan di hadapan petinggi negeri. Sebuah naskah kental kritik sosial berbalut drama teater. Hari itu kami berkumpul untuk pembacaan naskah. Sekaligus penentuan siapa menjadi siapa. Aku mendapat peran cukup penting. Sebagai Tirani, napi wanita yang menunggu eksekusi hukuman mati. Wanita polos yang terlibat pembunuhan kedua orang tuanya karena pelecehan yang dilakukan bertahun-tahun. Tirani yang merasa lelah, mencari pembebasan diri dengan mengakhiri nyawa ibu bapaknya. Ia tertangkap. Dipenjara. Divonis hukuman mati. Berbanding terbalik dengan Kama, napi lain yang satu jeruji dengan Tirani. Kama seorang korup. Miliaran rupiah masuk ke kantong pribadi. Mencekik orang-orang miskin, memotong dana bantuan. Hukuman Kama hanya dua tahun penjara. Di dalam jeruji besi pun Kama mendapat keistimewaan. Bebas menentukan menu makan, tidur di kasur empuk. Juga sesekali diperbol
Baca selengkapnya

32. Unexpected

Aksi marahan kami berlanjut sampai malam. Aku sudah pulang duluan. Tidak seperti biasa kusambut Nara di pintu. Aku bergelung di bawah selimut ketika ia datang. Saat Nara duduk di tepi ranjang pun aku bergerak makin ke sisi agar tidak bersentuhan dengannya. Aku tidur cepat, meminimalisir kontak di antara kami. Jangan salahkan aku. Dia yang mau. Sudah jelas aku mogok menatapnya seperti ini. Nara tidak juga berusaha membujukku untuk baikan. Berarti dia memang mau meneruskan perang dingin ini. Oke, kalau itu maunya. Pagi-pagi sekali aku sudah bangun dan membantu Mbok Minah di dapur. Nara dan Riga hampir keluar kamar bersamaan. Keduanya sudah mandi dan meminta makan untuk perutnya yang lapar. Aku menyiduk nasi ke piring Riga. Menaruhnya lembut lengkap dengan sapaan selamat pagi. Sedangkan Nara, kuberikan piring kosong untuknya sambil memalingkan wajah darinya yang duduk di sampingku. Kugeser kursi, menjauhinya. Tidak peduli wajahku terlihat
Baca selengkapnya

33. Berbaikan

“Tumben. Kamu datang kemari untuk masalah pribadi atau pekerjaan?” Aku berdehem. “Sejak kapan aku membahas pekerjaan denganmu,” jawabku sedikit berkelit. Biru tersenyum. Nampaknya suka pada pilihan kataku. “Oke, berarti masalah pribadi. Ayo masuk!” ajak Biru ke ruangannya. Aku pun mengekor. Duduk di sofa yang ditunjuk Biru. Sedangkan pria dengan senyum lucu dan baby face itu bersantai di kursi empuknya. Karena kami bahas masalah pribadi, tentu Biru mengendurkan sifat seriusnya sewaktu menghadapiku. Biru bahkan memutar-mutarkan kursi, membuat rileks tubuhnya. “Riga tahu kamu datang kemari?” Biru bertanya. “Enggak!” “Apa kamu mau curhat denganku masalah Riga?” “Sebenarnya bukan tentang Riga.” “Lalu?” “Nara. Dia juga sahabatmu, kan?” Biru menaruh dua tangannya di atas meja. Tak lagi memutar-mutarkan kursi. Ia serius memerhatikan wajahku yang minta Biru jujur. “Hal apa yang i
Baca selengkapnya

34. Ikut Reuni

“Aku mau ikut reuni kalian.” Kurasa kalimatku cukup jelas. Pagi itu saat mereka bersiap, aku pun selesai mendandani diri, siap pergi. Riga yang mengernyitkan dahi paling lama. Kegiatannya mengikat tali sepatu pun sempat berhenti hanya untuk melirikku yang berdiri mantap di depan mereka. Nara nampak tidak terganggu. Ia sudah tahu karena kukatakan kalimat itu sesaat sebelum tidur malam. Di dalam pelukannya aku menggumamkan terus menerus sampai Nara tidak punya pilihan lain selain mengiyakan. Dan pagi saat kusampaikan maksudku pada Riga, Nara seolah tahu harus apa. Diam. Riga teruskan mengikat tali sepatunya. Setelah selesai barulah ia berdiri tepat di hadapanku yang melipat kedua tangan, sambil mendongak dengan angkuhnya. “Baiklah kalau kamu mau ikut. Tapi kamu tahu batasannya, kan. Kamu datang ke sana sebagai istriku. Jangan terlihat menonjol sambil bergelayutan sama Nara cuma karena mereka teman-teman lamaku,” Riga memberi syarat.
Baca selengkapnya

35. Sekilas Memori

"Hai, Nara!" Wanita itu menyapa Nara dengan suara lantang dan percaya diri. Dan Nara menganga dibuatnya, seakan lupa caranya berkedip. Uh, siapa wanita itu? Bukan hanya Nara. Cyan juga nampak terpana pada si cantik yang membuatku iri. “Aku ditunjuk jadi MC di acara ini. Kamu gak keberatan kan, memberi sambutan sepatah dua patah kata?” Si cantik itu menawari Nara. Aku menepuk paha Riga heboh. Riga sempat mengaduh, tapi perhatiannya jadi condong padaku. Riga satu-satunya yang bisa menjawab penasaranku terhadap wanita itu. “Dia siapa, Riga?” bisikku. Riga tahu aku cemburu. Matanya menatap tempat yang sama pemandangan di hadapan kami. Ia sengaja mempermainkanku dengan menunda-nunda jawaban. Sementara itu, Nara berhasil dibujuk si wanita untuk maju ke panggung kecil yang dipersiapkan. Sepertinya Nara dijadikan perwakilan untuk membuka acara. Wanita itu tahu saja mengambil atensi peserta dengan menaruh magnet utama ke panggun
Baca selengkapnya

36. Aku Lebih Baik Darinya

Lhasa, dua tahun lebih tua dari Nara. Nara kenal Lhasa jauh sebelum mereka di bangku kuliah. Malahan, alasan Nara masuk ke kampus itu karena ada Lhasa di dalamnya. Sejak awal, Nara tahu Lhasa sudah punya pacar. Lhasa berencana menikah setelah lulus kuliah. Nara terlanjur cinta mati pada gadis berambut sebahu itu. Nara rela jadi orang ketiga dan terluka berkali-kali asalkan bisa melihat Lhasa di sekitarnya. Pacar Lhasa lima tahun lebih tua darinya. Ia bekerja sebagai pilot. Pulang pergi ke luar negeri dan tidak sebentar. Rasa rindu kadang membuat Lhasa hampir menyerah. Saat itulah peran Nara dimulai. Ia jadi selingkuhan Lhasa. Sebagai tambal rindu wanita itu pada pacarnya. Nara tidak keberatan. Apa pun akan ia lakukan demi Lhasa bahagia. Lalu, hubungan keduanya mulai terendus pacar Lhasa. Pertengkaran hebat terjadi dan mengharuskan Lhasa memilih salah satu dari dua pria yang mencintainya. Sayang, Lhasa memilih pacarnya. Baginya, Nara hanya peng
Baca selengkapnya

37. Balas Budi

Kami memutuskan pulang ke ibukota. Reuni dengan teman kampus telah kami tinggalkan. Pada Cyan, Riga berjanji akan mengatur reuni Warnakota saja, lebih eksklusif. Juga lebih intim pastinya. Riga yang menyetir saat pulang. Aku dan Nara duduk di belakang. Bahu Nara kujadikan bantal. Tidur saat Riga memutarkan musik mendayu-dayu dari tape mobil radio. Seperti dininabobokan. Sepanjang perjalanan aku nyaris terlelap. Sesekali bangun ketika kepalaku hilang sandaran. Tapi langsung Nara betulkan hingga tidurku nyaman kembali. Sayup-sayup kudengar Riga bernyanyi-nyanyi ikuti suara dari radio. Sesekali mengajak Nara berbicara, tapi pria itu hanya menjawab sekedarnya. “Untung saja Viana ikut datang ke reuni. Aku gak tahu harus melakukan apa kalau kamu kalap seperti itu lagi,” desis Riga yang kutangkap saat kesadaranku tipis. Aku memang sudah lama bangun, tapi pura-pura tidur karena enggan beranjak dari bahu Nara. “Kenapa kalian begitu takut. Aku g
Baca selengkapnya

38. Anak-anak

Tidak selalu hubungan sembunyi-sembunyi menyesakkan atau melelahkan. Justru ada sensasi mendebarkan dengan mata lebih awas ketika tangan kami bertautan. Atau ketika curi-curi pandang dan saling berbalas senyum. Untungnya Kak Elva punya kebiasaan selalu ingin berjalan lebih depan dariku yang notabene lebih muda darinya. Bagi Kak Elva, penting seorang kakak melindungi adiknya dari sesuatu yang menerjang di depan. Saat kerumunan, Kak Elva membelah lautan orang-orang hingga jalanku menjadi nyaman tanpa perlu berdesakkan dengan yang lain. Atau saat harus putar arah karena jalanan padat dan tak memungkinkan dilewati. Kak Elva penunjuk jalan ulung. Ia jadi seperti navigator profesional yang mengenal seluk beluk mall yang sedang kami sambangi ini. Mungkin ia lebih sering jalan-jalan di sini daripada jalanan di kampusnya dulu. Dan selama Kak Elva berjalan di depan itulah, aku dan Nara leluasa berpegangan tangan. Seolah kami sedang kencan berdua dan Kak Elva
Baca selengkapnya

39. Copycat

Sepulangnya jalan-jalanm Nara langsung menyerbu leherku dengan ciuman. Padahal kami baru beberapa langkah di pintu masuk. Sepertinya Nara tidak tahan karena aroma bunga yang kupakai saat sauna tadi. Semerbak harum melekat di seluruh tubuhku. Setiap jengkalnya tanpa terlewati. Nara cukup bersabar dengan mengantarkan Kak Elva dulu ke rumahnya. Lalu tancap gas ke rumah kami. Ia langsung mencari badanku dengan diburu nafsu. Nara menyandarkanku ke tembok. Menghidu aromaku dengan rakus. Leherku habis dijajah bibir tipis Nara. Juga rambutku yang di-creambath meninggalkan wangi menenangkan hidung. Nara sukses membuatku buka tutup mata hanya dengan ciuman kilat. Sambil berdiri pula. Kedua tanganku melingkar di lehernya. Menikmati tiap langkah Nara menjajaki bagian atasku. Lalu, aku dikejutkan sebuah sosok tak jauh dari ruang tamu tempat kami berada. Bukan sosok gaib, tapi Riga. Ia memandangi kami dengan mata nyalang dan rambut kusut masai. Aku
Baca selengkapnya

40. Aliansi Underground

Beberapa hari kemudian rumah kami disulap jadi ruang kerja dadakan. Riga bersama beberapa orang kepercayaan mendata ulang proyek kerja. Menambahi beberapa bagian agar lebih prima. Sengaja Riga pilih rumah, karena di kantornya ada musuh dalam selimut atau serigala berbulu domba. Sampai saat ini Riga belum tahu siapa pembelot itu. Maka seluruh pekerjaan proyek ini, Riga angkut ke rumah. Tak ada yang tahu. Riga hanya mengumumkan pada khalayak ramai bahwa ia akan launching satu cabang baru untuk Abimahya Corp. Terobosan baru di bidang digital yang belum corporation punyai. Riga mengumumkan tanggal 10 Mei sebagai tanggal launching-nya. Tepat sehari sebelum acara ulang tahun Eyang dilaksanakan. Bagi si pencuri, Riga dianggap nekat karena meluncurkan produk yang sama seperti perusahaan pesaing. Tentu ia akan di-cap peniru karena ide miliknya sudah dulu dikenal khalayak sebagai inovasi milik si tetangga sebelah. Tidak tahu saja, Riga
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
20
DMCA.com Protection Status