Share

Ternoda

Penulis: Najma A
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Safir meringis sendiri saat melihat tampilan Mie kuah buatan suaminya. Padahal, beberapa menit lalu dirinya merasa menggebu-gebu ingin menikmati makanan yang terbuat dari adonan tepung dan tanpa serat sama sekali itu. Tapi kini, entah mengapa selera makannya hilang.

 

“Makan.” Suara baritone Kei terdengar memerintah. Pria itu bersidekap dan menatap mangkok Mie dan istrinya bergantian.

 

“Tiba-tiba aku kenyang,” aku Safir jujur. Ia tidak ingin jika memaksakan makan, khwatirnya malah menuangkan isi perutnya keluar.

 

“Aduh anakku, ayolah. Jangan buat Ibu malu,” batin Safir dalam hati. Ia menunduk saja karena ia merasa benar-benar tidak ada minat lagi. Mungkin dedek yang didalam tengah mencoba membuatnya malu.

 

Sedangkan Kei menggeram tertahan. Matanya memicing ke arah istrinya.

 

“Kamu ngerjain aku? Kamu nggak bener-bener pengen makan Mie ‘kan?” tanya Kei yang mendudukkan diri di kursi tepat di samping istrinya. Safir menggeleng kuat dengan dugaan Kei. 

 

“Aku tadi pengen, tapi sekarang nggak mau lagi. Kamu tau ‘kan faktor ini,” tunjuk Safir pada perutnya yang belum buncit sama sekali. Kei mengikuti arah pandang sang istri, lalu mendesah pelan. 

 

“Hei jagoan, kamu ngerjain Ayah ya?” tanya Kei dan mendekatkan telinganya ke perut Safir, reflek membuat wanita itu menahan kepala suaminya, terkejut.

 

“Lepas, kepalaku,” ucap Kei dingin.

 

“E-eh maaf Mas.”

 

Hati Safir sedikit menghangat mendengar apa yang dikatakan Kei barusan. Ayah? Apakah pria itu dengan senang hati menjadi Ayah untuk bayinya? 

 

“Emang kamu tau dari mana dia laki-laki? Kemarin pas di USG belum keliatan jenis kelaminnya.”

 

Kei mendengkus, berbicara dengan Safir entah mengapa akhir-akhir ini terasa menyebalkan. Tapi, diam-diam ia merasa lega karena wanita itu tidak lagi mengungkit dan bertanya tentang alasan apa lagi yang melatarbelakangi dirinya menikahi wanita itu.

 

“Itu harapanku,” ucap Kei dan kini menatap nanar Mie di depannya. Ia paling tidak suka melihat makanan terbuang-buang. Masih banyak orang-orang diluar sana tidak bisa makan walau sesuap nasi, apalagi Mie.

Safir melebarkan mata saat ia melihat Kei memasukkan Mie ke dalam mulut. Ia pikir pria itu bakal membuangnya. Pantas saja, Sonia tadi malam mengadu pada Kei jika dirinya membuang-buang makanan, ternyata pria itu memang cenderung tipe orang yang sayang jika tidak menghabiskan makanan yang ada.

 

“Mau?” tawar Kei yang sedari tadi merasa diamati istrinya. Safir hanya terdiam. Membuat Kei menjulurkan sendok berisi Mei ke depan mulut Safir.

 

“Nggak,” tolak Safir. “Mas aja yang makan.”

“Beneran? Awas kalau sampe liuran.” Memang ya, kalau mulut sudah pedas, dimana dan kapanpun akan tetap sama. Tidak ada lembut-lembutnya. Jika begini, lebih baik berduaan dengan Samyang daripada sama suaminya.

 

“Mas nggak kerja hari ini?”

 

“Nggak.”

 

“Mas, Edward itu …” Safir tidak melanjutkan, membuat Kei menatapnya dengan mulut penuh.

 

“Kenapa Edward?”

 

“Dia yang memperkenalkanku pada Elan.”

Kei tidak menanggapi, hanya menyeruput kuah Mie yang dirasa sangat menyegarkan. Setelah semua tandas, ia menyeka mulut dengan tisue. “Terus?”

 

Safir berjingkrak girang dalam hati, ternyata suaminya bukan termasuk pendengar yang buruk. “Dia yang juga udah jebak aku.”

 

“Tentang hal?”

 

Malam dimana Safir masih bisa merasakan pelukan sang Nenek. Temaram lampu ruang tamu membuat suasana senyap, hanya menyisakan suara-suara jangkrik dari luar. Sekali bersuara, hilang dan seterusnya. 

 

“Percaya sama mereka.” Itu suara seorang wanita renta yang membuatnya bertahan hidup hingga hari ini.

 

“Tapi Nek, aku takut, semua hanya cara mereka biar luluhkan hati Nenek.”Safir sedikit berbisik, lalu melirik ke arah Edward yang sedari tadi terdiam. Menunggu kegiatan diskusi antara Safir dan sang Nenek.

 

“Jelas-jelas mereka menujukkan suratnya. Segeralah tanda tangan.”

 

“Apa kami bisa mempercayai kalian?” tanya Safir penuh selidik. Edward tersenyum dengan lesung pipinya. Pria manis, tapi terlihat meragukan. 

 

“Kami memang tidak seterkenal perusahaan Yamamoto Grup, tapi setidaknya kami tahu cara bersikap terhadap klien kami.”

 

Sikap Edward saat ini jelas tengah merendah, untuk mengunggulkan diri. Sayangnya Safir terlalu polos untuk menyadari. Ia mencari kebenaran dari mata lelaki yang bahkan ia sendiri tidak begitu mengenalnya walau pernah menjadi Kakak kelasnya.

 

“Jadi, bisa kamu temuin Bos Elan?”

 

“Kapan?”

 

“Besok, pukul sembilan malam.”

 

“Kenapa harus malam? Aku nggak suka bepergian malam. Nenek juga nggak ada yang jaga.”

 

Safir melirik Neneknya yang tampak tenang. Tidak ada kekhawatiran sama sekali di raut wajahnya yang renta. 

 

“Temuin aja Nak. Biar urusannya cepat selsai. Nanti cepat juga pembangunan tempat ibadahnya. Nenek nggak mau buang waktu, pengen semuanya sudah ada sebelum Nenek benar-benar pergi.”

 

Mendengar perkataan sang Nenek, Safir mengelus lembut paha wanita tua yang sudah menjaga dan mendidiknya selama ini. “Nek, jangan  ngomong gitu. Safir jadi takut.”

 

“Takut kenapa? Nenek udah tua. Nggak pengen ngurusin hal-hal yang ribet. Yang penting, udah ada simpanan untuk dunia dan akhirat. Beres.”

 

“Baiklah, besok saya akan menemui Mas El.”

 

Safir mengenal El sudah beberapa bulan lamanya, seiring dengan intensitas kedatangan Edward yang meningkat. Hampir setiap hari, tujuannya satu. Mendapatkan sertifikat tanah milik Neneknya untuk proyek sang Bos. Sedangkan Elan, pria itu tidak pernah mengusik atau membahas sedikit pun mengenai tanah kepada Safir. Justru pria itu telah membuat dada Safir bergetar tidak karuan karena kebaikan dan kelembutannya. 

 

“Kamu udah yakin Fir?” tanya Elan dari seberang telepon.

 

“Yakin Mas. Aku tau Mas mungkin lelah menunggu untuk keputusanku ini. Tapi, semua ada alasannya.”

 

“Saya nggak pernah minta kamu untuk setuju. Kamu udah pikirkan semua risikonya?”

 

“Udah Mas. Insyaa Allah, ini juga amanat dari Nenek."

 

“Maaf ya Fir, kamu harus menemui saya malam-malam. Soalnya dari pagi sampai siang, saya ada agenda yang padat. Hingga jam sembilan baru bisa luang dan nemuin kemu membahas itu. Itu pun masih termasuk pekerjaan aku.”

 

“Iya Mas, nggak papa. Lagi pula, yang aku temui bukan orang asing. Tapi Mas El, yang udah nolongin aku.” 

 

“Jangan di ungkit lagi. Aku nggak mau kamu baik hati sama aku gara-gara peristiwa itu.”

Elan memang pernah menolong Safir, saat beberapa orang pria hendak merusak harga dirinya. Tapi dengan berani dan menantang, El menghabisi preman-preman bejat itu. 

Safir yang memang tidak terlalu dekat dengan banyak lelaki, seketika terpesona dengan kebaikan Elan. Apalagi setelah ia tahu Elan adalah pengusaha. Sangat jarang orang kaya begitu peduli pada orang biasa sepertinya. Sayang sekali, Safir tidak sadar jika ia sedang dimanfaatkan saat itu. 

 

Semenjak kejadian itu pula. Safir seolah merasa El adalah jodoh yang telah digariskan Tuhan untuknya. Mereka kerap bertemu walau tanpa rencana. Semisal saat acara sumbangan untuk bencana longsor di kampungnya, kegiatan kunjungan ke panti asuhan, juga saat Safir mengajar di TPA, laki-laki itu ternyata salah satu penyumbang untuk lembaga itu. Kagum dan semakin cinta setiap harinya yang tumbuh di hati Safir untuk seorang Elan Yamamoto.

 

Malam yang penuh taburan bintang itu Safir seolah merasa seperti wanita yang akan di lamar. Benar-benar romantis saat ternyata Elan mengajaknya makan malam di sebuah restoran outdoor yang terletak satu jam perjalanan dari kampungnya. Karena di kampungnya tidak ada restoran seperti ini, akhirnya El mengajar Safir untuk mencari restoran yang istimewa.

 

Setelah makan malam, akhirnya terjadi proses penandatanganan. Walau Safir, sesekali melirik minuman yang di pesan El yang jelas berbeda dengan minuman miliknya. Ia hanya wanita kampung, yang tidak mengerti cairan berwarna ungu itu apa. Ia kira hanya jus biasa. Ternyata bukan. 

 

“Mas El, kamu mabuk?” tanya Safir begitu mereka masuk ke dalam mobil. Safir merasa aman saja, karena Edward ada di sana juga.

 

“Kamu tau juga ya?” tanya Elan dengan tatapan tak biasa. Terkesan menggoda.

 

“Edward, kalian menginap di penginapan mana?” tanya Safir yang khawatir dengan keadaan Elan.

 

“Di sekitar sini juga," balas Edward datar.

 

“Ya udah antarkan aja Mas Elan ke penginapan, setelahnya baru antar aku. Kayaknya Mas Elan butuh istrirahat, dia kelelahan.”

 

Elan menatap intens wanita yang kini tengah meremas ujung jilbab dengan tatapan menjurus ke depan. Hasrat yang selama ini ia tahan rasanya sulit sekali untuk di kendalikan, apalagi sudah duduk bersebelahan dengan Safir yang wajahnya begitu cantik dan bersih walau bukan berasal dari kota. Benar-benar tidak terlihat seperti orang kampung. 

 

“Edward, aku pengen.”

 

Edward yang mengerti betul kebiasaan Bosnya mengangguk dan menepikan mobil di daerah yang sepi dan hanya terdapat pohon-pohon pinus yang berjejer. Safir mengernyit heran, saat Edward keluar.

 

“Ada apa?” tanyanya pada angin karen Edward sudah menutup pintu mobil kembali. Kepalanya lantas menoleh ke arah Elan yang kini menatapnya dengan tatapan sulit di artikan.

 

Elan perlahan menyentuh wajah Safir, membuat si empunya terlonjak. “Mas, aku nggak pernah diajarin kayak begini, haram hukumnya.” 

 

Elan tertawa pelan dengan kepolosan gadis kampung ini. Di saat seperti ini, masih bisa berbicara tentang keharaman. Biasanya, semua wanita yang ia temui saat sudah seperti ini akan lumer sendiri, lalu maju dan bergerak lebih dulu. Tapi, Safir beda. Gadis itu masih belum beprengalaman dan ini adalah kabar baik bagi Elan. Lempar satu batu dapat dua sekaligus. Memiliki tanah dan memiliki keperawanan. 

 

“Oh gitu ya.” Elan menggaruk hidungnya yang tak gatal. “Kalau gitu, mau aku ajarin?” tawarnya.

 

“Mas!” pekik Safir saat Elan memajukan wajahnya dan berhasil menempelkan bibirnya ke mulut Safir. Lalu melakukan gerakan pelan yang membuat darah Safir ikut mendidih.

 

“Aku mau keluar!” Safir sudah ketakutan. Ia tak menyangka Elan ternyata lelaki yang seperti itu. Kepercayaannya kali ini benar-benar luntur. Ia menatap garang ke arah pria yang senyum-senyum sendiri seperti psikopat itu.

 

Sayangnya, pintu mobil tidak mau terbuka. “Buka Edward!” pekik Safir dengan suara bergetar. Dapat ia lihat, Edward tetap diam di tempatnya tanpa mau melirik ke arah mobil.

 

“Ayo kita main Safir. Sama Mas. Tenang aja, ini pasti menyenangkan buat kamu yang pertama kali.”

 

“Nggak Mas!” tolak Safir keras. Seberapa cinta pun ia terhadap laki-laki itu, tidak akan pernah menyerahkan seincipun kehormatan dirinya. 

Elan terus merengsek dan memaksa, melucuti semua yang menempel padanya dan akhirnya, di bawah intipan dewi malam, semuanya telah direnggut paksa dari Safir oleh pria bernama Elan. Jadilah kini, Safir sebagai wanita ternoda.

 

“Edward kamu,” tunjuk Safir marah, ia sudah mengenakan pakaiannya lagi walau tidak serapi serbelumnya. Kerudungnya terlihat acak-acakan.

 

“Jangan kabur, akan aku antar pulang,” ucap Edward dingin dengan tatapan meremehkan.

 

“Aku nggak sudi semobil sama dia!”

“Ini udah malam, bahaya kalau jalan sendirian. Bisa-bisa kamu di perko-“

Edward tersenyum sebelah melihat raut wajah sembab, bahu bertetar, dan mata Safir yang berkilat-kilat. Malang sekali adik kelasnya ini, harus menjadi santapan Bosnya yang hanya sibuk memuaskan nafsu kelaki-lakiannya.

 

“Cukup!” sentak Safir dengan air mata yang sudah melumer. Ia tidak peduli lagi dengan keadaan sekitar, tujuannya adalah segera pulang.

 

Beberapa minggu kemudian, Safir merasakan ada sesuatu yang tak beres dengan tubuhnya. Ia sering merasa mual dan pusing juga tidak nafsu makan. Mengingat kejadian yang telah berlalu, Safir menggeleng. Tidak mungkin, ia benar-benar hamil setelah malam itu. Sayang sekali, perkiraannya ternyata melenceng. Setelah membeli alat kecil yang memanjang dari apotik, Safir harus dibuat tercengang. Air matanya luruh, ia terjatuh di kamar mandi umum. Semua harapan dan mimpi-mimpinya hancur, termasuk bayangan dirinya bisa menikahi Elan.

 

“Kamu harus tanggung jawab Mas! Kamu yang telah melakukan ini semua. Setidaknya, sampai anak ini lahir!” Safir dengan berani mendatangi penginapan Elan. Itu pun karena memaksa Edward menyebutkan alamatnya dan ternyata pria sok manis tapi munafik itu mau menuruti. Dan benar, pria bernama Elan itu masih singgah di sana.

 

“Akan aku pikirkan.”

 

Edward yang mendengarnya terkejut bukan main. Biasanya ketika selesai main dan walau pun ada wanita yang meminta pertanggung jawaban, Elan tidak pernah berbicara seperti itu. Pasti langsung mengusir wanita itu dan memberinya segepok dollar.

 

“Mas, kamu tega. Aku kira, kamu adalah laki-laki yang baik.”

 

“Aku minta maaf Safir. Aku saat itu mabuk.”

Entah,  poker face yang Elan tunjukkan, membuat Safir jelas tak bisa menebak apa isi pikiran lelaki itu. Benarkah itu permintaan maaf dari hati? Dan benarkah saat itu Elan melakukannya karena benar-benar mabuk? Entahlah.

 

“Tapi, kamu nggak seharusnya begitu Mas.”

Elan mengisyaratkan lewat matanya agar Edward pergi dari sana. Laki-laki yang statusnya sebagai asisten pribadi Elan itu hanya mengangguk.

 

“Mas, aku hanya hidup dengan Nenekku. Apa kata orang kalau kami nanti di hina masyarakat karena tiba-tiba bunting tanpa tau siapa Ayah dari jabang bayi ini.  Dan kemana pula aku akan mencari nafkah untuk menghidupi anakku?”

Safir memang tengah mengemis saat ini, tapi ini bukan kemauannya. Hanya demi sang anak. 

 

“Emangnya aku peduli,” batin Elan. Tapi, kali ini ia tidak ingin bertindak gegabah dengan memberi Safir imbalan pundi-pundi rupiah. Ia sangat yakin, wanita seperti Safir tidak menginginkan itu. Hanya tinggal beberapa hari, semua aset tanah akan sah berpindah ke tangannya. Walau sudah mendapat tanda tangan itu, tetap saja kepemilikan bisa jadi tidak jadi terambil alih. Sudah capek-capek ia berusaha, malah gagal total nantinya.

 

“Aku nggak butuh apapun. Cuma kamu Mas. Aku pengen sampai anak ini lahir, ada Ayah yang menemaninya.”

 

Elan memejamkan mata. Bukan dirinya, jika merasa kasihan dengan seorang wanita. Tapi, memang benar, Safir berbeda dengan wanita yang datang kepadanya. Tidak suka rela memberikan kehormatan, tapi ia paksa.

 

“Aku akan menikahimu.”

 

“Sampai kepemilikan itu benar-benar berpindah ke tanganku,” batin Elan dengan seringai licik di wajahnya.

 

“Sebenarnya, aku di perkosa Mas sama Elan.”

Kei menatap lekat-lekat wajah wanita di sampingnya yang kini sudah meneteskan bulir bening di pipinya. Bahunya bergetar, tangannya menyeka kasar sudut matanya.

 

“Apa aku masih sehina itu, ketika kamu tau kebenarannya?”

 

“Gimana aku bisa percaya?”

 

Safir tertawa dalam hati. Ternyata percuma juga menceritakan semuanya pada Kei. Laki-laki itu justru tidak percaya. Sakit sekali rasanya. 

 

“Terserah mau percaya atau nggak. Aku di sini hanya butuh keadilan. Aku ingin pertanggung jawaban. Aku ingin Ayah untuk anak ini. Tidak ada yang aku inginkan selain itu.”

 

Diam-diam tangan Kei terkepal di bawah. Ia ingin menggebrak meja, hanya saja di sana ada Safir yang pasti bakal terkejut melihat reaksinya. Tunggu saja Elan, kita lihat aku atau kamu yang akan hancur, batin Kei.

 

 

Kalau lanjut, jangan lupa berlangganan ya? Insyaa allah bakal up sering kalau kalian langganan dan cerita ini acc kontrak, doain yaa🤭

Bab terkait

  • Dinikahi Calon Kakak Ipar   Rencana Jahat

    Safir termenung di halaman belakang yang memperlihatkan betapa luas hamparan rumput nan hijau yang bisa di gunakan sebagai lapangan golf. Juga kolam renang yang tidak jauh dari tempatnya duduk. Suara merdu air mancur menenangkan telinganya. Aroma anggrek bulan menyeruak melalui hidung mancungnya. Perlahan, tangannya mengusap perut. Ketika sendiri, selalu saja penyesalan datang. Hatinya tak pernah urung menangisi masa lalu. Jika saja, dirinya tidak bertemu El. Jika saja, dirinya tidak mudah percaya pada Edward. Jika saja, ah sudahlah. Nasi sudah menjadi bubur. Rintik gerimis terlanjur jatuh. Semuanya, tidak akan pernah bisa berbalik lagi.Safir berdiri dari posisi duduknya. Kakinya terasa gatal untuk menyentuh air kolam yang membiru. “Wah, enak ya. Serasa jadi nyonya besar di rumah. Cuma santai-santai, dapat duit, makan enak, nggak usah kerja.” Suara seseorang yang muak untuk ia dengarkan. Safir abai saja membuat Sonia mengepalkan lengan.“Heh!” Sonia membalik tubuh Safir dengan kasa

  • Dinikahi Calon Kakak Ipar   Tenggelam

    Sebuah ruangan berpendingin itu semakin panas, saat seorang wanita dengan rambut blonde miliknya mencoba menggoda seorang pria. Tangan nakal wanita itu menjulur dan mengusap pelan wajah sang pria, namun dengan segera pria yang tak lain adalah Keiji Salim Yamamoto menepis lengan Fika, wanita yang rela menjajakan dirinya kepada seorang pengusaha kaya.Padahal, rencananya ia tidak ingin datang ke kantor. Tapi, laporan dari Sam membuatnya terpaksa harus ke sana dan menemui seseorang yang –ah jika boleh menyebutnya ular genit- mungkin Kei akan menjulukinya demikian.“Hehe.” Fika meringis karena tangannya di tepis dengan kasar. “Kamu nggak rindu belaianku Mas?” tanyanya.Kei tersenyum dingin, mata elangnya menatap tajam ke arah Fika – yang katanya teman Safir, walau ia meragukannya- melihat kelakuannya yang berani saat ini.“Jangan hinakan dirimu di hadapan seorang pria Fika!” gertak Kei. “Ka

  • Dinikahi Calon Kakak Ipar   Pulpen

    Wajah Safir sudah memucat, bahunya bergetar. Ia takut, jika yang tengah berdiri di belakangnya adalah Edward atau Elan, dua pria yang sangat dibencinya hingga ubun-ubun. Ia menoleh, mulutnya sedikit terbuka begitu melihat siapa yang tengah menatapnya tajam.“M-mas, gimana bisa kamu?” Safir mengernyit bingung, ia tidak memberitahu pria ini bahwa dirinya berkunjung ke Bogor. “Disini?” lanjutnya.“Bodoh,” umpat Kei hingga telinganya begitu peka mendengar derap langkah mendekat ke rumah yang pantas di sebut gubuk tua itu. Dengan gerakan cepat, ia merengsek ke arah istrinya lalu membekap mulut itu dan seketika menyeretnya ke pintu belakang.“Mas, siapa tadi?” tanya Safir sedikit khawatir dan juga takut. Ia melihat wajah suaminya begitu tegang, walau sekian detik kemudian meluruhkan ekspresi itu.“Diem!” titahnya tak terbantah. Safir mengatupkan mulut, menahan nafas, dan mengatur detak jantung. Ya, saat ini organ tubuh yang letaknya di dada itu seperti tengah mengejeknya karena bergetar tak

  • Dinikahi Calon Kakak Ipar   Rujak

    “Nggak ada lagi yang berharga. Semuanya cukup terekam di sini,” ucap Safir mengelus dada, dengan nada melankolis. Membuat Kei berdecak.“Kamu bukan aktris, jelek akting kayak gitu.” Safir hampir saja memaki mulut yang sepertinya sudah di campur dengan Boncabe level tinggi itu. Tapi, ia sadar, itulah suaminya. Jadi-jadian entahlah. Semoga bukan jelman setan saja, karena kemarin Safir sempat mengira Kei adalah ustadz.“Kamu tau apa yang di cari Elan?” tanya Kei dengan tatapan mengintimidasi. Safir yang mengerti raut penasaran itu, segera membuang wajah dan berjalan ke arah kamarnya. Mengulur waktu untuk menjawab.“Mana ku tau. Aku aja kaget, dia datang ke sini. Untuk apa juga.” Safir berucap sambil membuka lemarinya alih-alih berkilah dengan kata-kata.Kei tidak bertanya lagi, memb

  • Dinikahi Calon Kakak Ipar   Spy

    Dua hari terlewati oleh dua orang pasangan suami istri itu di Bogor dengan Safir yang merasa sangat bosan karena harus tinggal sendirian di hotel. Bagaimaana tidak, Kei lebih sibuk diluar daripada menghabiskan waktu bersama istrinya. Maklum, memang itulah tujuan pria itu ke kota ini. “Aku nggak bisa langsung pulang ke rumah,” ucap Kei begitu mobilnya berhenti tepat dihalaman rumah besar miliknya. Safir hanya mengangguk, tidak ingin menanyakan apapun. Lalu membuka seatbelt dengan kondisi wajah di tekuk. Saat hendak membuka pintu, lengannya ditahan. “Kamu kenapa?” tanya Kei. “Nggak papa Mas," balas Safir. Namun, wajahnya tampak di tekuk. “Jangan ajarin anakmu untuk bermuka masam," hardik Kei. “Emang kamu nggak?” Safir menaikkan satu aslinya, kini menatap sang suami kesal. Selalu saja yang jelek-jelek ditimpakan padanya “Emang iya?” Kei memindai wajahnya sendiri di spion tengah, mengusap-usap jambangnya yang tidak terlalu lebat. Safir tertawa melihat wajah polos Kei saat ini.

  • Dinikahi Calon Kakak Ipar   Iblis

    Benda persegi yang tergeletak di atas meja berbunyi, membuat konsentrasi Kei pecah seketika. Sam yang melihatnya hanya berdehem pelan, ia hafal kebiasaan Tuannya yang tidak suka di ganggu. Tapi kabar baiknya, Kei tidak pernah membabi buta atau melampiaskan amarahnya pada orang lain saat ia merasa kesal.Kei mengusap wajah dengan sambil menghembuskan nafas kasar. Matanya terlihat bertanya-tanya mengapa istrinya yang jarang memberi kabar kecuali penting itu menelpon. Ayolah, ini adalah perdana bagi mereka.“Kenapa?” tanya Kei setelah menjawab salam.Terdengar balasan dari seberang, "ada seseorang.”“Siapa?” tanya Kei mendadak wajahnya muram, ia merasakan suara sang istri bergetar.“Aku nggak tau."Kei menghembuskan nafas. &ldq

  • Dinikahi Calon Kakak Ipar   Rasa

    Kei membuang pandangan, telapak tangannya mengepal seraya membanting setir. Perkataannya barusan sungguh tidak mencerminkan dirinya sebagai seorang pria yang mampu melindungi wanitanya. Inilah yang sedari dulu ia takutkan. Harus membahayakan satu orang belum lagi di tambah satu nyawa tak berdosa. Semua akan habis karena dirinya.Di persimpangan empat, ia belok ke kiri, memasuki sebuah komplek perumahan yang terlihat dari dekorasi bangunannya begitu menawan.Kei jalan cepat menuju kamarnya, tangannya membuka pintu dan terlihatlah sang istri sedang duduk meringkuk di ranjang. Semua jendela telah tertutup.Pria itu menghela nafas, menatap intens pada sang istri yang kini juga menatapnya.“Kamu nggak papa?” tanya Kei masih dalam posisi berdiri. Safir menggeleng, namun cairan bening di pelupuk matanya berjatuhan begitu saja.

  • Dinikahi Calon Kakak Ipar   Ingin Bekerja

    Pukul dua belas malam, wanita dengan perut mengembang yang sudah terlelap itu harus terusik karena mendengar suara pintu yang tertutup walau pelan. Ia mengucek mata, melihat ke samping kirinya, namun sang suami sudah tidak ada. “Kemana Mas Kei?” tanyanya. Namun, matanya terbuka sempurna saat mendengar keributan di luar. Langkah kaki membawanya menuju jendela. Tangannya menyibak tirai, penasaran mau pergi kemana suaminya tengah malam begini. “Bawa dia.” Suara Kei menggema dalam kelam malam. Safir semakin menajamkan mata. Terlihat ada satu mobil lagi selain mobil sang suami. Dua orang berpakaian hitam tampak mencekal tubuh seseorang yang mata dan mulutnya sudah tertutup kain hitam. "Siapa yang di culik oleh Mas Kei?" batin Safir bertanya-tanya. Ia sudah menduga jauh-jauh hari. Suaminya yang misterius yang cenderung dingin itu pasti menyimpan suatu hal. Terbukti, peristiwa di depannya kini, tampaknya menjadi salah satunya. Safir masih fokus melihat kebawah hingga tak disadarinya seseo

Bab terbaru

  • Dinikahi Calon Kakak Ipar   Akhir

    Negeri Jiran menjadi tempat yang kini dipilih oleh Kei dan juga Safir untuk melanjutkan hidup. Keduanya memilih meninggalkan segala kenangat pahit, walau ada juga diselingi kenangan indah disana, namun semuanya hanya ingin mereka kenang dan berharap tidak akan terulang lagi selamanya.Sejarah memang selalu terulang, tapi harapan keduanya adalah mengulangi sejarah yang indah. Terutama untuk keluarga mereka. Kei memulai bisnisnya kembali dari nol, ia sekarang bekerja di sebuah perusahaan di Malaysia dan mendapat posisi sebagai menejer.Safir juga hidup layak disebuah rumah yang tidak semewah rumah Kei terdahulu, namun ia merasa tenang dan tentram tanpa gangguan siapapun. Bahkan, kini ia sudah memiliki seorang putra yang tampan, mirip sekali dengan suaminya, Keiji. Putranya ia beri nama Anggara Putra Keiji. Nama yang juga sangat disukai suaminya.“Pekan depan Elan mau berkunjung ke rumah kita, katanya mau lihat keponakannya, gimana menurutmu sayang? apa aku n

  • Dinikahi Calon Kakak Ipar   Keluarga

    “Insyaa allah, Evan kuat Mas, dia pasti akan bertahan untuk berbaikan sama kamu lagi, kembali seperti dulu,” ujar Safir lembut ia duduk tepat disamping suaminya yang menutup wajahnya dengan tangan dan sikunya yang terpangku dikedua lututnya. Ini bukan kali pertama Kei merasa kehilangan, setelah Ayah, kemudian disusul Ibunya dan kini adiknya.Ia kira dengan mengikuti semua titah dari Kakeknya dan dengan berkuasanya ia di dalam perusahaan, kejadian seperti ini tidak akan terjadi lagi. Namun tetap saja, semua terjadi dan inilah takdir untuk keluarganya. Elan adalah satu-satunya keluarga yang ia miliki.Aoshi berdiri tidak jauh dari dua orang suami istri itu. Ia menatap prihatin kearah Kei, ia juga turut sedih karena tindakan Elan yang bebahaya dan membahayakan nyawa, ia bahkan tidak menduga pria bajingan itu akan memberikan nyawanya untuk melindungi Kei. Padahal, setahunya hubungan Elan dan Kei sedang tidak baik-baik saja.“Safir, dia keluar

  • Dinikahi Calon Kakak Ipar   Terbunuh

    “Seorang Alexander tidak benar-benar mempercayaimu Edward, mereka akan membunuhmu perlahan. Seharusnya yang kau hancurkan adalah mereka,” ucap Elan berjalan mendekat ke arah Edward agar pria itu mengurunkan niatnya dan tidak buta karena ambisi pribadinya. Sementara pria dengan jas hitam dan bergaya rambut top knot itu terkekeh, bahkan meringis senang karena bisa mengubah posisi antara dirinya dan atasannya dimasa lampau. Dunia memang berputar, ia sudah percaya dari sejak lama pepatah itu, hanya saja ia perlu sabar dan terus berusaha.“Apa kamu tahu Elan, kakakmu bukan hanya pembunuh berdarah dingin, tapi dia binatang yang tidak seharusnya hidup di dunia ini. Dia telah membunuh banyak orang dengan tangannya. Sekarang, apa kamu membelanya karena Alex sudah tidak percaya padamu lagi Elan?” sindir Edward dengan nada meremehkan. Matanya menyalang dengan kaca-kaca, ia merasakan betapa pahitnya kehidupannya selama ini dikejar-kejar rentenir, dikejar polisi pu

  • Dinikahi Calon Kakak Ipar   Pelabuhan

    “Jadi, kamu benar mau menipuku Safir?” Edward menyeringai, dalam sedetik ia sudah menyudutkan Safir ke dinding dan menatapnya tajam.“Kenapa kamu berubah pikiran hah? apa kini kamu sudah mencintai suamimu yang jahat itu? atau kini kamu sudah bermimpi untuk menguasai hartanya?” geram Edward. Tangan pria itu merembet untuk mencekik Safir.Brak!Pintu besar yang terbuat dari kayu itu terbuka, Elan berada disana dan langsung mengeluarkan tinjunya kearah Edward.“Bos, kenapa kamu disini?” Edward terkejut.“Safir, pergilah.” Elan menatap Safir menyuruh wanita itu pergi. Sedangkan Safir yang masih terkejut menggeleng tidak percaya, bagaimana bisa Elan berada disini dan malah memihak padanya?“Safir! tunggu apa lagi, cepat bawa dokumen-dokumen itu dan pergi dari sini!” teriak Elan menggema diruangan kedap suara itu. Edward yang hendak menarik tangan Safir, tidak mampu karena Elan mendorongn

  • Dinikahi Calon Kakak Ipar   Pertemuan Safir dan Edward

    "Kei kamu mau pergi?" Mata Sonia berkaca-kaca, tangannya mengelus lengan keponakannya yang selama ini telah menampungnya.Kei mengangguk, "iya, aku minta maaf jika selama ini, belum bisa menjadi anak yang baik bagimu. Belum bisa menjadi Kakak yang baik untuk Emira dan Nania."Sonia menatap lekat-lekat wajah Kei, tangannya kini menangkup wajah pria itu. Laki-laki kecil yang dulu pernah ia rawat setelah kepergian saudaranya. Kini ternyata sudah menjelma menjadi pria dewasa. Namun, kehidupannya tidak berjalan selalu mulus. Sonia sangat tahu, Kei selalu berurusan dengan dunia hitam yang tidak tahu kapan akan berakhir.Sedari awal, ia mendukung semua apapun yang dilakukan Kei. Selama dirinya bisa mendapat perlindungan dan tumpangan. Ia tidak ingin bernasib sama dengan Ayah maupun Ibu Kei yang menentang Kakeknya, Sugi Yamamoto. Ia ingin hidup kaya dan bahagia. Wajar, jika dirinya selama ini, sangat tidak suka dengan kedatangan Safir yang bisa jadi merebut harta yang selama ini ia idamkan da

  • Dinikahi Calon Kakak Ipar   Saudara Sedarah

    Safir yang sudah terbebas dari Edward, menghela nafas lega. Bukti yang kini di tangannya ia apit kuat-kuat, jangan sampai ada yang mengambil, karena ia takut justru akan berakibat fatal nantinya.Baru saja keluar dari kantor polisi, saat ia hendak mencari taksi, tangannya ada yang mecekal tiba-tiba. Bahunya dipeluk dari belakang, sebuah lengan kekar, melingkar di lehernya. "Jangan banyak gerak, ikuti aja kemana aku membawamu.""Siapa kamu?!" sentak Safir, berusaha melepaskan diri. Namun, kungkingan pria itu terlalu kuat. Akhirnya dengan jantung berdegup, ia pasrah saja."Berani berteriak, aku akan memenggal lehermu disini," ancamnya. Safir mengangguk, mencari aman sementara, juga ia ingin tau siapa pria yang kini menyeretnya ke dalam mobil."Kamu..." Safir kehabisan kata. Pria itu, adalah pria bertopi coboi yang pernah menemuinya di atas balkon. Kei sudah menceritakan padanya, jika pria bermata tajam dan berkulit vampir itu bernama Aoshi, tema

  • Dinikahi Calon Kakak Ipar   Pelaku 7 Tahun Silam

    Safir menutup mulutnya sendiri begitu rekaman yang di dapat dari daschcam mobil seseorang menangkap beberapa kejadian termasuk kecelakaan orang tuanya. Mobil itu terlihat bergerak hingga terdengar pecakapan pengemudinya.“Aku akan membunuh direkturnya, dengan tanganku sendiri.”Lalu kemudian mobil bergerak dengan kecepatan diatas rata-rata. “Aku akan mengahancurkan kalian semua!” geram seorang pria yang wajahnya terlihat jelas di kamera.Pria itu adalah Keiji Salim Yamamoto. Wajahnya masih khas asia timur. Matanya masih terlihat sedikit sipit dan tidak ada jambang yang menghiasi wajahnya. Potret pria itu ketika masih muda. Terlihat, Kei mengambil minuman beralkohol dengan botol mini, lalu meneguknya beberapa kali.Mobil itu semakin dilajukan dan secepat kilat menabrak sebuah mobil di depannya dengan sengaja. Namun sepertinya karena mabuk keseimbangan Kei terganggu begitu pula mobil yang ditumpanginya, hingga ketika a

  • Dinikahi Calon Kakak Ipar   Bukti

    Kei menyugar rambutnya sendiri bisa-bisanya iaupa jika di apartemen yang ditinggali olehnya tersimpan bukti-bukti mengenai kecelakaan orang tua Safir. Ia belum sempat memindahkan bukti-bukti itu ke tempat yang aman.Sepulang dari kediaman Sugi Yamamoto yang berakhir dengan dirinya yang mendapat ancaman bahwa semakin Kei memberontak, Sugi akan benar-benar melenyapkan orang-orang terdekatnya. Ia bergegas untuk segera sampai ke apartemennya.Setelah membuat laju kendarannya di atas rata-rata membelah jalanan kota. Kei akhirnya sampai di apartemen mewah bak hotel bintang lima tempat dimana ia tinggal sementara itu. Ia segera menaiki lift dengan dada bergemuruh dan pikiran yang berkecamuk. Berharap Safir tidak menemukan apa-apa di tempat tinggalnya.Saat Kei memeriksa laci di dekat ranjang, matanya membelalak. Dokumen-dokumen termasuk flashdisk yang ia simpan sudah menghilang. Semuanya. “Safir!” pekik Kei dengan suara berat.Ia segera menelpon Soni

  • Dinikahi Calon Kakak Ipar   Dada yang Bergetar

    Tidak membutuhkan waktu lama bagi Edward untuk mendapatkan bukti rekaman yang menunjukkan Elan telah membunuh seseorang. Pulpen mini itu ia masukkan ke dalam saku celana, memberi kecupan sebentar ke dahi Emira lalu berpamitan pergi dari kediaman Keiji Salim Yamamoto.Safir dan Kei yang tengah berada di apartemen namun terasa seperti hotel, kini mereka sedang menikmati makan malam mereka. “Mas, kira-kira kenapa ya Mas El ingin tahu target kamu selanjutnya?” tanya Safir.Kei yang sedang fokus dengan makanannya mendongak, ia memang cenderung sangat diam dan tenang jika sudah berhadapan dengan makanan. “Kamu lupa Fir? Aku nggak suka bicarain bisnis di meja makan,” ucap Kei datar. Safir hampir saja tersedak, pria itu tetaplah seorang Keiji Salim Yamamoto yang sedari awal ia temui bersikap dingin dan tidak suka terganggu.“Maaf,” ujar Safir, menunduk.“Bicarakanlah hal lain,” ucap Kei, bukan berarti ia

DMCA.com Protection Status