Setibanya di rumah, Indi menghampiri sang papa yang tengah membaca majalah edisi terbaru di sofa ruang tengah. “Papa?” Indi memanggil Wijaya lalu menghampirinya.Wijaya menoleh kemudian menerbitkan senyumnya kepada sang anak. “Indi.” Lalu menghampiri perempuan itu. “Papa nggak bete, seharian di rumah terus? Nggak mau nyari pengganti Mama gitu?” Wijaya terkekeh dengan pelan. “Tidak, Nak. Papa sudah biasa seperti ini. Sejak masih kamu tinggal sama Papa juga nggak pernah pulang, kan?”Indi menerbitkan cengiran kepada papanya itu. “Sorry, Pa.”Wijaya mengusapi lengan anaknya itu. “Sendirian saja? Damian ke mana? Kenapa nggak diajak?” “Aku mau ngomong sesuatu sama Papa. Aku harap, Papa bisa menerimanya.” Indi menatap Wijaya dengan was-was. Khawatir Wijaya tidak bisa menerima keadaan Damian yang sulit untuk memberinya keturunan. Wijaya lantas mengerutkan keningnya mendengar ucapan anaknya itu. “Maksud kamu apa bicara seperti itu, Indi? Kamu tidak berulah, kan?” Indi menggelengkan kepa
Read more