Home / Pernikahan / Setelah Istriku Berkata Lelah. / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of Setelah Istriku Berkata Lelah.: Chapter 101 - Chapter 110

137 Chapters

Ketemu lagi.

"Tuan." Suara Denis membuatku berbalik, lalu meninggalkan tepi jendela. Sudah satu jam sejak mendarat di tempat ini, aku belum istirahat sama sekali. "Sudah dua bulan, apa belum ada kabar soal istriku?" tanyaku pelan.Denis tidak menjawab hanya menarik napas lalu mengelengkan kepala, kali ini Amara benar-benar menghilang seperti di telan bumi. "Orang-orang yang mengawasi Aska dan Bara tidak menemukan apa-apa, Tuan. Sepertinya mereka memang tidak tau di mana Nyonya berada, bahkan Bara juga mengirim orang untuk mencari beliau." Mendengar laporan Denis membuat kepalaku makin pusing. "Ada apa kau datang kemari?" tanyaku dengan heran, karena tak tau kenapa asistenku ini datang ke kamarku daripada istirahat. "Ada undangan dari tuan Tanaka, nanti malam di klub miliknya." Denis menyerahkan sebuah undangan. Aku mengambil lalu melihat isinya, ternyata undangan anniversary pernikahannya. "Siapkan hadiahnya."Setelah memberi perintah aku berjalan menuju ke kamar, lebih baik aku istirahat sebe
Read more

Kebenaran Terungkap.

Wanita itu berjalan mondar-mandir dengan gelisah, aku tidak memperdulikannya dan lebih memilih menikmati kopi panas di depanku. Sesekali aku melirik ketika melihatnya mulai kehilangan kesabarannya. "Katanya mau bicara, tapi aku lihat kau begitu menikmati kopi panasmu, seolah hidup tanpa beban sama sekali," ketusnya sambil duduk di depanku. "Sayang, dari tadi kita sedang bicara. Aku hanya memberimu waktu untuk berpikir, memilih menjelaskan dengan jujur atau aku bertindak kasar, itu saja yang harus kau pilih," ujarku dengan tenang."Omong kosong, bicara apa maksudmu. Kau bahkan bicara yang tidak-tidak, anak apa yang sejak tadi kau tanyakan. Sudah jelas anak kita sudah meninggal, apa lagi yang membuatmu bingung." Amara kembali kehilangan kesabarannya, aku tau itu tanda dia mulai resah. Mungkin takut ketahuan telah berbohong padaku."Dokter yang membantumu bersalin telah tertangkap, ada namamu yang menjadi salah satu pasiennya. Untung ada polisi yang ingat namamu dan curiga, jadi menghub
Read more

Kemarahan Dan Ketakutan Amara.

"Sayang, mana yang sakit?" tanyaku saat melihat Amara terbangun dan membuka matanya. Dia tidak menjawab hanya memejamkan kembali matanya, lalu menatapku tajam. Tiba-tiba sebuah bantal melayang tepat mengenai wajahku. Denis dan dokter yang ada di ruangan terdiam, setelah itu beranjak pergi keluar dari kamar. "Sialan, kenapa gak ma ...." Amara tidak melanjutkan ucapannya, hanya kembali melempariku dengan bantal. "Keluar, keluar!" teriaknya dengan sekuat tenaga. Aku segera mundur ketika melihatnya memegangi kepala, tak ingin membuatnya marah jadi aku memilih untuk pergi sejenak. Begitu aku menutup pintu, terdengar suara gaduh di dalam kamar. Jelas Amara tengah melepaskan amarahnya, aku menarik napas lalu mengintip lewat lobang kunci. Kamarku sudah seperti kapal pecah, banyak barang berakhir di lantai.Tak lama kemudian aku melihatnya duduk memeluk lutut di atas tempat tidur, melihatnya tenang aku memilih untuk segera masuk. Aku tidak memperdulikan apapun selain istriku itu, dengan la
Read more

Mereka Darah Dagingku Juga.

Aku duduk dengan wajah cemberut, di depanku Amara juga duduk sambil memainkan garpu di tangannya. Siapa sangka benda itu bisa di gunakan untuk mengancam Denis, agar tidak membuka mulut meski melihat Amara merekam pembicaraan kami. "Maaf Tuan, tadi Nyonya menempelkan benda itu di leher anda. Saya tidak mau mengambil resiko, apalagi tadi anda terlalu rapuh." Aku melotot mendengar penjelasan Denis, berani sekali dia mengatakan aku sedang rapuh. "Sudahlah, setidaknya aku mendapatkan kembali. Istri, anak dan kedua mertuaku, kau siapkan semuanya segera. Kita kembali sekarang juga, aku sudah tak sabar bertemu anak-anakku." Aku tersenyum melihat wajah pucat istriku. Dia pikir sudah menang tapi aku melemparkan pukulan terakhir yang tak dia duga sama sekali. "Tunggu dulu, mana bisa begitu. Mereka tidak mengenalmu, bisa-bisa mereka ketakutan. Jangan lupa terakhir kali mereka bertemu denganmu." Amara mengengam tanganku, lalu menariknya agar mendekat padanya."Baiklah, kau bisa bertemu mereka,
Read more

Aku Tidak Mau Bercerai, Bapak!

Aku duduk diam sambil menyentuh luka di wajahku, di depanku bapak mertua juga duduk diam tanpa bicara. Sedangkan di sebelahnya, anak perempuannya terlihat tanpa perasaan, makan siomay yang dia beli saat aku sedang di pukuli oleh bapaknya. Wanita itu benar-benar tanpa perasaan, dia bahkan tidak melirik sama sekali, meski aku sudah mendesis tanda kesakitan.Bapaknya juga sama saja, meski diam tak bicara tapi mulutnya terus terbuka menerima suapan anak perempuannya. "Bapak heran denganmu, kalau memang tak menginginkannya, kenapa harus mengejarnya seperti ini? Akan lebih baik kalian jalani hidup masing-masing dan tidak saling menyakiti lagi." Bapak mertua akhirnya membuka mulutnya, meski masih ada makanan di mulutnya. "Ara juga sudah sudah bahagia, meski tanpa suami dan ayah anak-anaknya. Kau juga bisa lebih aman dan lebih leluasa memanjakan wanita-wanita simpananmu di luar sana," ketus mertuaku semakin pedas."Mohon maaf sebelumnya, Pak. Saya tidak pernah memiliki wanita lain selain is
Read more

Mami Jangan Sembarang Memilih Laki-Laki.

"Huh, hanya nasi goreng dan semur ayam. Di tambah makanan yang seharga sepuluh ribu saja sudah sombong, mereka tidak tau kalau tas yang kita belikan harganya lima ratus ribu lebih." Suara anak laki-laki terdengar ketus. Tidak lama terlihat dua orang anak, masuk ke dalam rumah dengan wajah cemberut. Di belakangnya terlihat ibu mertuaku juga berwajah sama, masam dan cemberut."Ada apa, kenapa cemberut begitu? Kata kakek kalian pergi ke acara ulang tahun teman baru. Kenapa pulangnya berwajah cemberut begini?" tanya istriku dengan merentangkan tangan. Kedua anak itu terdiam sebentar, lalu berlari dengan heboh ke arah istriku. Mereka berada dalam pelukan Amara, lalu menciumi wajahnya istriku itu dengan meriah. "Mami sudah kembali, kapan sampai dengan siapa? Om Bara atau om Aska?" tanya mereka yang membuatku cemberut. "Masam banget wajah orang ini, siapa dia mami?" tanya anak laki-laki di pelukan Amara. Dia bertanya tapi matanya menatapku penuh dengan kebencian, aku terpaku sejenak sebelu
Read more

Mulut Manis Menantu Kesayangan.

"Sedang apa kau di sini? Wajahmu juga kenapa masam begitu?" tanya Amara saat melihatku. Dia baru keluar dari kamar mandi jadi hanya memakai kimono saja, mataku berbinar ketika mengingat kebiasaan. "Sudah mau Maghrib Denis belum datang juga, dia sudah mencarikan kamar hotel untukmu kan?" tanyanya tanpa merasakan bahaya. Aku tidak menjawab hanya berjalan ke belakangnya, lalu memeluk tubuhnya dari belakang."Untuk apa mencari kamar hotel, kalau sekarang aku ada di kamar istriku?" Aku mencium bahunya lalu mengigit telinganya dengan lembut."Dasar mesum, ini sudah mau Maghrib. Bukannya bersiap ke masjid, kau malah sibuk menggerayangi tubuh janda." Aku melotot mendengar ucapan Amara. "Katakan sekali lagi, siapa yang janda?" Aku mencium bibirnya dan menggigitnya dengan keras. Amara meringis lalu memukuliku dengan cepat."Pergi sana." Amara mendorongku lalu melangkah menuju ke lemari baju, dia mematung lalu berbalik memelototi. "Kita suami-istri baju juga harus satu lemari." ujarku santai. T
Read more

Serbuan Mantan Adik Ipar

Aku berkali-kali menarik napas, sembari menatap pintu kamar kedua anakku. Ucapan Rama tadi begitu menyakitkan, ternyata aku telah melukai begitu dalam hati istri dan anak-anakku. Dengan lemas aku mengusap air mata di wajahku, sungguh aku tidak pernah berniat menyakiti mereka, hanya saja kesalahpahaman itu benar-benar merusak segalanya.Perlahan aku mengangkat kepala saat melihat pintu kamar itu perlahan terbuka, Amara keluar dengan wajah sendu. Dia terkejut saat melihatku ada di depan pintu, dengan langkah pelan dia mendekat lalu meraba pipiku dengan lembut."Sudah malam pergilah tidur," pintanya lirih. Aku menarik napas lalu melangkah menuju ke kamarnya, dia terkejut lalu berlari mengejarku yang sudah masuk ke kamarnya. "Aku ... Aku menyuruhmu pergi tidur tapi tidak di kamarku." Aku berbalik lalu menatapnya dengan pura-pura bingung. "rumah ini hanya ada tiga kamar tidur. Satu di tempati bapak dan ibu, satu lagi di tempati Rama dan Rara. Sekarang aku harus tidur di mana selain kamar
Read more

Berani Menyakiti Anakku, Hadapi kemarahan suamiku.

Aku baru saja keluar dari kamar mandi, ketika melihat Amara termenung sembari menatap ponselnya. Entah apa yang tengah dia pikirkan kali ini, apa mungkin tengah memikirkan Aska atau Bara."Ada apa? Termenung seperti itu?" tanyaku lirih sembari menahan emosiku. "Anakmu memukuli anak orang." Aku tersentak mendengar ucapan Amara. Mau bertanya lebih jelas tapi istriku itu sudah berlari seperti orang gila keluar kamar."Bapak." Amara memangil bapak yang juga tengah berjalan dengan wajah panik. "Seumur mereka hidup baru kali ini, Rama memukuli anak orang." Akhirnya aku baru sadar apa yang terjadi, dengan panik kami berlarian keluar rumah. "Ini?" Bapak, ibu dan Amara tercengang, begitu melihat dua motor gede terparkir di depan rumah. Denis menggaruk kepalanya, saat melihat keterkejutan di wajah ketiga orang itu. "Beri bapak kuncinya, satu lagi serahkan padaku." Bapak terpaku sejenak lalu mengambil kunci di tangah Denis. Setelah itu membantu ibu naik ke motor gede itu."Menantu kurang ajar,
Read more

Berbaikan Lagi

Kekuasaan memang bisa membutakan mata, sayangnya pria ini terlalu buta sehingga tidak melihat kenyataan di depan mata. Cara bicaranya begitu arogan sehingga tidak menatap tingginya langit di atas sana."Bu Weni termasuk warga lama di sini, begitu juga dengan mbak Desi. Sedangkan kalian termasuk pendatang karena bukan warga sini, setahu saya baru beberapa bulan saja kalian datang kan?" tanya pria yang ternyata RT lingkungan sini. Aku mengerutkan kening, karena sepertinya dia tidak mengetahui tentang bapak dan ibu yang warga lama dari kampung ini. Aku menatapnya karena bingung, seharusnya dia mengenal bapak karena warga lama sini saja mengenal beliau."Apa kau mengenal Franky?" tanyaku tiba-tiba. Pria itu terdiam sebentar sebelum menganggukkan kepala. Aku tersenyum sinis lalu segera berdiri karena aku tak mau menghabiskan waktu dengan percuma."Kalau begitu silakan tinggalkan rumah mertuaku, kita ketemu di kantor polisi. Satu lagi temui Franky, aku rasa ada yang akan dia katakan padamu.
Read more
PREV
1
...
91011121314
DMCA.com Protection Status