Home / Pernikahan / Dinikahi Calon Kakak Ipar / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Dinikahi Calon Kakak Ipar: Chapter 1 - Chapter 10

42 Chapters

Prolog

Memang, dekorasi resepsi walimatul urs yang berlangsung amatlah megah. Bahkan wanita itu merasa bak Ratu yang menikmati hari bahagia dengan pangerannya.Sayang, angan wanita itu terlalu jauh dan berlebihan.Hingga"Mas El, nggak ada di kamar." Seorang wanita tampak sedikit gusar, namun wajahnya berusaha tenang. Sesekali melirik seorang wanita yang masih mematut dirinya di depan cermin."Sam!"Panggil seorang pria dengan jas hitam yang terbalut di tubuh atletisnya. "Iya Pak." Seorang pria muncul dari balik pintu, lantas berdiri tegak dan mengambil sikap siap menerima tugas apapun."Cari tau dimana Elan Yamamoto berada!"Oh bagaimana nasib seorang wanita yang menjadi pengantin dari pria yang bernama Elan Yamamoto itu? Hanya bisa terpaku di tempatnya.Hingga dua jam berlalu, tidak ada tanda-tanda kedatangan pengantin pria.Akhirnya dua orang yang saling terdiam itu, bicara."Aku akan menikahimu sampai bayi itu lahir.”Safir Faiha, wanita yang hari ini akan menikah dengan pria yang berna
Read more

Hukuman

“Kenapa kau menikahiku?” tanya seorang gadis lagi entah untuk ke berapa kali. Rasanya, mendengar jawaban dari pria berwajah sedatar tembok beberapa waktu lalu masih belum memuaskannya.“Aku nggak suka ngulang perkataanku.”Safir menghela nafas, tangannya memindahkan guling ke tengah-tengah, lalu ia menepuk-nepuk bantal dengan pelan.“Hanya gara-gara anak ini?” Safir kembali bersuara, ia mengelus pelan perutnya yang masih rata. Kaca-kaca di bola matanya menggenang. Rasa sesal bercampur marah kembali menyeruak dadanya. Apalagi begitu siluet wajah seseorang berkelebat dalam pikirannya.“Kenapa kau nggak membiarkan aku membuangnya?” Safir menyeka wajah. Kepalanya ia tolehkan ke arah jendela, tepat di mana pria yang sekarang berstatus sebagai nahkoda rumah tangganya berdiri.Pria itu menoleh dengan tatapan yang menjurus langsung ke netra milik Safir. Ia berjalan ke arah meja dan menggesek tembakau miliknya yang tinggal setengah di sana. Bukan kebiasaannya menghisap benda itu, namun karena
Read more

Wanita Jalang

Sonia berjalan mondar-mandir dengan bibir merahnya yang ia gigit. Wajahnya seperti menahan sesuatu. Sesekali kakinya ia hentakkan ke lantai.“Setan apa yang merasuki keponakanku, sampai dia mengatakan hal seperti tadi?” tanyanya geram.“Safir, awas saja wanita jalang itu, nggak akan aku biarkan hidup bahagia di sini.”Sonia mengambil ponselnya di atas nakas, tangannya bergulir mencari kontak seseorang. Dengan cepat, ia menekan tombol Calling, hingga terdengar suara dari seberang.“Cepet ke kamar Ibu!” titahnya. Ternyata Sonia menelpon anaknya sendiri. Ia terlalu malas untuk memanggil langsung ke kamar putrinya yang berada di lantai dua paling ujung itu.“Apa sih Bu? Aku udah ngantuk ini, mau tidur,” keluh Emira yang sudah memakai piyama tidurnya. Wajahnya putih seperti tepung karena masker wajah yang ia kenakan.“Kei mengusir Ibu.”“Hah? Mas Kei, ngusir Ibu? Gimana bisa?” Emira memelototkan matanya. “Gara-gara jalang itu. Dia pasti ngadu sama Kei.”“Astaga Bu, kita nggak bisa biarin
Read more

Awas Kamu Safir!

Safir terus terngiang perkataan dokter tadi. Ia melirik ke arah sang suami yang masih fokus menyetir. Namun, kembali ke arah lain saat menyadari Kei menoleh ke arahnya.“Kenapa?” tanya Kei.Safir menggeleng. Ia tidak ingin membahas apapun dengan suaminya. Tiba-tiba ia merasa malu. Jangan sampai, anaknya meminta hal aneh-aneh dan membuat dirinya mati kutu di depan Kei.“Ya Allah, ngiler aku ngeliat rujak.” Safir menggigit bibirnya begitu melewati deretan penjual di pingir jalan. Dan yang menjadi fokus perhatiannya adalah penjual rujak.“Kenapa berhenti?” tanya Safir begitu Kei menghentikan laju kendaraannya.“Kamu pengen rujak?”“Hah? sejak kapan? Nggak.” Safir berkilah, ia membuang wajah ke samping. “Kamu mau ngajarin anakmu pinter bohong huh?” pertanyaan tajam dan pedas itu mengusik Safir, ia menoleh dengan cepat ke arah Kei. “Ibu mana yang tega ngajarin anaknya yang nggak baik?” sentaknya dengan suara naik satu oktaf. Kei mengerti, sang istri mendadak emosi.“Aku cuma tanya tadi.
Read more

Pemainan

Sonia menggeram seperti kerbau yang kebelet buang air. Bibirnya tampak menggerutu. Kejadian beberapa menit lalu membuat wajahnya benar-benar malu, apalagi Kei mengabaikannya. “Emira, kenapa kamu cuma diam aja tadi huh?”“Habisnya Emira takut, kalau ada Mas Kei," cicit Emira dan langsung duduk di ranjang sang Ibu.“Tapi ‘kan setidaknya kamu cari cara biar Safir yang disalahkan. Ini, Ibu yang malu dan Kei pasti benar-benar akan mengusir kita.”“Tenang aja Bu, nggak bakal. Kita berlindung di bawah Mas El.”“Ini rumah Kei, bukan rumah El.”“Tapi ‘kan, siapa yang tau di masa depan rumah ini akan jatuh ke tangan Mas El.”“Aku harap gitu. Tapi nyatanya, pria playboy itu sibuk dengan wanita-wanita di luar sana. Bagaimana bisa ngelola perusahaan. Aku udah sakit kepala rasanya. Em, kapan kamu selesaikan tesismu? Cepatlah terjun ke perusahaan."“Masih proses Bu. Sabar, hanya menunggu waktu aku bisa menduduki posisi menejer perusahaan.”“Iya kalau Kei ngasih kamu jabatan itu.”“Mas Kei pasti nga
Read more

Ternoda

Safir meringis sendiri saat melihat tampilan Mie kuah buatan suaminya. Padahal, beberapa menit lalu dirinya merasa menggebu-gebu ingin menikmati makanan yang terbuat dari adonan tepung dan tanpa serat sama sekali itu. Tapi kini, entah mengapa selera makannya hilang. “Makan.” Suara baritone Kei terdengar memerintah. Pria itu bersidekap dan menatap mangkok Mie dan istrinya bergantian. “Tiba-tiba aku kenyang,” aku Safir jujur. Ia tidak ingin jika memaksakan makan, khwatirnya malah menuangkan isi perutnya keluar. “Aduh anakku, ayolah. Jangan buat Ibu malu,” batin Safir dalam hati. Ia menunduk saja karena ia merasa benar-benar tidak ada minat lagi. Mungkin dedek yang didalam tengah mencoba membuatnya malu. Sedangkan Kei menggeram tertahan. Matanya memicing ke arah istrinya. 
Read more

Rencana Jahat

Safir termenung di halaman belakang yang memperlihatkan betapa luas hamparan rumput nan hijau yang bisa di gunakan sebagai lapangan golf. Juga kolam renang yang tidak jauh dari tempatnya duduk. Suara merdu air mancur menenangkan telinganya. Aroma anggrek bulan menyeruak melalui hidung mancungnya. Perlahan, tangannya mengusap perut. Ketika sendiri, selalu saja penyesalan datang. Hatinya tak pernah urung menangisi masa lalu. Jika saja, dirinya tidak bertemu El. Jika saja, dirinya tidak mudah percaya pada Edward. Jika saja, ah sudahlah. Nasi sudah menjadi bubur. Rintik gerimis terlanjur jatuh. Semuanya, tidak akan pernah bisa berbalik lagi.Safir berdiri dari posisi duduknya. Kakinya terasa gatal untuk menyentuh air kolam yang membiru. “Wah, enak ya. Serasa jadi nyonya besar di rumah. Cuma santai-santai, dapat duit, makan enak, nggak usah kerja.” Suara seseorang yang muak untuk ia dengarkan. Safir abai saja membuat Sonia mengepalkan lengan.“Heh!” Sonia membalik tubuh Safir dengan kasa
Read more

Tenggelam

Sebuah ruangan berpendingin itu semakin panas, saat seorang wanita dengan rambut blonde miliknya mencoba menggoda seorang pria. Tangan nakal wanita itu menjulur dan mengusap pelan wajah sang pria, namun dengan segera pria yang tak lain adalah Keiji Salim Yamamoto menepis lengan Fika, wanita yang rela menjajakan dirinya kepada seorang pengusaha kaya.Padahal, rencananya ia tidak ingin datang ke kantor. Tapi, laporan dari Sam membuatnya terpaksa harus ke sana dan menemui seseorang yang –ah jika boleh menyebutnya ular genit- mungkin Kei akan menjulukinya demikian.“Hehe.” Fika meringis karena tangannya di tepis dengan kasar. “Kamu nggak rindu belaianku Mas?” tanyanya.Kei tersenyum dingin, mata elangnya menatap tajam ke arah Fika – yang katanya teman Safir, walau ia meragukannya- melihat kelakuannya yang berani saat ini.“Jangan hinakan dirimu di hadapan seorang pria Fika!” gertak Kei. “Ka
Read more

Pulpen

Wajah Safir sudah memucat, bahunya bergetar. Ia takut, jika yang tengah berdiri di belakangnya adalah Edward atau Elan, dua pria yang sangat dibencinya hingga ubun-ubun. Ia menoleh, mulutnya sedikit terbuka begitu melihat siapa yang tengah menatapnya tajam.“M-mas, gimana bisa kamu?” Safir mengernyit bingung, ia tidak memberitahu pria ini bahwa dirinya berkunjung ke Bogor. “Disini?” lanjutnya.“Bodoh,” umpat Kei hingga telinganya begitu peka mendengar derap langkah mendekat ke rumah yang pantas di sebut gubuk tua itu. Dengan gerakan cepat, ia merengsek ke arah istrinya lalu membekap mulut itu dan seketika menyeretnya ke pintu belakang.“Mas, siapa tadi?” tanya Safir sedikit khawatir dan juga takut. Ia melihat wajah suaminya begitu tegang, walau sekian detik kemudian meluruhkan ekspresi itu.“Diem!” titahnya tak terbantah. Safir mengatupkan mulut, menahan nafas, dan mengatur detak jantung. Ya, saat ini organ tubuh yang letaknya di dada itu seperti tengah mengejeknya karena bergetar tak
Read more

Rujak

“Nggak ada lagi yang berharga. Semuanya cukup terekam di sini,” ucap Safir mengelus dada, dengan nada melankolis. Membuat Kei berdecak. “Kamu bukan aktris, jelek akting kayak gitu.” Safir hampir saja memaki mulut yang sepertinya sudah di campur dengan Boncabe level tinggi itu. Tapi, ia sadar, itulah suaminya. Jadi-jadian entahlah. Semoga bukan jelman setan saja, karena kemarin Safir sempat mengira Kei adalah ustadz. “Kamu tau apa yang di cari Elan?” tanya Kei dengan tatapan mengintimidasi. Safir yang mengerti raut penasaran itu, segera membuang wajah dan berjalan ke arah kamarnya. Mengulur waktu untuk menjawab. “Mana ku tau. Aku aja kaget, dia datang ke sini. Untuk apa juga.” Safir berucap sambil membuka lemarinya alih-alih berkilah dengan kata-kata.  Kei tidak bertanya lagi, memb
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status