“Hei Viana, anakmu ... boleh kucatutkan nama Abimahya di belakangnya, kan?” kata Riga.Aku terdiam memandangi Riga. Dan kuyakin Nara pun melakukan hal yang sama di posisinya.“Bagaimanapun bagi Bunda dan yang lainnya, anak itu adalah anakku. Dia bagian dari keluarga Abimahya.”Benar, bisa-bisanya aku tidak memikirkan sudut pandang dari keluarga Abimahya. Aku terlalu senang punya anak dari Nara, sampai lupa kalau bagi mereka, anak yang kukandung adalah anaknya Riga.“Jangan tanya aku. Tanya Nara saja,” operku karena tidak bisa menjawab pertanyaan kompleks itu.“Boleh kan, Nara?” Riga berharap.Nara tidak lantas menjawab. Ia kembali melanjutkan mengupas mangga setelah tadi sempat terjeda karena kaget dengan ucapan Riga.“Hanya nama saja, kan. Aku gak masalah.” Nara mengucapkannya tanpa menoleh sama sekali pada Riga.“Dan ... bolehkah aku dipanggil Papa?” lanj
Read more