Home / Pernikahan / Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas? / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?: Chapter 101 - Chapter 110

218 Chapters

Pulang kampung

Hidup terus berjalan. Semakin hari, kehidupan Najwa juga semakin bahagia. Banyak mimpi, yang dulunya sempat tertunda, kini Najwa mampu wujudkan satu per satu.Kini, dia sudah bisa membeli rumah yang baru. Bisa membangun mesjid di kampung, serta berbagi pada orang-orang yang membutuhkan.Hal terkecil yang paling dia rasakan adalah, dia bisa bolak-balik ke kampung halamannya tanpa ada yang melarang. Hal yang dulunya, begitu sangat sulit untuk dia lakukan."Mbak, saya boleh ikut ke kampung, tidak?" tanya Bi Iroh dengan wajah yang terlihat memelas."Bi Iroh mau ikut? Yakin?"Bi Iroh mengangguk. "Boleh, ya, Mbak! Please!!! Masa' saya tinggal di sini sendirian, sih? Mana seru," rengeknya manja.Melihat tingkah Bi Iroh, Najwa seketika tertawa."Ya sudah, Bibi boleh ikut. Tapi, nanti kita nggak langsung ke kampung, ya! Saya mau mampir ke panti asuhan sebentar.""Oke, Mbak! Tidak masalah!""Kalau gitu, Bi Iroh kemasi barang-barang Bi Iroh dulu, gih! Nggak pake lama!""Siap, Bos!" Bi Iroh denga
last updateLast Updated : 2024-05-28
Read more

Semua anak akan melakukan hal yang sama

"Kok bisa sih, Din?" tanya Pak Haris.Bu Dahlia tampak menutup mulutnya sambil memegang bahu Najwa dengan kuat."Itu... Pak Tono datang marah-marah ke Ibunya Galih. Dia memaksa Bi Tin untuk menjual rumah yang sekarang Bi Tin dan Galih tempati. Tapi, karena Bi Tin terus menolak, akhirnya Pak Tono malah tonjok mukanya Bi Tin. Nah, pas banget tiba-tiba Galih baru pulang dari sawah. Posisinya lagi megang arit yang habis dia pakai buat bersihin rumput liar di pematang sawah. Pas lihat ibunya ditonjok Pak Tono sampai hidungnya mengeluarkan darah, langsung-lah arit itu dilayangkan Galih ke arah Pak Tono.""Kena apanya, Din?" tanya Bu Dahlia dengan ekspresi meringis. Dia ngeri membayangkan betapa berbahayanya situasi yang baru saja terjadi."Lengannya, Bu. Soalnya, Pak Tono reflek ngangkat tangan buat nangkis serangan Galih.""Parah?" timpal Pak Haris."Lumayan, Pak. Tulangnya sampai kelihatan," jawab Udin."Ya Allah!" Najwa bergidik ngeri. Tak ia sangka, peristiwa berdarah akan menjadi sambu
last updateLast Updated : 2024-05-28
Read more

Hutang lama

Tiba di rumah Pak lurah, Najwa dan Bu Dahlia mendapati Pak Haris yang terlihat ditahan oleh beberapa orang warga. Napas lelaki paruh baya berbadan kekar itu tampak naik-turun. Menandakan, bahwa emosi itu belumlah reda secara total. "Bapak!!" panggil Bu Dahlia. Dengan langkah panik, dia mendekati suaminya. "Bapak nggak apa-apa?" Pak Haris menggeleng. "Iya. Bapak nggak apa-apa." "Pokoknya, saya nggak mau tahu! Pak Haris harus bayar biaya pengobatan saya! Kalau tidak, maka bukan hanya Galih yang hari ini akan masuk penjara. Pak Haris juga." Dari ujung teras sana, ada Jaya, yang berteriak sambil memegangi pipi sebelah kirinya yang lebam. "Gila, kamu, Jaya! Jelas-jelas, kamu yang nyerang saya duluan, kok. Saya kan cuma membela diri." Pak Haris turut bersuara dengan mata melotot. "Walaupun saya yang nyerang duluan, tapi Pak Haris baik-baik aja, tuh! Malah saya yang jadi bonyok kayak gini," sungut Jaya. Jelas, dia yang babak belur karena Pak Haris adalah alumni perguruan pencak
last updateLast Updated : 2024-05-29
Read more

Pemberian Galih

"Ba-baik. Saya akan bicara dengan Bapak soal masalah ini," ucap Jaya dengan suara melemah."Beritahu Pak Tono, kalau dia tetap nekat menuntut Galih melalui jalur hukum, maka rumah kalian akan langsung saya sita!" tegas Najwa."Iya," angguk Jaya mengerti."Jadi, masalah ini seharusnya sudah clear, kan?" tanya Najwa memastikan.Jaya mengangguk. Tak berselang lama, dia langsung pergi tanpa berpamitan sama sekali. Para warga yang melihat kepergiannya langsung bersorak mengolok-olok dirinya."Terimakasih," ucap Bi Tin yang berjalan mendekat bersama Galih."Sama-sama, Bu," jawab Najwa disertai anggukan kepala."Terimakasih," Galih turut membuka suara. Sepasang matanya, terlihat curi-curi pandang ke arah Najwa."Ya, sama-sama," balas Najwa. "Hidung Ibu nggak apa-apa?" tanya Najwa pada wanita paruh baya itu."Alhamdulillah, nggak apa-apa. Tadi, memang sempat mimisan. Tapi, sudah berhenti.""Kalau Ibu dan Galih butuh apa-apa, jangan sungkan minta bantuan pada kami, ya!""Iya. Terimakasih sekal
last updateLast Updated : 2024-05-29
Read more

Ingin membalas dendam

"Wa, sarapan dulu, Sayang!" ajak Bu Dahlia yang sedang menata makanan di atas meja makan.Najwa baru saja selesai mandi dan mengganti pakaian olahraganya dengan gamis rumahan."Iya, Bu," jawab Najwa tersenyum. Dia mengambil tempat duduk di meja makan kemudian menerima piring yang disodorkan oleh sang Ibu."Iroh! Sini, ikut sarapan!" panggil Bu Dahlia pada Bi Iroh yang terlihat agak segan untuk mendekat."I-iya, Bu!" jawab wanita berbadan besar itu. "Duh, saya jadi nggak enak, karena tadi nggak bantuin Ibu masak.""Nggak apa-apa, Roh! Santai saja! Kamu kan ke sini, niatnya memang untuk liburan. Jadi, nikmati saja liburan kamu. Soal pekerjaan di rumah ini, kamu nggak usah kepikiran. Toh, ada tetangga yang setiap hari ke sini untuk bantu bersih-bersih," timpal Bu Dahlia."Tapi, tetap saja saya nggak enak, Bu!""Kalau nggak enak, kasih kucing aja, Roh! Gitu aja kok repot?!" seloroh Bu Dahlia."Ibu bisa aja, bercandanya," sahut Bi Iroh tertawa.Sarapan berlangsung dengan penuh tawa. Tampak
last updateLast Updated : 2024-05-30
Read more

Keresahan hati Bu Dahlia

Pagi ini, Najwa sudah bersiap untuk kembali ke kota. Bagasi mobil yang semula lega, kini mendadak sesak karena dipenuhi oleh beberapa jenis sayuran serta buah-buahan. Tak lupa, dua karung beras, turut menambah daftar banyaknya barang yang harus dibawa Najwa."Najwa!! Tunggu!" teriak Kirani, anaknya Pak lurah. Dia datang sembari membawa sebuah keranjang yang terlihat cukup berat."Rani? Kamu bawa apa?"Sahabat baik Najwa yang telah lebih dulu menyandang gelar janda tersebut, tampak tersenyum lalu mengusap peluh yang mengucur di dahinya. Dia meletakkan bawaannya, lalu berusaha mengatur napas yang masih tersengal-sengal."Untung kamu belum berangkat, Wa!" kata Kirani."Memangnya, kenapa, Ran?" tanya Najwa."Ini...," Kirani menunjuk keranjang hitam yang dia bawa. "Aku mau kasih telur bebek ini buat kamu.""Telur? Ya Allah, Ran... Kamu nggak perlu repot-repot!"Kirani menggeleng. "Nggak repot sama sekali, kok. Justru, aku senang banget kalau kamu mau terima telur pemberian aku. Soalnya, a
last updateLast Updated : 2024-05-30
Read more

Ingin mencari Najwa

"Maaf, Pak! Tapi, Bapak nggak dibolehkan lagi untuk mengatur parkir di tempat ini!" ucap pegawai minimarket, dimana Bian biasanya bekerja sebagai juru parkir liar."Loh, kok tiba-tiba?" tanya Bian penasaran."Atasan kami yang menegur, Pak. Gara-gara adanya Bapak yang menagih tarif pada pelanggan yang mampir di toko kami, penjualan akhir-akhir ini jadi menurun.""Loh, penjualan kalian menurun, bukan urusan saya. Itu mah, urusan kalian sendiri. Mungkin saja, kalian yang tidak becus melayani pelanggan makanya mereka pada nggak betah belanja di sini."Pegawai lelaki tersebut tampak mendengkus kasar. Gaya tengil Bian, membuatnya mulai terpancing emosi."Justru, pelanggan kami pada ngeluh karena Bapak yang nagih uang parkir dengan bayaran nggak etis. Masa' parkir motor aja, dihargai lima ribu?""Suka-suka saya, dong! Kalau mereka nggak mau bayar, berarti nggak usah mampir sini."Emosi pemuda berusia dua puluh tahunan tersebut semakin tersulut. Apa yang Bian katakan, sungguh mencerminkan seb
last updateLast Updated : 2024-05-30
Read more

Ambisi Bian

"Mas, ngapain di situ?" tegur seorang security saat melihat tingkah Bian yang tampak mencurigakan."Ah, nggak, Pak. Saya cuma lagi nungguin seseorang," jawab Bian yang berusaha terlihat tidak gugup dihadapan security itu."Siapa? Apa salah satu pegawai di sini?" tanya security itu lagi."I-iya, Pak," angguk Bian."Namanya?""Najwa Assyifa. Dia sekretaris dari direktur perusahaan ini."Security itu memperhatikan penampilan Bian dari atas ke bawah. Tampak sekali, jika dia tak percaya bahwa lelaki berpenampilan tak terurus seperti Bian, bisa mengenal salah satu orang penting di perusahaan tempatnya bekerja itu."Pak, saya jujur. Saya benar-benar kenal dengan Najwa," ujar Bian meyakinkan."Memangnya, Mas ini siapanya Bu Najwa?""Sa-saya... saya mantan suaminya," jawab Bian lirih."Oh, mantannya, toh? Tapi, kok penampilan Mas-nya seperti ini? Berbeda sekali dengan Mbak Najwa yang cantik dan juga terawat. Apa jangan-jangan, Mas ini cuma ngaku-ngaku, ya?"Ah, menyebalkan sekali, melihat tata
last updateLast Updated : 2024-05-30
Read more

Masih mencintai dia

"Dev, lu kenapa, Bro? Kok, ngelamun?" tanya Keenan, salah satu teman baik Deva.Yang ditanya sedikit tersentak. Ia akui, barusan dia memang sempat melamun."Gue nggak apa-apa," jawab Deva dengan sedikit senyuman tipis."Masa' sih? Kok, gue nggak percaya, ya?" Keenan tertawa kecil."Serius, Bro. Gue oke. Nggak ada masalah," ujar Deva meyakinkan.Keenan mengangguk tanda mengerti. Walaupun, sesungguhnya didalam hati, dia merasa sedikit ganjil dengan kelakuan Deva yang mendadak makin pendiam saat datang kembali dari Indonesia."Perusahaan, gimana? Tikus-tikusnya, udah ketangkep?"Deva mengangguk. Tatapan matanya tertuju pada gelas minuman yang sedari tadi dia mainkan."Sudah. Tapi, mengembalikan kerugian yang ditanggung perusahaan, kayaknya bakal sulit.""Jadi, Lo bakal masih lama tinggal di sini?"Deva menghela napas panjang. "Ya. Gue baru diizinin bokap pulang kalau perusahaan udah kembali stabil kayak dulu lagi.""Bokap Lo, lumayan tegas juga, ya?""Ya, gitulah," jawab Deva seraya meng
last updateLast Updated : 2024-05-31
Read more

Galih datang

Intan kesal bukan main. Rasa cemburu terhadap perempuan yang bahkan tidak pernah dia lihat itu, hampir membakar habis seluruh akal sehatnya.Dia benci Deva yang tersenyum begitu manis hanya dengan mengingat wajah perempuan itu. Dia benci, kala Deva menyebut nama perempuan itu dengan begitu hangat dan lembut."Kayaknya, kami nggak jadi makan di sini. Aku harus pulang," kata Intan yang langsung berdiri dan menarik lengan temannya untuk pergi."Ntan! Kok malah pergi? Aku udah laper banget, loh!" protes teman yang bersamanya."Kita makan di rumahku aja.""Tapi, aku udah terlanjur pesan.""Biarin aja. Yuk, kita pergi!"Dengan cepat, Intan menarik lengan temannya untuk segera pergi dari sana. Tak ia hiraukan, teriakan Keenan yang menanyakan dia hendak pergi kemana."Edan si Intan. Bisa-bisanya, dia udah pesan makanan tapi malah ditinggal pergi," sungut Keenan kesal."Berarti, Lo yang harus bayar!" sahut Deva tertawa."Lah, kok malah gue?""Terus, siapa?" Deva mengangkat sebelah alisnya. "Ka
last updateLast Updated : 2024-06-01
Read more
PREV
1
...
910111213
...
22
DMCA.com Protection Status