Waktu sudah menunjuk angka tujuh pagi. Hujan yang mengguyur pun sudah reda sekitar tiga jam yang lalu. Pelukan hangat dari sang suami membuat Indi enggan untuk membuka matanya. Namun, tubuh Damian yang menggeliat karena ingin membuka matanya lantas membuat Indi ikut bangun. “Udah pagi,” ucap Indi dengan suara paraunya. Damian menganggukan kepalanya dengan pelan. “Sudah jam tujuh, mau setengah delapan.”“Heuuh! Kok kamu belum berangkat ke Malang? Nggak kesiangan? Atau nggak jadi pergi?” Indi tampak panik melihat Damian yang masih memeluknya dan seperti enggan pergi ke Malang.Damian terkekeh dengan pelan. “Sebenarnya aku sudah bilang kalau aku akan berangkat di jam sepuluhan. Diego juga belum ada jemput aku.” Damian berucap dengan pelan sembari mengusapi dengan lembut wajah Indi.“Oh, iyaa.” Indi mengusap wajahnya kemudian beranjak dari tempat tidur. “Mau mandi bareng?” Indi menawarkan mandi bersama kepada Damian.“Dengan senang hati,” ucap Damian kemudian menggendong tubuh mungil pe
Indi mengerutkan keningnya kala mendengar suara dari si penelepon tersebut. Matanya melirik kepada Manda yang tengah bertanya, siapa orang yang sudah menghubunginya. “Maaf, dengan siapa saya bicara?” tanya Indi pura-pura tak mengenali suara itu.Lelaki tersebut lantas menghela napas lelah mendengar pertanyaan Indi. “Kamu yakin, tidak mengenali suaraku? Hanya berpisah selama dua bulan saja kamu sudah lupa dengan suaraku?” Indi menghela napas kasar. “Rangga. Nggak usah sok kenal apalagi sok deket sama gue! Kita udah asing dan elo sendiri yang udah milih pergi dari hidup gue! Stop, ganggu gue dan jalani hidup kita masing-masing. Semuanya sudah berakhir. Elo nggak usah hubungi gue lagi dan … kalau ini nomor elo yang baru, jangan ganti lagi buat hubungi gue!”Indi kemudian menutup panggilan tersebut lalu memblokir nomor tersebut karena tidak ingin Rangga menghubunginya kembali. Perempuan itu lantas mendengus kesal karena Rangga tiba-tiba menghubunginya dengan nomor baru yang entah milik
“Apa?” Manda tampak terkejut mendengar ucapan Indi. Indi lantas beranjak dari duduknya lalu menghubungi Rangga yang sudah nekad ingin menemuinya ke rumahnya. Tidak akan pernah ia biarkan Rangga masuk ke dalam rumah papanya karena Indi tidak ingin mengecewakan sang papa dan sudah berjanji akan setia kepada Damian.“Di mana, lo? Temui gue di Fiona Resto sekarang juga! Jangan ke rumah. Gue nggak mau Papa ketemu sama elo!” ucap Indi kemudian menutup panggilan tersebut.“Indi. Elo mau ngapain nemuin si Rangga? Palingan juga mau minta maaf karena udah ninggalin elo dan udah hamilin si kuda nil satu itu,” ucap Manda sembari memegang pundak perempuan itu.Indi kemudian menghela napasnya dengan panjang. “Biar semuanya selesai, Nda. Gue nggak mau punya urusan lagi sama Rangga. Dia mau ngomong apa, nanti gue dengerin. Tapi, bukan berarti gue bakalan nerima dia balik lagi ke kehidupan gue.” Indi berucap dengan sangat serius. Manda menghela napasnya dengan panjang. “Jangan bikin dia merasa kala
Rangga menganga mendengar ucapan Manda yang memberi tahu bila Indi telah menikah dengan Damian. “Kapan, kamu menikah dengan Damian?” tanya Rangga dengan pelan. Ia masih tidak percaya bila Indi sudah menikah. Dan oran yang kini telah menjadi suaminya ternyata Damian Kusuma—salah satu pria yang dia kenal.Indi menghela napasnya dengan pelan seraya menatap Rangga dengan tatapan datarnya. “Nggak penting ngasih tahu ke elo, Rangga! Yang jelas, hubungan kita udah selesai dan jangan pernah temui gue lagi! Cukup sampai di sini dan jangan pernah hubungi gue lagi, Rangga. Jangan merusak rumah tangga orang.“Karena selama ini pun gue nggak pernah mengganggu rumah tangga elo. Nggak ada lagi kisah kita meski elo udah mau cerai sama Zoya. Silakan cari penggantinya dan semoga rumah tangga elo yang ketiga kalinya awet.”Indi kemudian menarik tangan Manda lalu pergi dari sana. Meninggalkan Rangga yang masih berdiri sembari meresapi semua ucapan Indi. Baru tahu kalau Indi sudah menikah, ia benar-benar
Damian menahan tangan Indi agar jangan keluar dari rumah itu. “Indi. Kita bisa selesaikan ini baik-baik. Jangan pergi begitu saja apalagi aku tidak boleh tahu kamu mau pergi ke mana. Aku mohon.” Damian menatap sendu wajah Indi agar mau mendengarkan permohonannya tadi. Indi kemudian menatap datar wajah Damian. “Mau kamu apa sih, Damian? Baru pulang, bukannya bawa oleh-oleh. Ini malah bawa masalah. Memangnya kenapa kalau Rangga punya anak? Itu anak hasil hubungan dia dengan mantan istrinya dulu, bukan anak aku!” Damian menarik napasnya dengan panjang lalu menarik tangan Indi dan memeluknya. Sekalipun Indi meronta, ia tidak akan pernah melepaskannya. “Aku benar-benar minta maaf, Sayang. Aku tahu ini terlalu berlebihan. Tapi, semua itu karena aku tidak ingin kehilangan kamu. Ada masanya pasangan jenuh kalau tidak ada buah hati dalam rumah tangganya. Itulah yang aku takutkan setelah nanti rumah tangga kita sudah berjalan tahunan.”Damian menjelaskan kembali ketakutan yang ada dalam diri
Indi masih menunggu Damian menjawab pertanyaan yang dia tanyakan kepada Damian. “Damian. Kamu mau ke mana?” tanya Indi saat melihat sang suami membalikkan tubuhnya meninggalkan Indi. “Ambil surat keterangan yang diberikan oleh dokter kemarin,” kata Damian menjawab pertanyaan sang istri.“Ooh.” Indi berucap dengan pelan. Damian lalu mengambil hasil diagnosa yang diberikan dokter kemarin saat dia menjalani pemeriksaan di Malang. Lalu memberikan selembar kertas itu kepada Indi yang sudah tidak sabar menunggu hasilnya. Lalu membaca diagnosa tersebut dengan khusuk.“Kurang lebih satu tahun dan harus rutin mengonsumsi obat yang sudah dianjurkan oleh dokter?” kata Indi sembari menatap Damian.Pria itu menganggukkan kepalanya. “Ya. Semoga kamu bisa sabar menunggu, Indi. Karena kondisi kamu yang sangat baik dan bisa merespon kapan pun benih itu tumbuh di rahim kamu, maka dari itu cukup menunggu sampai satu tahun untuk mengembalikan kualitas mani yang aku keluarkan.”Indi tidak bisa berkata-
In Bali ....Setelah menempuh jarak hampir lima jam lamanya, keduanya akhirnya sampai di Bali. Baru sampai di villa, Indi langsung keluar dan berlari ke arah pantai. Merentangkan kedua tangannya sembari menghirup udara segar di sana. Damian kemudian menghampirinya lalu melingkarkan tangannya di pinggang Indi. "Kamu, sangat menyukai pantai?" tanya Damian sembari menumpukkan kepalanya di bahu Indira.Perempuan itu kemudian menundukkan kepalanya dengan pelan. "Ya. Dulu, sebelum orang ketiga menyerang, aku selalu diajak ke pantai oleh Mama dan Papa. Tapi, semuanya berhenti setelah Mama memutuskan untuk pergi dari kami. Papa nggak pernah ajak aku lagi ke pantai setelah kejadian itu. Dia nggak mau mengingat semua kenangan indah saat sama Mama dulu." Damian kemudian melepaskan tangannya dari pinggang Indi. Menjajarkan tubuhnya di samping sang istri sembari menatapnya. "Itulah kenapa kamu selalu antusias kalau aku membahas pantai. Sebagai suami yang baik, aku akan menggantikan kedua oran
Indi masih mematung kala mendengar panggilan dari seorang anak kecil di sampingnya.“Indi? Indira? Elo kenapa diem? Kesambet setan apa signalnya yang ngelag ini?” Rhea memanggil-manggil Indi yang tiba-tiba terdiam bagai patung saat mendapat panggilan dari anak kecil tersebut. Karena tidak ada respon dari Indi, Rhea akhirnya memilih untuk menutup panggilan tersebut. Sementara Indi masih terdiam bagai patung sebab terkejut bukan main karena panggilan tersebut. Lalu ia memberanikan diri untuk menoleh ke samping di mana suara anak kecil itu memanggil namanya. “Al—Albert?” Indi terbata-bata memanggil nama anak kecil tersebut. “Tante Indi lagi ngapain di sini?” tanya anak kecil berusia tujuh tahun itu.Indi menelan saliva berat sembari menatap anak lelaki bernama Albert itu. “Ka—kamu … kamu sendiri lagi ngapain di sini, Alice?” tanyanya kembali dengan ekspresi terkejutnya.“Lagi liburan lah, Tante. Sama Papa. Tapi, Papanya nggak tahu ke mana. Tadi bilangnya mau beli minum, tapi nggak da
Satu minggu kemudianIndi sudah merasakan mulas yang tidak biasa. Setiap sepuluh menit sekali, la merasakan nyeri itu di perutnya.Waktu sudah menunjuk angka dua pagi. Damian yang baru masuk ke dalam kamar langsung menghampiri Indi yang tengah meringis kesakitan sembari memegang perutnya"Sayang. Damian memegang tangan Indi."Damian kayaknya aku mau lahiran deh. Perut aku sakit banget, lirih Indi lalu meringis kembali."Heeuh?" Damian tampak linglung dan juga panik. Ia kemudian menghubungi sopir untuk membawa mereka ke rumah sakit"Ketuban kamu kayaknya udah pecah juga. Sayang. Kita ke rumah sakit sekarang juga. Damian lalu menggendong tubuh Indi dan membawanya masuk ke dalam mobil"Ke rumah sakit sekarang juga!" titah Damian kepada sopirnya itu.Ia lalu menghubungi Ayu untuk memberi tahu kalau Indi akan melahirkan sekarang juga"Regina. Indi mau lahiran. Tadi gue lihat air ketuban dia udah pecah." Damian menghubungi Regina untuk mempersiapkan ruang persalinan untuk Indi.Oke, oke. Gu
Damian lalu menerima panggilan tersebut meski hatinya sudah was-was khawatir pihak kepolisian tahu siapa yang telah menyebabkan kematian Daniel"Selamat malam, Pak Damian. Mohon maaf telah mengganggu waktu Anda di malam-malam begini," ucap kepala polisi-Iman di seberang sana."Malam. Ada apa ya, Pak?" tanyanya dengan suaranya yang terdengar begitu santai. Padahal jantungnya berirama dengan cukup kencang."Jadi begini, Pak Damian. Kami mendapat laporan dari tetangga sebelah rumah yang ditempati oleh Saudara Daniel dan Pak Pradipta. Ada jasad yang dikubur di belakang rumah. Setelah diidentifikasi, ternyata mayat tersebut adalah Pak Pradipta dengan luka bekas tembak di bagian kepalanya."Kami pun melakukan memeriksa rekaman CCTV di rumah itu, dan yang telah membunuh beliau adalah anaknya sendiri yaitu Saudara Daniel. Untuk itu, besok pagi dimohon untuk membuat laporan pengambilan jenazah agar dimakamkan dengan layak. Juga dengan jasadnya Saudara Daniel yang masih ada di ruang jenazah."D
Indi menerbitkan sentumnya dengan lebar lalu menganggukkan kepalanya. "Yuk! Aku juga kepengen."Damian lantas terkekeh mendengarnya. Ia kemudian menarik tangan Indi dan membawanya masuk ke dalam kamar yang tak jauh dari tempat di mana mereka mengobrol.Setibanya di dalam kamar. Indi memilih untuk membuka bra-nya terlebih dahulu karena bra yang ia kenakan cukup susah dibuka bila selagi bercinta itu akan dilakukan.Sementara Damian membuka jam tangan lalu masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci miliknya terlebih dahulu."Damian memang rajin. Kalau mau bercinta, pasti dicuci dulu." Indi geleng-geleng kepala lalu tersenyum tipis.Sembari menunggu Damian selesai, Indi memilih untuk membuka ponselnya dan memainkannya sebentar.Sampai akhirnya Damian pun masuk kembali ke dalam kamar. Hanya mengenakan handuk yang dia lingkarkan di pinggangnya lalu menghampiri Indi dan menautkan bibirnya dengan lembut. Tangannya menyusup di balik dress yang Indi gunakan. Mengusapi paha mulus Indi dengan lembu
Satu minggu berlaluDamian sudah diperbolehkan pulang setelah kondisinya membaik. Kini, mereka sudah berada di rumah bersama Diego dan juga Manda. Sementara Arnold tengah menyelesaikan masalahnya dengan keluarga besarnya"Ngapain juga lo harus pulang. Minggu depan juga ke rumah sakit lagi. Pan Indi mau lahiran. Udah ngos-ngosan tuh orangnya. Udah gak kuat kayaknya pengen ngeluarin tuh hasil keringat kalian." Diego menunjuk Indi yang tengah duduk menyandar di sandaran sofa.Ia lalu menoleh pada Diego dan mengusapi perut buncitnya itu. "Kayaknya nggak akan sampai seminggu deh. Dua sampai tiga hari juga udah mau bro jol Ini anak. Punggung gue udah kerasa panas soalnya," ucap Indi memprediksi kalau la akan lahiran dalam hitungan hari."Aku akan ambil cuti sampai kamu melahirkan, Sayang. Sesuai janjiku, akan menemani kamu saat lahiran nanti." Damian lalu mengulas senyumnya. Mengusapi perut buncit istrinya dengan lembut."Iya, Damian. Ternyata kamu nggak jadi pengangguran karena papa kamu m
Arnold merelakan jabatan serta statusnya demi menyelamatkan Damian agar jangan sampai diusik oleh keluarganya yang kini sudah mengetahui bila Damian adalah anak kandungnya.Sekali pun Bara tidak pernah keluar dari rumahnya padahal berita itu sudah surut karena permintaan dari Arnold. Sudah satu minggu berlalu, semuanya menjadi normal kembali setelah Arnold menyatakan yang sebenarnya tentang Damian."Jadi, Papa sama istri Papa mau udahan?" tanya Indi sembari menemani mertuanya itu makan siang di kantin rumah sakit.Arnold mengangguk. "Dan Papa tidak perlu harus ke pengadilan lagi. Karena Papa tidak akan mencari pasangan lagi. Selama ini, Papa hanya mencintai mamanya Damian, Kiran. Hanya dia satu-satunya perempuan yang mengisi hidup Papa."Indi manggut-manggut dengan pelan. "Tahu begini mah, kenapa nggak dari dulu, yaa." Indi meringis pelan menahan malu.Arnold terkekeh pelan. "Karena Om Ferdy baru kasih tahu kalau dia ternyata bukan anak kandung dari istrinya Kakek Bara. Makanya Papa t
Damian sudah dipindahkan ke ruang rawat VIP. Banyaknya media yang berdatangan ke rumah sakit untuk meminta penjelasan kepada Damian lantas membuat Indi geram."Hhh! Sialan bener ini media. Nggak tahu aра, kalau ini rumah sakit. Pengen gue bogem satu- satu kayaknya ini orang!"Indi lalu beranjak dari duduknya."Indi, Indi. Indiraaaaa!!" Bahkan Damian tidak mencegah istrinya yang ingin melabrak awak media."Heh!" Indi sudah tidak tahan lagi dan akhirnya keluar dari ruang rawat suaminya itu. "Kalian tahu privasi orang, nggak? Suami saya masih sakit! Nggak bisa diganggu apalagi ditanyakan dengan pertanyaan konyol kalian!"Semua awak media lantas terdiam mendengar Indi yang marah-marah sembari berkacak pinggang sebab kesal."Kalau memang benar suami saya adalah anaknya Pak Arnold, kalian mau apa? Mau ngantre j
Bugh!"Berita konyol apa ini, Arnold? Bahkan sudah tersebar dua hari yang lalu, hanya saja kami baru tahu sekarang! Beritanya baru saja ramai sekarang!" pekik Bara-sang papa yang begitu marah melihat berita tersebut.Arnold hanya diam. la pun bingung kenapa berita itu bisa tersebar dan orang yang menyebarkannya adalah Daniel-orang yang hampir membunuh anaknya itu."Katakan, Arnold!" pekik Bara lagi. "Kamu sudah mencoreng nama baik keluarga kita! Semua orang membicarakan kamu karena hal bodoh yang sudah kamu lakukan ini, Arnold!"Bugh!Sekali lagi, lelaki berusia tujuh puluh lima tahun itu memukul wajah Arnold yang tidak mau berucap sepatah kata pun.Tak lama setelahnya, Lyra-istrinya Arnold yang tak
Dua hari berlaluPerlahan, mata Damian terbuka. la lalu mengedarkan pandangannya di seluruh sudut ruangan tersebut. Hanya terdengar suara dari monitor detak jantungnya saja. Tidak ada suara apa pun di sana.Baru saja Indi masuk ke dalam sana, ia lantas terkejut kala melihat mata Damian yang akhirnya terbuka. Dengan langkah lebarnya, ia kemudian menghampiri Damian dan menggenggam tangannya."Damian. Akhirnya kamu siuman juga," lirih Indi lalu mencium tangan suaminya itu.Damian mengulas senyum tipis. Kondisinya masih sangat lemas belum bisa berucap sepatah kata pun. Hanya menatap Indi yang tengah memanggil Dokter Ryan menggunakan tombol di sana."Lihat kamu udah buka mata kayak gini buat aku lega, Damian. Itu artinya kamu sudah
Hampir dua jam lamanya proses operasi pengambilan peluru yang menancap di dalam perut. Damian akhirnya selesai dilakukan.Damian dibawa ke dalam ruang ICU untuk dilakukan pemulihan pascaoperasi."Proses operasinya berjalan dengan lancar Beruntung, peluru itu tidak masuk ke bagian yang paling dalam. Dalam dua sampai tiga hari, Pak Damian pasti akan sluman," tutur Dokter Ryan menjelaskan kondisi Damian setelah operasiIndi meme jamkan matanya, lega mendengar ucapan Dokter Ryan karena operasi berjalan dengan baik. "Dokter gak bohong, kan? Suami saya tidak mengalami hal yang buruk, kan?" tanya Indi memastikan kembali kepada Dokter Ryan.Pria itu menganggukkan kepalanya dengan yakin. "Tentu saja. Bu Indi. Kami tidak pernah memberikan keterangan palsu bila mengenai kondisi pasien. Pak Damian hanya mengalami kritis pascaoperasi saja.