Wanita itu berjalan mondar-mandir dengan gelisah, aku tidak memperdulikannya dan lebih memilih menikmati kopi panas di depanku. Sesekali aku melirik ketika melihatnya mulai kehilangan kesabarannya. "Katanya mau bicara, tapi aku lihat kau begitu menikmati kopi panasmu, seolah hidup tanpa beban sama sekali," ketusnya sambil duduk di depanku. "Sayang, dari tadi kita sedang bicara. Aku hanya memberimu waktu untuk berpikir, memilih menjelaskan dengan jujur atau aku bertindak kasar, itu saja yang harus kau pilih," ujarku dengan tenang."Omong kosong, bicara apa maksudmu. Kau bahkan bicara yang tidak-tidak, anak apa yang sejak tadi kau tanyakan. Sudah jelas anak kita sudah meninggal, apa lagi yang membuatmu bingung." Amara kembali kehilangan kesabarannya, aku tau itu tanda dia mulai resah. Mungkin takut ketahuan telah berbohong padaku."Dokter yang membantumu bersalin telah tertangkap, ada namamu yang menjadi salah satu pasiennya. Untung ada polisi yang ingat namamu dan curiga, jadi menghub
Read more