Semua Bab Setelah Istriku Berkata Lelah.: Bab 71 - Bab 80

137 Bab

Mengungkap Kesalahan Denis.

"Apa yang sudah kau minum?" tanya Ikhram yang tiba-tiba, hingga membuatku tersedak. Tanpa menjawab pertanyaannya, aku menepuk dada sembari menatapnya. "Bukan apa-apa," jawabku akhirnya, karena dia terus menatap tanpa berkedip. "Muntahkan!" Aku terkejut ketika dia membawaku ke kamar mandi, lalu memasukkan jarinya ke mulutku. "Brengsek, apa yang kau lakukan?!" pekikku di depan wajahnya. "Obat apa yang kau minum??" teriaknya tak mau kalah. "Melihat matanya berkaca-kaca, aku terdiam karena merasa bersalah. "Denis, apa yang kau lakukan? Baru satu jam aku pergi dan kau sudah kecolongan. Siapa yang masuk setelah kau pergi?" Denis yang tadi masuk karena mendengar keributan, kini terdiam setelah mendengar pertanyaan Ikhram. "Seorang perawat masuk untuk mengecek ke adaan Nyonya, setelah itu seorang perawat masuk lagi, untuk cek tekanan darah Nyonya Amara." Denis melaporkan apa yang terjadi saat Ikhram pergi."Cari mereka, aku mau tau obat apa yang mereka berikan pada istriku." Ikhram memberi
Baca selengkapnya

Keahlian Amara Memang Tiada Lawan.

"Kau dengarkan saja pembelaan asistenmu ini, aku tidak membutuhkannya, jadi aku tidak peduli lagi." Aku beranjak hendak pergi, tapi Ikhram mencekal lenganku dengan keras."Bagaimana dia akan membela diri, jika kau tidak mendengarkan alasannya. Bukankah kau marah karena mama tidak mendengar penjelasanmu, begitu juga dengan Denis. Jika dia terbukti bersalah aku sendiri yang akan mengusirnya." Ikhram menatapku lalu menganggukkan kepalanya, aku tau dia memintaku untuk mendengarkan Denis."Terima kasih karena Tuan Ikhram dan Nyonya Amara, mau mendengarkan pembelaan saya. Namun saya masih tidak mengerti, mengapa Nyonya menuduh saya sedemikian rupa?" tanya Denis dengan wajah bingung. Menatap wajahnya membuatku mual, sungguh pandai sekali dia bersandiwara. "Kau sama persis seperti Kartika, sok polos tapi munafik. Sampai sekarang kau masih tidak mau jujur, tentang persekutuanmu dengan Kartika," ketusku sinis. "Anda terus saja menghina dan menyalahkan saya, tapi tak satu pun anda mengatakan, a
Baca selengkapnya

Pembelaan Denis dan Tamparan Amara.

"Sudah selesai mandi?" Ikhram bertanya sembari mendekat. Aku tidak menjawab karena melihat, selain dirinya ada Denis dan seorang wanita. Aku mengingat wanita ini karena dia asisten pribadi Kartika. "Ada masalah apa?" Aku bertanya karena tidak mengerti, dengan kedatangan orang terdekat Kartika. "Kalau mau bicara masalah Kartika, sebaik tidak perlu. Aku tidak berniat berebut pria, kalau dia mau silakan ambil sendiri." Aku melepas pelukan Ikhram lalu mendorongnya ke arah asisten Kartika. "Apa kau harus melakukan ini padaku, sampai kapan kau menganggapku barang?" Ikhram bertanya dengan nada pelan, namun terdengar sangat mengerikan. "Bukan aku yang mengganggapmu barang, tapi kau sendiri yang bertindak seperti barang. Bisa pindah dari satu wanita ke wanita lain." Aku menjawab tanpa menatap, wajah Ikhram yang terlihat tidak sedap di pandang. "Bukankah anda yang seperti barang bekas? Lari dari suami sah. Kemudian kabur ke pelukan pria lain yang baru anda temui." Aku terkejut lalu menatap k
Baca selengkapnya

Selamat Tinggal, Sayang.

"Mau pergi kemana?" Aku memutar tubuhku pelan, setelah mendengar pertanyaan Ikhram. Hari ini aku akan bertemu seseorang, yang membawa berkas dan surat-surat rumah bapak. Aku memutuskan tidak menjual rumah dan tanah itu. Terlalu lama di sini, aku takut tidak bisa kembali pada kedua anakku. Perasaan cinta dan kasih sayang itu masih ada, namun kebencian banyak orang juga tidak bisa aku abaikan. "Bertemu seseorang yang akan menyerahkan, berkas dan surat-surat rumah bapak. Aku tidak berniat menjualnya lagi." Aku menjawab dengan wajah datar. "Memang kau tau cara keluar dari apartemenku, hingga kau tak bicara padaku terlebih dahulu?" tanya Ikhram sinis.Denis yang akan membawaku keluar dari tempat ini. Setelah itu kau akan tau betapa hebat, wanita yang pernah kau nikahi ini." Aku berkata dengan sombong. "Aku menantikan kehebatanmu, untuk melarikan diri dariku." Ikhram memelukku dari belakang, kemudian memberikan ciuman di leher dan bahuku. "Mandilah, bersihkan tubuh dan wajahmu. Aku tak ma
Baca selengkapnya

Tidak Lagi Mengejar.

"Mereka baik-baik saja, Nona. Saya lihat mereka baru keluar dari rumah sakit, memeriksakan luka di kepala si asisten itu." Aku menerima laporan dari anak buah Aska, yang aku tugaskan mengawasi Ikhram dan Denis. "Apa mereka bergerak untuk mengejar atau mencariku?" tanyaku untuk memastikan. Anak buah Aska terdengar gugup, aku bisa merasakan ada yang aneh. "Mereka tidak melakukan apa-apa, sepertinya mereka juga tidak berniat mengejar anda." Pria itu kembali melaporkan keadaan di sana.Aku menatap ponsel yang baru aku letakkan ke meja, entah kenapa aku merasa ada perasaan sakit. Ketika mendengar Ikhram tidak lagi mengejar atau mencariku. Aku tertawa ketika menyadari kebodohan dalam diriku. "Bukankah ini sudah benar, dengan begini Ikhram akan melupakanku?" Aku menghibur diriku sendiri."Peri cantik!" Aku tersenyum, melihat dua anak itu berlari dengan kaki kecilnya. Dalam hati aku bersyukur, ini adalah yang terbaik untuk aku dan Ikhram. "Sudah kembali?" tanya Bara sambil merentangkan tangan
Baca selengkapnya

Ungkapan Cinta Aska.

Aku menatap dua orang pria yang tengah berdebat di meja makan. Mereka tidak ada yang mau mengalah, untuk duduk di antara Rama dan Rara. Kedua anak kecil itu saling pandang, lalu bergegas pindah duduk di sebelahku."Nanti kalau Abang sudah besar, Abang akan mengalah padamu." Rama berkata sembari memeluk Rara. Suaranya kecil tapi membuat Aska dan Bara terdiam, mereka menunduk seolah malu. "Om Gio, duduk di sini." Rara menarik tangan Gio, membuat pria itu menatap Aska. Dengan tidak rela Aska menganggukkan kepala. Bara hendak berdiri tapi di cekal Aska, sekarang aku duduk di antara Rama dan Rara, sedangkan Gio duduk di samping Rara. Kemudian kami makan tanpa kata, walau masih ada sedikit drama antara Bara dan Aska."Om Aska, nanti kita pergi ke taman yuk. Om Bara mau kembali ke kantor, jadi Kita bisa pergi dengan om Gio." Rama mengajak Aska setelah dia mencuci tangannya, akhirnya kami bisa menyelesaikan makan tanpa keributan."Masih mau ke perusahaan, kakek sudah menunggu sejak tadi pagi?
Baca selengkapnya

Tentang Bara.

"Selamat siang Pak Asgar." Aku menyapa setelah masuk ke ruangan, ayah kandung Andin itu. Entah untuk apa dia memanggilku, di saat masih jam kerja. "Masuk." Dia memintaku masuk, tanpa menjawab salamku."Aku dengar kau berkerja sebagai asisten, sekaligus sekretaris pribadi Bara. Apa itu benar?" tanyanya yang membuatku heran. Kami bekerja di perusahan yang sama, jika dia tidak mengenalku, setidaknya putrinya memberitahukan siapa aku dan bekerja sebagai apa.Lagipula kami sering ketemu langsung ketika rapat. Bara juga selalu membawaku di saat-saat penting, jadi mustahil dia tidak mengenalku. "Benar saya memang bekerja, sebagai asisten sekaligus sekretaris Bara." Aku menjawab karena tidak mau bertele-tele."Bagus, kalau begitu jangan ikut campur, dengan proyek yang aku tawarkan pada Bara." Aku mengerutkan kening, mendengar permintaan ayah Andin. "Apa ada masalah dengan proyek itu, kenapa anda seperti menyembunyikan sesuatu? Sehingga memperingatkan saya untuk tidak ikut campur." Aku bertany
Baca selengkapnya

Dia Masih Suamiku.

"Double date?" tanyaku dengan rasa tak percaya, karena ajakan itu keluar dari mulut Andin. Sedangkan dia juga tau apa yang terjadi padaku, juga dengan statusku yang dua anak. "Hanya menemaniku saja, Ayu. Tidak enak rasanya, ketemu pria yang baru aku temui sekali. Apalagi ada asistennya yang selalu ada di sampingnya." Andin menjelaskan lagi, seolah tidak mau mengerti keadaanku."Maaf tapi aku tidak bisa, ada pekerjaan yang harus aku lakukan." Aku menolak mentah-mentah ajakan Andin. Jelas aku tak mau membuat masalah yang akan membuatku pusing."Kau menolakku," tanyanya seolah tidak percaya. "iya, aku tidak mau," jawabku dengan lebih tegas lagi. "Jangan terlalu arogan, Ayu. Belum tentu juga kau akan bersama dengan Bara atau Aska, mereka terlalu tinggi untuk wanita sepertimu, selain miskin kau juga janda yang tak jelas. Siapa tau kalau memang pernah menikah, bisa jadi kedua anak itu hanya anak haram." Aku kembali menatap Andin. Tak percaya dengan wajah lain wanita ini. Ternyata mulutnya
Baca selengkapnya

Alasan Ikhram Datang.

"Lebih baik kita cari tempat duduk lain, tidak enak menganggu kencan orang lain. Mereka juga punya privasi, untuk membicarakan masa depannya." Aku kembali teringat ucapan Ikhram tadi. Sebenarnya apa yang terjadi, apa kali ini dia akan melepaskan aku. 'Apa ini alasan Aska menolak, kerjasama yang di bawa Andin. Dia tau kerjasama itu berasal dari perusahan Ikhram, tapi darimana Ikhram tau keberadaan perusahaan ini, karena yang aku tau perusahaan ini tidak terhubung dengan pak Abraham dan Aska. "Kau lanjutkan makanmu, aku akan pergi ke toilet sebentar." Tanpa menunggu Bara membuka mulut. Aku meraih ponsel lalu berjalan keluar, dari ruang pribadi yang akhirnya aku dan Bara pilih. Aku tidak pergi ke toilet karena tak mau terganggu. Lebih memilih tempat yang sepi di belakang restoran, tangan sudah bersiap menghubungi Aska, namun sebuah tangan memeluk pinggangku, lalu menyudutkan tubuhku ke dinding. Bibirnya mulai menciumi leher dan bahuku. Ingin berteriak tapi aku mengenali aroma tubuh pr
Baca selengkapnya

Pelakor Yang Terus Menempel.

"Bagus, kau di kelilingi oleh laki-laki hebat, pantas kau terus berpikir untuk pergi." Aku terkejut mendengar suara itu, membuat kue di tanganku jatuh ke lantai. Aku menatap tak berdaya melihat kue pesananku, berantakan tidak terselamatkan lagi."Untuk apa kau muncul tiba-tiba, sudah seperti setan?!" pekikku dengan kesal. Kue permintaan putri kecilku, harus berakhir di lantai. "Tutup mulutmu dan diam saja." Aku membungkam mulut Ikhram, agar tidak bicara lagi."Maaf Kak, kalau masih mau kue bentuk yang sama. Kami masih punya satu lagi yang serupa." Aku menarik napas lega mendengarnya. Rara menyukai kue ini, jadi sejak dua hari yang lalu aku pesankan. Siapa sangka Ikhram akan membuat kue itu rusak. "Masukkan sekalian dalam tagihanku." Ikhram mengulurkan kartu debitnya. Aku tertawa lalu menyingkirkan kartu itu, aku tak mau dia membayari sesuatu untuk anakku. "Tidak perlu, aku akan membayarnya sendiri. Hitung sekalian yang jatuh itu, Mbak. Sekalian tips karena membantu saya membersihkan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
14
DMCA.com Protection Status