Ben lah yang membentur nisan salib berukuran tinggi itu. Dia mengaduh kesakitan karena memang lelaki itu seperti melayang akibat tendangan kaki seorang pria yang datang dari antah berantah dan menggagalkan rencana mereka untuk membuat Prims ternodai. Sedang Cal yang tadinya berada di dekatnya tiba-tiba tertarik menjauh, pria itu berteriak saat jatuh terperosok pada area pemakaman yang jauh lebih rendah. Prims meraba tanah di sekitarnya, jemarinya mendapatkan sebuah balok kayu yang dia akan dia gunakan sebagai senjata seandainya Matt, satu lelaki yang tersisa itu akan mendekat kepadanya. Tetapi itu tak berguna sebab Matt memiliki nasib yang sama dengan dua orang sebelumnya. âSIAL!â umpatnya setelah dia baru saja merasakan kepalanya beradu kuat dengan nisan tak jauh dari Ben berlutut dan mencoba bangkit. Prims masih tak bisa menemukan wajah pria yang menolongnya itu dengan jelas, matanya terhalang jarak, retinanya tak bisa mengenali siapa pria tinggi menjulang yang bergerak dengan pa
Sudah berapa jam Prims tak sadar? Rasanya sudah terlalu lama.Saat matanya terbuka, Ia menatap langit-langit kamar yang tidak asing, selimut yang hangat dan bau wangi ruangan yang memenuhi indera penciumannya. Ranjang ini, Prims juga tahu betul milik siapa. Ranjang milik Arley.Memutar ingatannya sebentar ke belakang, hal terakhir yang dia ingat di bawah mendung kelam dan hujan lebat saat itu adalah kedatangan Arley. Pria itu memberikan jasnya dan mengangkatnya pergi. Dan ke mana pemberhentiannya, bukankah Prims tak perlu bertanya akan di bawa ke mana dia?Ke tempat inilah jawabannya, kembali ke rumahnya.Ia meraba keningnya yang saat itu berdarah telah terbalut oleh kapas dan plester yang terasa nyaman. Luka yang dia terima pasti telah mendapatkan perawatan.Pakaiannya pun sudah bukan pakaian yang ia kenakan terakhir kali. Seseorang pasti menggantinya. 'Siapa yang melakukan ini semua?' tanyanya pada diri sendiri, matanya memandang jendela yang kelambunya masih terbuka. Tempias hujan
âBukan maksudku untuk membuatnya seperti ini, Primrose. Maaf,â ucap Arley dengan kepala yang tertunduk. Prims menatap kedua tangannya yang terkepal, suara baritonnya yang terbiasa tegas dan mengintimidasi sekarang tidak terdengar demikian. Prims tahu jika pria ini pun juga sedang berada pada fase dilema antara harus mengatakan kejujuran ataukah merahasiakannya dari Prims. âAku menikah denganmu bukan hanya karena ingin menebus kesalahan di masa lalu saja,â ucapnya perlahan mengangkat pandangan. âAku tahu kamu berada di keluarga yang tidak melihatmu dan memperlakukanmu dengan buruk,â katanya dengan alis tegasnya yang tertaut dan dibubuhi oleh rasa bersalah. âAku tidak ingin melihatmu tersiksa di sana sehingga mencari cara untuk membawamu pergi. Aku pikir, setidaknya dengan kamu hidup di sini bersamaku tidak akan membuatmu seperti itu lagi.â Prims tersenyum getir. Apa yang dikatakan oleh Arley tidak salah. Dia memang membawa Prims terbebas dari keluarga yang telah mematahkan hatinya b
Prims menghela napasnya dengan sedikit dalam sebelum dia kembali memandang Jodie, âKenapa dia tidak memintaku saja yang pergi dari rumah?â tanyanya yang membuat Jodie menunjukkan senyum, menunggu Prims selesai bicara. âKenapa dia yang harus pergi?ââTuan Arley bilang jika di luar sana belum tentu aman untuk Nona Primrose sehingga tuan membiarkan Nona ada di sini yang bisa dijamin keamanannya. Tuan hanya tidak ingin Nona seperti yang terakhir kali ditemukannya,â jawab wanita paruh baya yang mengenakan pakaian serba hitam dan rambut sebahu itu.Prims terhening selama beberapa saat sebelum tangan Jodie yang terasa hangat menyentuh punggungnya, âApakah Nona Primrose sekarang sudah baik-baik saja?âMelihat wajahnya yang tampak cemas membuat Prims dengan cepat memberinya jawaban dengan anggukan kepala, âIya, Bu Jodie.âWanita itu menunduk, menyembunyikan matanya saat Prims masih tak berpaling darinya, âSaya minta maaf kepada Nona Primrose, saya juga bersalah untuk sudah ikut merahasiakan pe
Prims melihat sesaat keraguan di mata Jayden, seperti pemuda itu sedang melakukan tindak kriminal dengan datang ke sini, yang jelas tidak mengatakannya pada Arley. âPak Arley,â katanya begitu panggilan mereka tersambung. Prims tidak mendengar suara Arley atau apa yang dikatakan oleh pria itu dari seberang telepon. Tetapi dia pasti menanyakan di mana keberadaan Jayden sekarang ini. âAku ada di rumah mamaku. Pak Arley ada perlu denganku?â Keheningan kembali terjadi selama beberapa detik sebelum Jayden kembali bersuara, âBaiklah, aku tutup panggilannya kalau begitu.â Panggilan mereka mati, Jayden meletakkan ponselnya kembali ke atas meja dan menunduk penuh dengan sesal di hadapan Prims. Ia tampak menghela napasnya sebelum suaranya yang terkesan dalam, menghancurkan keheningan sepersekian detik yang bergulir di antara mereka, âNona Primrose ingin membicarakan sesuatu dengan saya?â tanyanya. âIya,â jawab Prims singkat, dengan seulas senyum yang terlihat getir. Yang barangkali terkes
Prims menatap Jayden dengan ketidakpercayaan yang bersemayam di dalam dirinya. Dia menutup mulutnya dengan sebelah tangan yang terasa kebas. Jemarinya seperti menghalau air mata agar tak berlinangan di pipinya tetapi itu justru malah menimbulkan muara. Tergenang sekali lagi mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Jayden. âIbuku yang menabrak Arley terlebih dahulu?â tanya Prims sekali lagi, memperjelasnya. âIya, Nona,â jawab Jayden tanpa keraguan, kepalanya mengangguk saat Prims seperti sedang membeku di tempat ia duduk, âSungguh seperti itu?â tanyanya. âSungguh ibuku yang pertama kali menabrak dan bukan Arley?â âBenar.â âBagaimana bisa itu terjadi, Jay?â Suaranya terdengar parau, kepalanya terasa pening melihat sepasang mata Jayden yang tampak tak menunjukkan seberkas kebohongan. Apa yang dilihat oleh Prims itu adalah sebuah kelegaan karena dia mengatakan kejujuran. âSaya juga tidak tahu, Nona,â jawabnya dengan nada bicara yang lebih rendah. âSaat itu situasinya sangat rumit.
Prims berkutat dengan pertanyaan yang tumbuh di dalam dirinya, mengapa ayahnya melakukan itu? Mengapa tubuh ibunya tidak boleh diautopsi? Bukankah itu sangat mencurigakan?Dan dia bahkan tidak tahu sama sekali soal itu, sepertinya itu menjadi rahasia selama hampir satu windu kepergiannya sebelum Jayden membawanya menyeruak ke permukaan.Prims tidak menyangka jika pertemuannya dengan Jayden akan mengungkap banyak hal yang tak ia ketahui dan menjadi benang kusut susulan yang membuatnya bingung.Ayahnya, Aston Harvey pernah mengatakan pada Prims jika kecelakaan itu âsedikit tidak wajarâ, tetapi jika demikian, mengapa dia menolak autopsi? Bukankah proses itu akan membuat mereka mengetahui penyebab yang sebenarnya?Prims benar-benar tidak tahu apa yang terjadi di belakang sana, mengapa sekarang ada banyak persoalan yang timbul?âApa itu benar, Jay? Apakah ayahku menolak autopsi?â tanya Prims setelah ketegangan sedikit memudar dari otot-otot jantungnya.âBenar, Nona. Mengingat dari rekaman
âPrimrose,â panggil Ellen yang membuat Prims tersadar saat itu juga.âIya, Bu Ellen?ââApa yang terjadi pada ibumu?â tanyanya dengan isyarat mata agar Prims meneguk sedikit teh yang ada di dalam cangkir.Prims melakukan itu, sedikit saja untuk membuatnya tenang karena rasanya dia baru saja diselubungi oleh ketegangan yang tak berakhir. Dia menghela napasnya sebelum memutuskan untuk menjawab Ellen, âSepertinya saya menemukan sedikit kebenaran dari kecelakaan itu,â katanya degan memandang Ellen yang antusias dengan apa yang sedang dia sampaikan. âMeski itu agak ... sedikit menyakitkan karena saya sempat menyalahkan Arley,â lanjutnya kemudian menunduk.Menatap pada teh yang ada di dalam gelas yang bau chamomile, teh yang disukai oleh Arley.âKenapa bisa begitu, Sayang?â tanya Ellen dengan keibuan, jemarinya yang mulai keriput mengusap rambut Prims dengan lembut.âKarena saya berpikir bahwa Arley adalah pelaku yang menabrak ibu saya sampai meninggal hanya karena dia menjadi pengemudi mobi