Home / Pernikahan / Suami Preman Ternyata Sultan / Chapter 151 - Chapter 160

All Chapters of Suami Preman Ternyata Sultan: Chapter 151 - Chapter 160

230 Chapters

151. Bukti

"Qizha!" Sayup- sayup Qizha mendengar ada yang memanggil namanya. Tak lama kemudian pundaknya diguncang pelan. "Bangun!"Qizha membuka mata. Samar, ia melihat wajah Qasam di dekatnya. Ia mengucek mata. "Mama dan papa datang! Mereka di depan." Qasam baru saja mengintip ke jendela saat mendengar suara mobil memasuki halaman rumah sesaat setah membunyikan klakson saat berada di gerbang guna meminta satpam membukakan gerbang. Qizha membenarkan posisi duduk. Ia lalu menegakkan punggung. Meski tak tahu apa yang akan dilakukan oleh suaminya, namun ia tetap akan mengikuti semuanya sesuai yang diinginkan sang suami. Entah apa itu.Pintu terbuka sesaat setelah didorong dari luar, Habiba dan Husein melangkah masuk. Wajah Qizha sontak menegang melihat kedatangan mertuanya. Setelah tadi ia diusir oleh Habiba dan Husein dari kantor, sekarang ia malah kembali bertemu di sini. Mungkinkah Habiba akan bisa menerimanya di rumah ini meski hanya sekedar duduk mengobrol saja?"Pa, Ma, thanks sudah be
Read more

152. Kemarahan Memuncak

Husein menatap wanita yang pernah menjadi kekasihnya itu. Wanita yang dulu sangat dia percayai bisa menjadi ibu dari anak- anaknya, tapi malah berselingkuh dengan Bily. Sekarang wanita ini muncul hanya untuk mengusik kehidupannya.Husein menghambur cepat mendekat pada Agatha, mencengkeram lengan wanita itu kuat- kuat dengan sorot mata yang tajam, rahang mengeras dan raut wajah merah padam."Hanya b4jingan terkutuk yang bisa- bisanya mencelakai manusia tak berdosa. Apa masalahmu dengan putriku?" geram Husein dengan suara rendah yang penuh dengan penekanan. Cengkeraman tangannya di lengan Agatha makin kuat. Namun Agatha hanya menunduk saja, mukanya memucat, tubuhnya gemetaran. "Biadab kau! Apa tujuanmu melakukan ini, huh? Terkutuk!" Husein menyentak lengan Agatha hingga tubuh wanita itu tersungkur ke lantai. Bily terkesiap, sempat bergerak hendak mendekat pada Agatha, namun urung. Pria itu hanya terpaku dengan wajah sembab. Entah sudah berapa lama ia menangis selama dikurung di dalam
Read more

153. Perseteruan

Husein melepas cekikan, mendorong Agtaha hingga tubuh perempuan itu membentur dinding.“Kau memukuliku, Husein. Kau mencambukku. Kau telah menghancurkan perasaanku. Iya, aku memang bersalah atas perselingkuhan itu, tidakkah kau bisa memaafkan aku? Aku muak kepadamu. Aku benci setiap kali melihat kebhagiaanmu dengan Habiba di saat kehidupanku hancur dan menyedihkan seperti ini,” ucap Agatha, menatap Habiba Nyalang.“Kesalahan ada padamu, lantas kau menyalahkan orang lain? Busuk sekali hatimu!” hardik Husein.“Aku memendam dendam padamu, Husein. Aku sangat ingin melihatmu hancur. Jika aku tidak bisa menghancurkan kehidupanmu, maka menyingkirkan anakmu pasti juga akan membuat hidupmu hancur kan? hanya ini caraku untuk bisa membuat hatimu hancur, sama seperti hancurnya aku sekarang ini!” ucap Agatha berapi- api.Ternyata setelah perbuatannya itu ketahuan, Agatha bukannya menyesali, atau takut akan mendapat hukuman setimpal, malah nyolot dan bertingkah seolah- olah dia itu korban,
Read more

154. Jangan

Pisau mengenai Qizha sesaat setelah dilayangkan. Qizha berusaha menyingkirkan tubuh Habiba, namun dalam situasi sulit, justru dialah yang terkena benda tajam itu.Tubuh Qizha ambruk. Ia meringis merasakan sakit di bagian luka. Tangannya memegangi luka. Agatha menarik kembali pisau itu. tatapannya liar penuh ancaman.Habiba menjerit histeris. Dia berjongkok memeluk Qizha.“Ya Allah… Kenapa kamu lakukan ini?” Habiba merengkuh kepala Qizha dan ditaruh kepangkuannya. Qasam menatap Agatha tajam. Dia langsung menghambur dan menerjang Agatha.Gubrak! Tubuh Agatha terlempar ke lantai sesaat mendepat tendangan. Nekat, Qasam maju dan meraih tangan wanita itu, hendak merampas pisau. Tak peduli mungkin dia yang akan terkena ancaman pisau, namun kemarahannya telah membuatnya menjadi nekat dan tak peduli dengan ancaman.Tangan Agatha begitu lincah berkelit. Dia mengayunkan pisau ke arah Qasam dan ditangkis dengan tangan. Telapak tangan Qasam yang kini memegangi pisau pun terluka, dar
Read more

155. Tangisan

“Ss sungguh? Mama sayang padaku?” lirih Qizha hampir tak terdengar lagi suaranya.Habiba tak mau bicara lagi, dia hanya mengangguk- anggukkan kepala. Tangisnya pecah. Sepanjang jalan, Habiba menghadap ke belakang. pinggangnya berputar seratus delapan puluh derajat demi bisa menghadap ke belakang dan memegangi tangan Qizha. Inilah caranya menunjukkan kasih sayang kepada menantunya itu, berharap menantunya akan mendapatkan motivasi dari sikapnya itu.Habiba mneyesal sudah memperlakukan Qizha dengan buruk, ia bahkan mempermalukan Qizha di depan orang banyak. Mengatainya pembunuh. Sampai akhirnya Qizha dilempari sepatu dan sandal oleh para staf yang turut meras aprihatin pada Habiba.Tak hanya itu saja, Qizha juga dihujat habis- habisan.Para staf itu tidak salah. Mereka hanya meluapkan rasa kesal pada orang yang mereka anggap sebagai pembunuh. “Pak, lebih kencang lagi!” titah Qasam.“Iya, Tuan!” supir mengangguk, mempercepat laju kendaraan. Padahal kendaraan yang dia setir su
Read more

156. Kacau

“Mama, lakukan sesuatu untuk Qizha!” teriak Qasam yang melihat Habiba menjauh dari bed.“Tidak! Biar mereka saja yang menangani!” Habiba menarik lengan Qasam supaya menjauh. “Bukankah mama jauh lebih berpengalaman dalam menangani ini?” Qasam pabik, seolah tak percaya pada dia dokter yang kini tengah bekerja. Dua dokter yang sudah ada di sana, dengan perlengkapan sempurna, tangan telah dibungkus handscoon, kepala teryutup, dan pakaian hijau khas dokter bedah, langsubg bergerak cepat mengeksekusi Qizha. “Sudah! Tinggalkan dulu Qizha, biarkan mereka yang profesional menangani!” Habiba membawanQasam keluar dari ruangan. Suster menutup pintu dari dalam.Qasam menghela napas. Ia pun tak tahu kenapa mendadak jadi seperti orang bodoh di saat begini.Bisa- bisanya dia mengira mamanya masih bisa menangani pasien sementara mamanya sudah lama berhenti dari profesi itu. Kepanikan membuatnya jadi hilang akal. Apa lagi ia melihat dan merasakan bagaimana tubuh Qizha menjadi lwmas sekali di tanga
Read more

157. Cinta

Qasam berlari menuju ke kamar dimana Qizha tengah ditangani oleh dokter. Habiba menyambutnya di depan pintu ruangan.“Apa yang terjadi dengan Qizha?” tanya Qasam panik.“Ayo, kemarilah!” Habiba membawa Qasam memasuki ruangan. Tampak Qizha menatap lemah ke arahnya.Qasam terkesiap menatap istrinya yang sudah siuman. Dia langsung menghambur mendekati Qizha, tanpa sadar menyingkirkan para suster yang ada di sana. Dia meraih tangan sang istri, digenggam erat. Tatapannya fokus ke wajah Qizha.“Benarkah kau sudah siuman?” bisik Qasam.Qizha diam saja, tatapannya kosong. Sepertinya dia belum sepenuhnya sadar.Qasam mendekatkan bibirnya ke kening Qizha, lalu mengecup singkat kening istrinya. Kembali terkilas balik bagaimana dulu ia pernah menyakiti Qizha. Melukai fisik dan hati istrinya itu.Hatinya tertutip oleh rasa dendam hingga tak bisa melihat kebaikan Qizha selama ini. sebagaimana pun Qizha memuliakan dirinya, menunjukkan kebaikannya, tetap saja salah di mata Qasam.Bahkan Qas
Read more

158. Jorok

KlingBalasan dari Qasam masuk. ‘Nanti kujemput. Kamu sudah sehat kan?’Qizha langsung tersenyum membaca chat itu. padahal isi chatnya tidaklah istimewa, tapi mendebarkan di jantungnya.Duh, suaminya Qizha kini telah berhasil membuat jantung Qizha jadi berdebar- debar penuh asmara.Jatuh cinta? Mungkinkah Qizha kembali kasmaran? Belum sempat Qizha membalas pesan, sudah terlihat di ujung kanan atas Qasam tengah mengetik.Baiklah, Qizha menunggu balasan masuk.‘Dokter menanganimu dengan sempurna. Kau adalah pasien spesial, jadi diprioritaskan. Makan yang banyak supaya cepat pulih, oke?’Lagi- lagi Qizha tersenyum simpul. Aneh, kenapa ia jadi sebahagia itu membaca pesan dari suami? Tentu saja. selama ini Qasam adalah sosok yang dingin dan kejam, tapi sekarang berubah. Pria itu menjadi sosok yang sangat menyenangkan.Baru saja Qizha mnegetik pesan, panggilan telepon sudah masuk duluan. Dari Qasam.“Yes!” Qizha tersenyum girang melihat nama Qasam menari di layar telepon mem
Read more

159. Pinggir Jalan

Mobil melaju di jalan raya. Qasam memutar musik slow, kedengaran romantis sekali. Qizha menikmati alunan musik yang terdengar syahdu.“Bapak mau berhenti di depan sebentar?” Qizha menoleh pada suaminya.“Ayolah, Qizha. Jangan panggil Bapak.”Qizha tersenyum. “Kenapa nggak mau dipanggil bapak? Bukankah suatu saat nanti kalau kita sudah punya anak, maka aku akan mnegajarinya memanggilmu bapak? Dan aku tentu memanggilmu demikian juga bukan? Lalu kamu akan memanggilku ibu.”“Oh… maksudmu, bapak pasangannya ibu, begitu?”“Iya. Aku rasa itu malah terkesan lebih intim.”“Tidak. Itu tidak menarik. Panggil yang lain saja. Urusan punya anak adalah belakangan. Terserah lusa anak akan panggil apa. tapi sekarang jangan panggil aku itu.” qasam menggelengkan kepala.“Baiklah, tapi berhentilah dulu sambil aku memikirkan panggilan apa yang tepat untukmu. Waduh, ini malah sudah kelewatan jauh. Kamu sih disuruh berhenti sejak tadi malah nggak mau.”“Kelewatan?”“Iya. Seblaknya sudah le
Read more

160. Gengsi

"Cobain deh!" Qizha menyodorkan sesendok seblak.Qasam menggeleng. "Tidak.""Kalau nggak cobain, pasti nggak akan tahu enak atau enggaknya. Aku bisa ketagihan makan di sini karena seblak di sini tuh beda sama seblak yang lain. Rasanya khas, pakai bumbu rempah- rempah asli pilihan, pakai udang dan sosis, telurnya tuh nggak amis. Pokoknya enak banget.""Kamu kenapa malah jadi seperti orang sedang iklan produk begitu?""Rasanya nggak plong aja kalau kamu nggak ikut ngerasain. Cobain dulu deh, sesuap aja nggak apa- apa." Qizha mendorongkan sendok ke mulut Qasam. Sedikit lirik ke kiri kanan, Qasam akhirnya membuka mulut dan menyantap seblak itu. Wah, enak sekali. Menggoyang lidah. Lezat. Sulit dijelaskan dengan kata- kata nilai kelezatannya yang mampu membuat isi mulut jadi nagih. "Gimana? Enak?" tanya Qizha dengan senyum.Qasam mengedikkan pundak santai. "Biasa saja." Ia gengsi kalau harus mengatakan makanan pinggiran jalan itu enak. "Wah, lidahmu agak lain kayaknya. Makanan seenak ini
Read more
PREV
1
...
1415161718
...
23
DMCA.com Protection Status