Home / Pernikahan / Setelah Istriku Berkata Lelah. / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Setelah Istriku Berkata Lelah.: Chapter 81 - Chapter 90

137 Chapters

Di Serang Pelakor.

"Apa yang kau lakukan, Andin?!" Aku berteriak, karena tiba-tiba Andin menyiram kopi dingin ke kepalaku. Entah setan apa yang membuatnya berbuat segitu. "Kenapa, takut kotor? Bukankah kau memang wanita kotor? Setelah punya anak tanpa suami, sekarang kau mulai mencari calon ayah untuk anak-anakmu, tapi kenapa kau mengincar calon suamiku?" tanya Andin sinis.Mendengar ucapan Andin yang cukup keras. Akhirnya membuat orang di lobby perusahaan mulai berbisik liar, mereka bahkan menatapku dengan jijik. Aku tertawa saat melihat Ikhram berada di kejauhan, aku hanya berharap dia tidak mendengar apa yang Andin katakan sebelumnya."Calon suami, apa perlu kita tanyakan langsung padanya? Yakin dia kan menikahimu? Atau hanya menjadikanmu simpanan, atau mungkin hanya teman tidurnya?" tanyaku sambil tertawa sinis."Cukup, hentikan Nona Amara." Ikhram mendekat lalu berdiri di samping Andin. Gadis itu tersenyum dingin, mungkin melihat wajahku yang kesal. "Kenapa, kau merasa sudah cukup? Dia bahkan meny
Read more

Ikhram bertemu anak-anaknya.

"Boleh aku masuk," tanya Ikhram yang membuat jantungku hampir berhenti berdetak. Aku melirik bara yang kebiasaan tidak menutup pintu. "Bara bawa kurcaci kecil ini pulang, aku ada urusan dengan Tuan Ikhram." Aku mengedipkan mata pada Bara, agar dia membawa anak-anakku pergi. "Baiklah, panggil sekuriti bila membutuhkan bantuan." Bara berbisik sebelum membawa Rama dan Rara pergi. "Anda butuh apa, Tuan Ikhram?" tanyaku sinis. "Tetap di tempatmu, jangan mendekat padaku." Aku memperingatkan, saat melihatnya hendak mendekat."Apa masih sakit?" Dia bertanya sembari menunjuk ke wajahku. "Tidak, ada apa menemuiku?" Aku bertanya, sembari membereskan meja yang penuh dengan bekas camilan anak-anakku. "Siapa mereka, kau terlihat akrab dengan kedua anak itu?" Aku memalingkan muka saat Ikhram menatap wajahku. "Mereka anak-anakku," jawabku jujur, Ikhram tertawa seolah aku sedang bercanda. "Kau bahkan membuat anak kita meninggal, masih bisa kau menyayangi anak orang lain." Ikhram tersenyum sinis. Kali
Read more

Bertemu Kartika lagi.

"Aku mau bicara denganmu sebentar." Aku sedang makan siang, ketika Andin tiba-tiba datang dan duduk di depanku. Dia bahkan membawa teman-temannya. "Kau mau bicara atau mau menyerang orang?" tanyaku sarkas. Wajah teman-temannya tidak ada yang ramah, tersenyum tapi sinis. Mereka bahkan memutar bola mata seolah malas melihatku. "Lebih baik kau minta mereka semua pergi, aku mual melihat wajah Meraka. Sudah tidak cantik tapi sibuk membuang muka," omelku tanpa bekas kasihan. "Jangan keterlaluan, Ayu. Mereka anak-anak orang terpandang. Aku tau kau berbeda jauh dengan kami, tapi bukan berarti kau bisa asal bicara." Andin terlihat marah namun aku tidak perduli."Aku rasa kau benar, karena kita berbeda lebih baik minta mereka pergi. Itupun kalau kau masih mau bicara denganku." Aku kembali menunduk, untuk menikmati makan siangku. Meski melihat Andin tapi selera makanku tetap bagus."Aku minta ceraikan, Ikhram. Dia sudah tersiksa terlalu lama, kau bahkan sudah lama meninggalkannya. Entah apa saj
Read more

Kedatangan Tamu Yang Tak Diharapkan.

"Mereka siapa?" tanyaku saat melihat dua orang wanita, dari penampilannya dan alat yang melingkar di lehernya, jelas dia seorang dokter. "Dokter Anisa dan asistennya," jawab Ikhram pelan. "Siapa yang sakit?" tanyaku lagi."Mereka akan memeriksamu," jawab Ikhram datar. "Aku tidak sakit, buat apa di periksa? Mana tas dan ponselku?" Aku kembali bertanya sambil mencari benda milikku itu. "Periksa dulu, baru aku berikan tas dan ponselmu." Aku mendengus kesal, orang ini tuli atau bagaimana sih. Sudah aku bilang sehat masih ngotot mau memeriksa. "Ada apa menatapku begitu?" Aku menepuk jidatku dengan keras, orang ini Benar-benar tidak tau diri sekali."Aku hanya sedang berpikir, kau sebenarnya tuli atau bagaimana. Aku sehat buat apa di periksa, kalau kau merasa tak sehat, kenapa tak di periksa sekalian." Aku berkata dengan ketus lalu meninggalkannya, untuk mencari tas dan ponselku. "Berbaring dulu." Ikhram mengangkat tubuhku, lalu membaringkan ke sofa di ruang tamu. Aku kesal karena malu, ma
Read more

Kemarahan Ikhram.

Sepertinya aku memang harus mandi bunga, untuk buang sial lah kononnya. Bagaimana bisa ketakutanku terjadi sekarang, orang yang tidak aku inginkan ketemu. Justru muncul begitu saja di depanku.Dia bahkan datang bersama dengan Andin dan ayahnya. Aku memijit keningku yang terasa sakit, sekali lagi Ikhram membawaku pada situasi yang tak mengenakkan. "Pelacur ini juga ada di sini, kau belum puas juga menidurinya." Racun mematikan keluar dari mulut mama Ikhram. Yah, wanita itu adalah Tante Rida."Cukup Tante, jangan keterlaluan kalau bicara. Aku juga tidak mau berada di sini, tapi putramu yang memaksa. Semakin lama, mulut Tante semakin lancang, sekarang minta putra tersayang Tante ini untuk mengembalikan tas dan ponselku!" Aku sudah tidak bisa lagi bertahan, mulut Tante Rida semakin pedas. Aku bisa menghormati siapapun, termasuk yang lebih muda dariku. Tapi aku juga tidak bisa menghormati orang yang lebih tua, jika dia tidak bisa menghormatiku juga. "Kau dengar ucapan mamamu, Ikhram. Dia m
Read more

Masuk Rumah Sakit.

Hah.Aku terduduk di depan rumah, belum sempat masuk tapi tubuhku sudah lemas. Kenapa hidupku jadi sulit begini, semua karena Ikhram. Aku mendengus kesal ketika mengingat pria ini. "Apa kau baik-baik saja?" tanya Bara setelah memarkirkan motornya. Aku tidak menjawab, hanya mengelengkan kepala. Perutku terasa mual dan kepalaku mulai pusing. "Aku rasa ada yang aneh." Aku meraih tangan Bara, karena pandanganku mulai berputar. "Amara!" Aku hanya mendengar teriakan beberapa pria, setelah itu aku jatuh pingsan.Aku membuka mata dan menyadari telah berada di rumah sakit. Ada Bara dan Aska duduk di sofa, sepertinya menungguku bangun. "Kalian sedang apa?" tanyaku sambil berusaha duduk. "Huh, gayamu saja sok kuat, kena masalah sedikit langsung jatuh sakit." Bara mencemooh, aku tak menjawab hanya pandanganku yang membuat Bara tertawa panik."Maaf, habisnya kau membuatku panik. Untung Aska datang tepat waktu, dan juga bapakmu tidak terbangun oleh suara motorku. Kalau tidak mungkin semua akan tamb
Read more

Menghabiskan Malam Panas Di Rumah Sakit.

Aku terbangun dengan wajah bingung, karena merasa berada dalam pelukan yang hangat. Dengan lengan yang kuat, juga napas yang lembut meniup rambutku.Aku mengangkat kepala, lalu menemukan wajah rupawan sedang tertidur pulas. Mataku mengerjab berkali-kali berharap salah melihat, namun aku tersentak karena wajah itu memang berada di depanku. Tanpa sadar tanganku terulur, hendak menyentuh wajah itu. Namun aku menghentikan niatku, karena merasa lebih baik hanya menatap wajahnya saja. Sayangnya aku salah mengambil keputusan, karena tiba-tiba terdengar suara rendah seorang pria. ""Apa wajahku masih tampan, seperti lima tahun yang lalu, Sayang?" tanya Ikhram dengan pandangan mengoda. Bukannya menjawab aku hanya menarik napas, lalu menyingkirkan lengannya dari perutku. "Jawab dulu," rengeknya seperti anak kecil. "Aku rasa tak penting menjawab pertanyaanmu itu, aku hanya berharap kau akan menjadi pria culun, udik dan penakut itu. Daripada berubah menjadi tampan dan rupawan, dulu meski kau bu
Read more

Cinta Pertama Yang Kandas.

Aku mencintainya sejak pertama kali dia menindasku, caranya menyakitiku terasa bukan untuk menyiksaku, tapi sebaliknya untuk menguatkanku. Mungkin dia muak karena berkali-kali melihatku, di kerjai teman-teman sekelas kami. Hingga akhirnya gadis yang acuh tak acuh itu bergerak, bukan untuk membelaku tapi justru ikut menindasku. "Dia mangsaku hanya milikku, tidak ada yang boleh menindasnya selain aku!" teriaknya keras membuat semua terkejut. Aku tidak tau kenapa, tapi sejak itu semua orang mematuhinya, padahal setahuku dia tidak banyak bicara. Padahal selama satu Minggu ini, hanya sekali atau dua kali saja dia bicara. Itupun saat menjawab pertanyaan guru, tapi kenapa sekarang dia bisa membuat semua orang takut hanya dengan ucapannya. "Kau terlalu lugu, polos sekaligus bodoh. Kau harus kuat, jangan tunjukkan rasa takutmu. Perkuat aura dirimu menjadi penindas jangan sebaliknya, kau sudah jelek jangan jadi penakut pula. Apa lagi gunamu, jika terus-terusan menjadi pecundang." Bibirnya bi
Read more

Kemarahan Dan Dendam Ikhram.

"Tuan, ini informasi terbaru dari orang-orang tua itu. Kini mereka baru mengetahui, kalau pilihan mereka ternyata ular semua. Mereka semua melarikan diri, ketika keluarga dalam masalah." Aku tersenyum mendengar laporan Denis. Aku tau mereka memilihku bukan karena tulus, tapi hanya sekedar menunjukkan kalau aku menjadi salah satu pewaris, karena keturunan anak pertama yang sudah meninggal.Sehingga mereka tidak terlalu memperhatikanku sebagai pewaris. Mereka hanya menunggu aku mati perlahan-lahan, tentu dengan cara kejam dengan membuatku gemuk. Dengan harapan mati karena penyakit jantung atau sesak napas. Sayangnya rencana mereka hancur, oleh cinta seorang gadis miskin dan bar-bar. Cinta Pertama itu yang membuatku sadar dan bisa berpikir dengan benar, mengikuti utusan kakek yang selama ini bersembunyi, adalah langkah awal pemberontakanku. Hingga bisa muncul kembali sebagai pendiri Artama grup, terpisah dari dinasti keluarga kakek."Tuan anda mau kemana?" tanya Denis saat melihatku mem
Read more

Bahagiaku Bertemu Denganmu.

"Tonggos" panggilan yang keluar dari mulut mungilnya. Ingin sekali meremas bibirnya itu, begitu sadar dia tidak mengingatku tapi mengingat aibku. Lega sekali melihatnya seperti itu, bapak dan ibunya juga terlihat senang. Aku menarik napas panjang, hampir saja aku kehilangan wanita ini. Pantas atau tidak aku akan merebutnya, dari sang suami yang bodoh itu. Langkah pertama aku harus merubah penampilan Amara, selain itu dia harus mulai menghadapai suaminya hingga menjadi mantan. Aku tidak rela dia kembali dengan si bodoh Bram itu."Kau mau membantu seorang wanita, tapi untuk apa?" tanya Rizwan dengan wajah bodohnya. "Membalas suami bodohnya, dia bekerja di perusahanmu," jawabku dengan malas."Siapa orangnya?" tanyanya dengan wajah penasaran. "Bramantyo," jawabku lagi. "Sial, berulah apa lagi pemalas itu?" Aku tersentak mendengar ucapan Rizwan. "Pemalas, gimana maksudmu?" tanyaku penasaran. "Capek aku dengan ulahnya, setiap bulan ada saja cutinya. Alasannya banyak sekali, keluhan dari r
Read more
PREV
1
...
7891011
...
14
DMCA.com Protection Status