Home / Pernikahan / Setelah Istriku Berkata Lelah. / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Setelah Istriku Berkata Lelah.: Chapter 61 - Chapter 70

137 Chapters

Sama-Sama Keras Kepala.

"Sayang, ayo kita pulang?" ajak Ikhram. Aku tertawa mendengarnya, sungguh aku muak melihat wajah tak berdosa pria ini. "Pulang, kemana?" tanyaku pula. "Pulang ke rumah kita," jawabnya pelan. "Rumah? Rumah yang mana? Rumah yang martabatnya diinjak-injak oleh wanita lain," ujarku sinis. "Rumah seperti itu aku tidak menginginkannya, sejak kau membawa wanita itu pulang, sejak itu pula aku tak ingin tinggal lebih lama lagi di sana," ujarku lagi. "Pulanglah, mereka menunggumu. Tinggalkan aku sendiri jangan pedulikan aku seperti biasanya." Aku menunjuk ke arah mama Rida dan Kartika. Mereka menunggu seolah takut aku membawa pria ini pergi, kecewa dan sakit hati membuatku membenci Ikhram."Baiklah, kalau begitu kita menginap di hotel untuk sementara, sampai Denis menemukan rumah yang cocok, mari kita mulai lagi hidup kita dari awal." Ikhram mendekat, lalu mendekap tubuhku dari belakang."Mulai dari awal, yakin bisa memulai dari awal lagi denganku? Sedangkan kau saja tidak bisa melupakan masa
Read more

Membuat Keributan.

"Sayang, ayo turun," ajak Ikhram setelah kami sampai di rumah. Aku menarik napas saat melihat mama Rida dan Kartika, berdiri di depan pintu utama, seolah sedang menunggu."Untuk apa kau bawa wanita ini kembali? Usir dia mama tidak mau melihat wajah pembunuh cucu mama." Suara mama Rida tidak terlalu tinggi, tapi masih bisa di dengar oleh warga yang masih berada di rumah kami."Mama, sudah cukup membuat keributan. Sekarang mama boleh pulang, tidak perlu datang jika tidak bisa tenang." Mama Rida terdiam setelah mendengar ucapan Ikhram. Aku tidak bersuara karena muak dengan adegan ini. "Am, jangan bicara begitu. Tante Rida mama yang melahirkanmu," ujar Kartika yang terdengar bijaksana."Kartika benar, Mas. Dengarkan dia dan biarkan aku pergi, kita ketemu saat tahlil tiga hari anak kita,"ucapku tenang. "Diamlah, lebih baik kau masuk duluan." Aku mencibir begitu mendengar ucapannya. Kenapa aku juga yang kena marah. Wanita "Begini saja, aku akan keluar sebentar. Kau selesaikan dulu masalah k
Read more

Selamanya Pergi.

"Aku menarik napas panjang, saat melihat Ikhram duduk di sofa dalam kamar kami. Seharian ini dia tidak pergi kemana-mana, dia duduk tenang di depan laptopnya membereskan pekerjaannya. Aku tidak punya banyak waktu lagi, anak-anakku pasti lapar dan haus. Air susuku berlimpah membuat dadaku terus basah, aku tidak bisa membuangnya begitu saja. Untuk menampungnya juga percuma, karena tidak ada yang bisa aku lakukan untuk mengirimnya ke anak buah Aska. "Apa butuh bantuanku?" tanya Ikhram yang tiba-tiba sudah berdiri di depanku. "Tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri." Aku berdiri lalu berjalan menuju ke kamar mandi. "Aku akan bertanya pada Kartika, bagaimana cara dia mengeluarkan ASInya, ketika hendak menyimpan untuk anaknya." Mendengar ucapan Ikhram membuatku gemetar, dia bahkan tau masalah seperti ini. Aku benar-benar sudah tidak tahan lagi, aku harus segera pergi dari sini. "Tidak perlu bertanya padanya ikut denganku." Aku mengajaknya keluar dari kamar. Mengambil buku di laci dep
Read more

Rencana Kembali Ke Kampung.

Aku menarik napas panjang, saat melihat dua orang paruh baya, berlarian bersama dua orang anak yang wajahnya hampir sama. Mereka bahkan membawa masing-masing, dua plastik di tangan kanan dan kirinya. "Mereka yang memilih sendiri, tapi tenang saja semua tidak terlalu mahal," ujar bapak setelah melihatku menatap mereka berempat. "Ini bukan soal mahal atau tidak, Pak. Ini soal banyaknya kalian membelikan makanan ringan, mereka sampai susah makan karena sudah makan camilan." Aku mengomel panjang, tapi bapak dan ibu diam-diam membawa kedua anak kecil itu masuk ke rumah. Mengabaikan aku lagi, sepertinya sudah hukum alam anak kalah sama cucu. "Sudah jangan marah-marah melulu, kau sudah menghubungi pengacara kita? Ada yang mau membeli rumah bapak di kampung." Aku terdiam mendengar pertanyaan bapak. Sebenarnya sejak semalam aku ingin bertanya, apa sudah bulat keputusan untuk menjual rumah dan tanah di kampung. "Bapak dan ibu sudah memutuskan untuk bergantung hidup denganmu. Demi anak dan cu
Read more

Kembali Bertemu.

Matahari terik membakar bumi, aku baru keluar dari pesawat. Mataku juga terasa panas karena terharu, setelah lima tahun akhirnya bisa kembali pulang.Setelah melakukan pemeriksaan, aku segera keluar. Merasa sesak buang air, aku melangkah menuju ke toilet. Aku kembali menarik napas lega, saat melihat toilet dalam keadaan sepi. Hanya ada satu pintu yang tertutup, jadi aku bisa lebih santai saat buang air kecil. Setelah selesai aku segera mencuci tangan di wastafel, sampat melirik pintu yang masih tertutup mungkin orangnya belum selesai.Setelah selesai mencuci tangan, aku segera keluar dari toilet. Siapa sangka saat di luar, aku bertemu orang yang tidak terduga sama sekali. 'Sejak kapan pria ini berdiri di sini?' tanyaku dalam hati. Toilet pria memang ada di depan setelah toilet wanita, tapi kenapa pria ini menunggu di bagian ini."Nona Amara," panggilnya. Aku menarik napas lalu menghampirinya, karena kalau mau keluar lorong ini harus melewati. "Jangan memanggilku dengan sebutan itu, ka
Read more

Kembali Bersama.

Aku mencium batu nisan anakku, setelah mendengar suara Ikhram. Ketakutan ini terjadi juga, dia mengejar sampai sini. Aku segera berbalik dan melihat anak buah Ikhram, sudah menahan orang yang menjemputku. "Apa yang kau inginkan?" tanyaku dengan wajah datar. "Kembali pulang, bersamaku," jawabnya dingin."Mau sampai kapan kita seperti ini? Kau menangkapku lalu aku kabur lagi, apa kau tidak merasa lelah, Am. Lupakan aku dan jalani hidup bersama Kartika, lalu miliki anak kalian sendiri," bujukku. Rasanya lelah harus melawannya, meski aku tau ini akan menjadi perlawanan terakhirku. Setelah rumah dan tanah bapak terjual, kami semua akan menghilang dari kehidupan Ikhram selamanya. Mungkin sampai anak perempuan kami menikah kelak dan membutuhkan Ikhram sebagai walinya."Lepaskan mereka, aku akan ikut pulang denganmu." Aku mengambil keputusan agar tidak ada yang terluka. "Non?" Anak buah pak Abraham terlihat tidak rela. "Tidak apa-apa, aku akan pergi bersamanya. Kalian kembali dan katakan pad
Read more

Bicara Dan Makan Berdua.

Aku menangis sambil memeluk lutut. Ikhram tidak bersuara, hanya menatap sambil memijit keningnya. Bagaimana aku tidak menangis, karena dia memaksa memakaikan baju tidur itu. "Tidak pernahkah kau berpikir baik padaku, sejak kapan ada baju wanita lain di kamar kita? Semua baju di walk in closed itu masih baru semua, aku belikan hanya untukmu. Sudah lima tahun aku mengumpulkan semua baju itu, hanya untuk satu-satunya wanitaku ... Istriku." Ikhram bicara dengan pelan. Namun aku bisa melihat rahangnya mengeras, jelas dia tengah menahan amarah. Aku tidak mau mendengar penjelasan, dan memilih untuk tidur menutupi tubuhku dengan selimut. "Sebenarnya apa yang terjadi pada kita, Yang? Kau berubah setelah sah menjadi istriku." tanyanya seolah tanpa dosa."Aku berubah kau bilang, apa kau benar-benar berpikir aku yang berubah?" tanyaku dengan geram sambil duduk menatapnya. "Sebenarnya kau yang berubah, semua bermula setelah resepsi. Kita baru menikah tapi apa yang kau lakukan, Ikhram? Aku di ting
Read more

Jadi Tawanan Lagi.

Aku menatap sebuah kartu debit warna gold yang ada di atas meja. Kartu yang aku tinggalkan saat pergi ketika hamil, berarti hampir enam tahun aku tidak melihat kartu itu. Tidak menyangka Ikhram masih menyimpannya, meski aku tidak mengharap isinya. "Apa ini, dan untuk apa?" tanyaku."Tidak perlu kembali ke kampung, atau menjual rumah dan tanah bapak. Di kartu ini ada uang hampir lima belas miliar, jika kurang tinggal bilang aku akan transfer lagi," jawabnya dengan santai. "Untuk apa kau memberiku uang sebanyak ini?" tanyaku lagi. "Itu uangmu, aku sudah menjual rumah yang aku berikan sebagai mahar untukmu. Selain itu uang di kartu itu adalah nafkah, yang selama ini aku berikan kepadamu selama kita menikah." Ikhram menjelaskan dengan wajah datar. Aku tertawa lalu menyerahkan kembali kartu yang dia berikan padaku. Sejak pergi meninggalkannya, aku sudah tidak mengharapkan nafkah apapun darinya, jadi aku tidak akan menerima pemberiannya itu. "Aku tidak berhak menerimanya, selain menjual r
Read more

Melukai Amara, Tamparan untuk Kartika.

Aku keluar dari kamar, setelah selesai memakai baju dan mengeringkan rambut. Di ruang tengah aku justru bertemu dengan Denis, entah untuk apa pria ini datang kemari."Nyonya Amara," sapanya. "Hem," jawabku tanpa menatap wajahnya. Denis menggaruk kepalanya yang mungkin tak gatal, sedangkan Ikhram hanya diam sembari menatap tak berdaya."Jangan berpikir untuk kabur dari pintu itu, Karena sudah terkunci otomatis begitu tertutup," ujar Ikhram saat melihatku menatap pintu. Aku tidak bicara hanya melanjutkan langkah, menuju ke meja makan yang sudah terhidang banyak makanan.Tanpa melihat Ikhram dan Denis, aku segera mengisi piring dengan makanan. Aku hendak duduk kembali, ketika mendengar tawaran Ikhram agar Denis ikut makan. "Aku akan makan di kamar." Aku tidak jadi duduk lalu mengambil piring berisi makanan.Saat hendak pergi Denis buru-buru berkata, kalau dia ada urusan lain. Tanpa menunggu persetujuan Ikhram, pria itu langsung membuka pintu setelah menekan sidik jarinya. "Jadi benar per
Read more

Lepas Kendali Diri.

"Apa yang terjadi?" tanyaku sambil mengobati luka di tangan ikhram. Jelas ini karena dia meninju sesuatu, dari bekas yang menempel, sepertinya yang jadi korban dinding rumah sakit. "Tidak ada, hanya sedikit melepaskan perasaan geram," jawab Ikhram. Aku melirik Denis dari wajahnya jelas kalau dia tengah resah, ini pasti ada hubungannya dengan ucapanku tadi. Aku mengobati tangan Ikhram sambil berbaring miring. Sedangkan Ikhram duduk di sebelah tempat tidur, tiba-tiba terasa sebuah kecupan di dekat kupingku. Ternyata Ikhram baru saja mencium tempat itu. "Terima kasih, walau hanya perhatian kecil, setidaknya kau masih memperhatikanku." Dia tersenyum dengan penuh percaya diri.Aku menarik napas lalu menyerahkan kotak obat ke tangan Ikhram. "Setelah ini jaga dirimu baik-baik, aku mungkin tidak akan ada di sampingmu lagi. Jadi jangan melakukan sesuatu yang dapat melukai dirimu." Ikhram terdiam setelah mendengar ucapanku.Namun itu tidak berlangsung lama, setelah itu dia kembali mengambil mak
Read more
PREV
1
...
56789
...
14
DMCA.com Protection Status