Semua Bab Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?: Bab 171 - Bab 180

218 Bab

Senjata makan tuan

"Kamu ngerti kan, sama apa yang saya instruksikan?" tanya Intan setelah dia memberitahu rencananya kepada pelayan itu."Ngerti, Mbak!" angguk pelayan tersebut.Matanya semakin berbinar cerah ketika Intan langsung memberikan uang satu juta itu ditangannya."Saya bakal tambahin lagi kalau kamu benar-benar berhasil membawa lelaki itu ke kamar saya!""Beneran, Mbak?""Ya," angguk Intan. "Uang bukan masalah untuk saya!" Dia tersenyum jumawa."Oke, Mbak! Saya pasti akan melakukan tugas saya dengan baik.""Kalau begitu, tunggu apa lagi? Sana, lakuin tugas kamu!" titah Intan dengan sombongnya."Baik, Mbak!" angguk pelayan itu.Dia menuju ke belakang untuk mengambil minuman lagi. Dan, pada salah satu gelas minuman itu, dia menambahkan serbuk yang telah diberikan oleh Intan beberapa saat yang lalu."Oke, waktunya beraksi!"*"Apa kalian mau makan sesuatu?" tanya Deva menawarkan makanan kepada dua wanita yang ikut bersamanya."Aku mau buah aja, Mas," jawab Najwa."Saya mau kue-kue lucu itu, Mas
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-06-24
Baca selengkapnya

Kabar mengejutkan

"Mas!"Deva menoleh cepat ketika suara teriakan Najwa terdengar dirungunya. Lelaki itu pun gegas menghampiri sang calon istri untuk memeriksa keadaannya."Pulang sekarang saja, yuk! Baju kamu basah dan pesta sepertinya sudah mulai tidak kondusif.""Ayo, Mas! Aku juga nggak nyaman dengar suara musik keras kayak gini," timpal Najwa setuju.Deva membuka jas hitam yang dia kenakan. Digunakannya benda tersebut untuk menutupi bagian baju Najwa yang terlihat sangat basah."Terimakasih," kata Najwa dengan lirih."Ayo, pulang!"Deva, Najwa dan Bi Iroh pun melangkah pergi meninggalkan pesta ulangtahun Vito yang mulai semakin meriah.Ah, tiba-tiba saja Deva merasa menyesal. Kenapa dia harus mempercayai ucapan Vito yang mengatakan pestanya tak akan ada musik DJ dan juga alcohol. Padahal, Deva sangat hafal bahwa Vito dan kedua hal itu mustahil dapat dipisahkan."Maaf ya, Wa! Pasti kamu nggak nyaman sama apa yang terjadi di pesta itu, kan?" tanya Deva ditengah perjalanan pulang.Di bangku belakang,
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-06-25
Baca selengkapnya

Melabrak Najwa

"Hah!! Akhirnya, aku bisa dapat kerjaan juga," gumam Bian sambil bernapas lega.Pagi-pagi sekali, dia sudah berdandan rapi untuk ke tempat kerjanya. Walaupun hanya menjadi seorang supir, namun Bian bersyukur masih ada yang bersedia memperkerjakan dirinya.Setidaknya, dengan pekerjaan itu, dia bisa membayar hutang-hutangnya kepada rentenir. Bian juga berharap bisa membeli sepeda motor yang baru agar dirinya tidak kesusahan saat hendak bepergian lagi seperti akhir-akhir ini."Kamu, supir baru itu, ya?" tanya seorang perempuan berusia sekitar 40 tahunan yang baru saja muncul dari dalam rumah besar bercat kuning keemasan dibelakang Bian.Bian yang memang sedang menunggu didepan rumah, reflek berbalik. Dia membungkuk sopan seraya memperkenalkan diri."Iya, Bu. Saya Fabian, supir yang ditugaskan untuk mengantar jemput Ibu setiap harinya."Wanita dengan penampilan rapi dan berkelas itu mengangguk mengerti. Tanpa banyak basa-basi, dia pun masuk ke dalam mobil yang pintunya sudah dibukakan ole
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-06-25
Baca selengkapnya

Kegilaan Bian

"Mbak, itu siapa, ya? Kok, gedor-gedor pintunya, keras sekali?" tanya Bi Iroh heran sambil menoleh ke arah Najwa yang sedang sibuk membulat-bulatkan adonan donat kentangnya."Itu kayak suaranya Mas Bian, Bi. Tapi, bukannya dia udah dilarang masuk ke komplek sini, ya?"Bi Iroh terlihat kaget. "Kalau begitu, kita nggak usah buka pintunya, Mbak. Biarkan saja dia gedor-gedor sampai capek. Mending, Mbak Najwa telfon Bapak saja supaya cepat pulang. Biar saya yang menghubungi security komplek untuk menciduk laki-laki itu.""Oke, Bi," angguk Najwa setuju.Dia pun langsung mencuci tangannya kemudian berjalan sedikit tergesa-gesa menuju ke kamar. Dia menghubungi nomor sang Ibu dan baru dijawab pada panggilan ketiga.Najwa pun mengutarakan apa yang sedang terjadi di rumah.[Pokoknya, kamu harus tetap didalam rumah saja, Nak! Jangan keluar menemui laki-laki itu jika tak ada Bapak. Mengerti kamu, Wa?] ucap Pak Haris yang terdengar gelisah."Iya, Pak," angguk Najwa.Setelah memutuskan panggilan te
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-06-26
Baca selengkapnya

Matilah, Sayang!

Bian begitu emosi mendengar ucapan Pak Haris. Dengan penuh kesadaran, dia memukul kepala bagian belakang Pak Haris ketika lelaki itu sedang lengah dan berbalik membelakanginya.Bugh!Batu yang sedari tadi dia genggam kini telah mendarat telak di kepala lelaki paruh baya itu. Darah segar perlahan mengalir, lalu tubuh kekar itu perlahan surut dan tumbang di lantai."Bapak?!!" pekik Bu Dahlia histeris.Segera dihampirinya sang suami, kemudian dia peluk dengan begitu erat. Demi Allah! Bu Dahlia sangat takut kehilangan belahan jiwanya itu."Hah! Rasakan!" ucap Bian dengan sangat puas.Tak sedikit pun dia merasa harus menolong mantan calon mertuanya itu.*"Bi, Bibi dengar suara itu, kan? Bukannya, itu suara Ibu?" lirih Najwa terkejut."Iya, Mbak. Itu memang suara Ibu," balas Bi Iroh.Perasaan Najwa mulai terasa tak enak. Tanpa pikir panjang, ia melangkahkan kakinya untuk keluar melihat keadaan."Jangan, Mbak! Kan, kata Bapak, Mbak Najwa harus tetap didalam rumah," peringat Bi Iroh sambil m
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-06-26
Baca selengkapnya

Takut

Napas Najwa perlahan mulai sesak. Mulutnya bahkan harus terbuka demi menghirup udara yang semakin lama semakin terasa sedikit mengisi paru-paru.Batang lehernya juga terasa sangat sakit. Air matanya bahkan sudah meluncur deras, dengan pandangan yang perlahan mulai terasa buram.Samar, Najwa dapat melihat bahwa Bian sedang tersenyum. Rasa sakit yang Najwa rasakan, bagai sebuah penghiburan untuk lelaki itu."Matilah, Sayang! Ayo, mati!" kata Bian dengan tawa yang terdengar menyeramkan."Kkkhhh...," Najwa tak bisa berkata-kata. Jika memang ajalnya sudah tiba, maka biarkan prosesnya berlangsung cepat. Najwa tak tahan untuk terus tersiksa seperti ini."Lepaskan anakku, Bian!!" teriak Bu Dahlia histeris. Dia mendekat pada Bian lalu menggigit lengan mantan menantunya itu kuat-kuat."Arghhh!!!" Bian berteriak kesakitan. Reflek, sepasang tangannya pun melepaskan cekikan dari leher Najwa."Dasar perempuan tua sialan!!" hardik Bian penuh amarah."Uhuk! Uhuk!!" Najwa terbatuk. Dengan sangat rakus
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-06-27
Baca selengkapnya

Yang ingin bertemu

"I-itu... itu bos saya, Pak!" tunjuk Bian saat seorang wanita berjalan anggun menuju ke arahnya. Dia seratus persen yakin bahwa sang atasan pasti akan menjamin kebebasannya. Bukankah, wanita itu masih memerlukan Bian untuk mengantarnya kemana-mana? "Selamat siang, Bapak-bapak!" sapa wanita itu sembari membuka kacamata hitamnya. "Siang, Ibu!" jawab dua orang petugas polisi dengan kompak. "Kalau boleh tahu, apa yang sudah supir saya lakukan sehingga dia bisa berada di tempat ini?" "Saudara Fabian telah melakukan tindak kekerasan terhadap mantan istri dan Ayah mertuanya." "Oh, ya?" Kening wanita itu tampak berkerut. Dia menatap serius ke arah polisi yang sedang menjelaskan tentang kasus Bian. Sesekali, dia melirik Bian sedikit sinis. "Betul, Bu. Akibat tindakan Saudara Bian, mantan Ayah mertua Saudara Bian yang bernama Pak Haris, harus dirawat di rumah sakit." Wanita itu menatap Bian dengan tatapan nyalang. Terkejut, sudah pasti. Padahal, dia sempat berpikir bahwa Bian ora
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-06-27
Baca selengkapnya

Mendapatkan pelajaran

"Kamu?" Bian tampak sedikit terkejut. Ya, dia mengenali wajah itu. Pria yang kini ada dihadapannya adalah pria yang dulu pernah dia pukuli di supermarket. Ya, Bian mengingatnya dengan sangat jelas. "Kenapa? Kaget?" tanya Deva sambil menyeringai sinis. Dia duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan Bian. Dibelakangnya, dua orang bodyguard, yang berdiri tegak dengan wajah datar tanpa ekspresi. "Bisa tolong tinggalkan kami?" tanya Deva seraya menoleh ke arah dua petugas polisi yang sedari tadi menjaga Bian dengan baik. "Tentu saja, Pak Deva!" angguk keduanya dengan sopan. ."Terimakasih banyak!" Mereka kemudian pergi dan menutup pintu besi itu rapat-rapat. Meninggalkan Bian yang kini bagai seekor tikus yang terjepit diantara pemangsa-pemangsa liar. "Lo mau apa dari gue, hah?" tanya Bian sinis. Ia mulai memasang sikap waspada. Takut, jika Deva ternyata memiliki maksud yang tidak baik terhadapnya. "Saya?" Deva menunjuk dirinya sendiri. "Mau apa?" Dia kemudian tertawa.
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-06-29
Baca selengkapnya

Tak pernah berarti

"Polisi!! Pak Polisi!! Tolong... saya dikeroyok. Tolong!!!" teriak Bian sekuat tenaga."Percuma Anda berteriak. Para petugas polisi itu tak akan bisa mendengarkan Anda," kata Deva dengan senyum sinis di wajah tampannya."Tolongggg!!! Ada psikopat di sini!! Tolong saya!!" teriak Bian sekali lagi."Bagaimana rasanya? Enak?" tanya Deva. Sedikitpun, dia tak ingin menyentuh Bian.Biarkan, perbuatan kotor itu, kedua anak buahnya yang lakukan. Dia hanya akan bertindak sebagai penonton."Arghhh!!! Sakit, bangsat!!" teriak Bian menghardik. Baru saja, anak buah Deva malah menendang perutnya dengan keras.Hal itu membuat Deva semakin merasa puas. Manusia seperti Bian, memang harus dikenalkan pada rasa sakit supaya bisa merenungi dampak dari perbuatannya.Jika ingin memukul, maka bersiaplah untuk menerima pukulan juga. Itulah arti dari kehidupan yang keras."Apa Anda mau, tangan Anda sekalian saya patahkan?" tanya Deva. Pria itu tampak melipat kedua tangannya didepan dada."Gila!! Apa melihat ora
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-06-30
Baca selengkapnya

Tamu

Hari itu, Intan terbangun saat matahari mulai meninggi. Dengan badan yang terasa remuk redam, dia pun perlahan beringsut turun dari tempat tidur. Rasa sakit menjalar mengaliri area intimnya. Intan meringis tertahan, sambil berusaha meraih apapun untuk menutupi tubuh polosnya. "Udah bangun?" Intan terkejut bukan main. Tiba-tiba, sosok Vito muncul dari balik pintu dengan raut wajah yang terlihat sangat santai.Tatapan Intan pun beralih ke arah tempat tidur. Dia baru tersadar jika Owen sudah tak ada disampingnya lagi."Ngapain Lo ke sini?" tanya Intan sinis pada Vito."Santai dong, Ntan! Gue kan cuma mau bersikap baik sama Lo. Jangan sinis gitu, dong!""Cih! Gue nggak butuh sikap ramah dari pria brengsek macam Lo, Vit!" timpal Intan ketus.Dia semakin mengeratkan selimut yang menutupi tubuh polosnya. Intan takut, jika Vito akan meminta 'jatah' juga darinya.Saat ini, tubuh Intan terasa benar-benar sangat sakit. Tulang-tulangnya seolah remuk akibat perbuatan brutal Owen tadi malam."Lo
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-06-30
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1617181920
...
22
DMCA.com Protection Status