“Kenapa kamu tidak menjawabku?” tanya Prims sebab Arley hanya memberikan keheningan yang rasanya akan membekukan ruangan dan juga jatuhnya air hujan yang ada di luar.Prims menatap matanya, berharap pria itu menyangkalnya agar ia tak perlu memiliki kebencian padanya. Namun, bukan jawaban yang diberikan Arley, melainkan nihil suara yang menumbuhkan rasa jenuh bagi Prims.Dia menggerakkan kakinya, mengajaknya enyah dari hadapan Arley. Langkahnya terasa gamang saat dia tiba di luar ruangan. Kala tubuhnya hampir saja diguyur jatuhnya air hujan, dia berhenti saat panggilan Arley yang singgah di indera pendengarnya.“Primrose.”‘Barangkali dia telah memutuskan untuk menjawab,’ setidaknya begitu yang dipikirkan oleh Prims sehingga dia memutar tubuhnya. Manik mata mereka saling bertemu kembali, Prims bisa menjumpai badai yang besar di dalam iris kelamnya.“Primrose,” panggil Arley sekali lagi, tangannya mengarah ke depan, meraih Prims agar satu jarak lebih dekat kepadanya sebab tempias hujan
Baca selengkapnya