Home / Pernikahan / Setelah Istriku Berkata Lelah. / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of Setelah Istriku Berkata Lelah.: Chapter 91 - Chapter 100

137 Chapters

Marah Tapi Rindu.

Aku tersenyum melihat tingkahnya, namun senyumku menghilang saat melihat wajahnya memucat. Tiba-tiba dia mengetuk jendela mobil dengan kuat, melihatnya cemas aku segera meminta sopir untuk berhenti.Begitu mobil berhenti, Amara segera keluar lalu berjongkok di pinggir jalan. Tubuhnya bergetar saat menunduk untuk muntah, aku diam sembari menatapnya tajam, dengan sebuah kecurigaan yang tak masuk akal. Namun aku percaya dia bukan wanita murahan, dia tau cara menjaga dirinya. Walau aku tidak pernah mempercayai pria yang berada di sampingnya, seperti Rizwan dan Aska tentunya.Setelah agak lama berjongkok dengan perlahan dia berdiri, aku mencoba membantunya tapi tatapan matanya penuh dengan rasa jijik. Aku tersadar ketika dia menutup hidungnya, aku kembali mengendus tubuhku, tapi tidak mencium aroma lain selain aroma tubuhku dan tubuhnya."Apa kau yakin ini karena aroma tubuhku, bukan karena kau hamil muda?" tanyaku sinis. "Hamil, aku tidak keberatan jika harus tambah anak lagi," jawabnya t
Read more

Kebenaran Yang Menyakitkan.

Aku menarik napas panjang, sembari menatap tak berdaya wanita yang menangis memeluk lututnya. Amara menangis setelah aku paksa, memakaikan baju tidur ke tubuhnya. Tadi dia histeris karena mengira, baju yang aku berikan itu bekas wanita lain. Wanita ini benar-benar membuatku gila, wanita mana yang bisa membuatku melakukan hal yang tak masuk akal selain dirinya."Tidak pernahkah kau berpikir baik padaku, sejak kapan ada baju wanita lain di kamar kita? Semua baju di walk in closed itu masih baru semua, aku belikan hanya untukmu. Sudah lima tahun aku mengumpulkan semua baju itu, hanya untuk satu-satunya wanitaku ... Istriku." Aku mencoba menjelaskan dengan pelan, agar Amara tidak lagi mengila seperti tadi.Namun tetap saja aku menahan geram melihat tatapan matanya itu. Parahnya bukannya mendengar penjelasanku, dia malah tidur sembari menutupi tubuhnya. "Sebenarnya apa yang terjadi pada kita, Yang? Kau berubah setelah sah menjadi istriku." tanyaku lirih, sungguh aku masih tidak mengerti.
Read more

Cinta, Kerinduan dan Kemarahan.

"Apa ini, dan untuk apa?" tanya Amara saat aku meletakan kartu warna gold di hadapannya. Kartu debit yang aku berikan setelah menikah, kartu yang dia tinggalkan ketika kabur saat hamil.Kartu yang isinya terus bertambah seiring waktu kepergiannya. Aku hanya berharap soal nafkah tidak akan memberatkan-ku, ketika masalah perceraian dia ungkit seperti saat ini. Meski aku tau dia tidak pernah mengunakan uang nafkah itu, karena saat pergi dia meninggalkan kartu debit pemberianku itu."Tidak perlu kembali ke kampung, atau menjual rumah dan tanah bapak. Di kartu ini ada uang hampir lima belas miliar, jika kurang tinggal bilang aku akan transfer lagi," jawabku sembari menyerahkan kembali, kartu debit itu ke hadapannya. "Untuk apa kau memberiku uang sebanyak ini?" tanyanya lagi. "Itu uangmu, aku sudah menjual rumah yang aku berikan sebagai mahar untukmu. Selain itu uang di kartu itu adalah nafkah, yang selama ini aku berikan kepadamu selama kita menikah." Aku menjelaskan agar istriku ini paham
Read more

Amara terluka

Denis menunduk setelah menyerahkan berkas yang dia bawa. Aku memeriksanya sebentar, lalu menyerahkan kembali setelah aku tandatangani. "Apa ada yang tak kau laporkan padaku, tentang kejadian yang menimpa istriku, Den?" tanyaku pelan.Sembari menatap Denis yang masih menundukkan kepalanya. Jelas terlihat dia kebingungan, namun aku tetap menunggu jawabannya. "Saya minta maaf, Tuan. Tentang kejadian waktu itu, saya sudah menghubungi anda, tapi anda tidak mengangkat panggilan saya. Saat itu anda dalam perjalanan bersama Nyonya Kartika." Aku menarik napas mendengar penjelasan Denis. Otakku bergerak cepat untuk berpikir, saat itu memang aku dalam perjalanan ke rumah sakit. Alasannya waktu itu Kartika sempat jatuh di kamar mandi, takut terjadi sesuatu pada kandungannya, aku langsung membawanya ke rumah sakit. Sialnya setelah selesai bertemu dokter, aku justru ketemu Amara di depan ruangan dokter kandungan. Waktu itu aku juga baru tau Amara juga tengah mengandung, aku menyesal karena melakuk
Read more

Gara-gara pil KB.

"Apa yang kalian inginkan?" tanyaku pada papa dan mama. Melihat mereka sudah membuatku geram, tapi tidak bisa berbuat apa-apa karena mereka orang tua kandungku. "Papa dengar wanita itu kembali lagi, sudah lima tahun Ikhram buka matamu. Jangan di butakan oleh cinta, kita tidak tau siapa di balik wanita ini." Papa berkata dengan nada sinis. Aku tertawa mendengar ucapannya, ucapan pria yang seharusnya menjadi pelindung keluarga, nyatanya hanya cangkang kosong berkedok kepala keluarga. "Aku tidak pernah meminta apapun dari kalian, tidak juga meski demi selembar nyawaku." Aku kembali menatap papa dan mama."Aku tidak akan menyentuh keluarga itu, tapi aku juga tidak mau kalian menyentuh istriku. Jika tidak, mungkin kalian akan melihat betapa gilanya anak kalian." Aku tersenyum sinis, sembari menatap perban di tanganku. "Sejak penetapan hak waris keluarga, berapa kali aku hampir mati diracuni. Apa kalian tau dan bertindak melindungi? Tidak. Uang dan kedudukan membutakan mata hati kalian. S
Read more

Tidak Mengejar Bukan Berarti Melepaskan.

"Aku rasa Denis tidak berbohong, di sini yang salah memang aku. Aku terlalu mempedulikan Kartika, sehingga semua orang salah paham termasuk kau." Aku meraih tangan amara lalu menciumnya. Setelah mendengar penjelasan Denis, akhirnya aku sadar. Semua terjadi karena kebodohanku, Amara tidak bersalah begitu juga dengan Kartika. Wanita itu hanya terlalu mencemaskan aku, hingga membuat perhatiannya menjadi berlebihan. "Jadi menurutmu hanya kau yang salah, wanita bersuami itu tidak bersalah, karena terlalu memperhatikan suamiku?" Amara bertanya sembari menatap wajahku. "Tidak perlu kau jawab, aku sudah mengerti." Aku menarik napas panjang, ketika melihat Amara berdiri lalu meninggalkanku sendiri. "Bukan begitu, Sayang. Tolong dengarkan aku dulu." Aku membuka selimut yang menutupi tubuh Amara. Bukannya membuka selimut, dia malah memejamkan matanya.Aku menghembuskan napas dengan kesal, aku kira setelah berbicara dengan santai tadi. Hubungan kami akan membaik, ternyata aku kembali membuat Am
Read more

Ikatan Batin

Menjijikan, hanya itu yang bisa aku katakan dari wanita di depanku ini. Caranya berpakaian, bahkan caranya bicaranya hampir enam puluh persen persis sama seperti ... Amara.Aku melirik mama Rida yang terlihat bahagia duduk di samping gadis itu. Gadis yang dia persiapkan mengantikan istriku, tapi dia malah membuatnya menyerupai orang yang dia gantikan."Am, bawa Andin melihat-lihat rumah kita. Bunga di taman belakang mulai bermekaran, bawa dia untuk melihatnya." Aku mengangkat kepala begitu mendengar ucapan mama Rida. Dia serius rupanya, dengan idenya menjodohkan aku dengan gadis ini. Melihat mereka tersenyum membuatku muak luar biasa. Senyum Amara yang meneduhkan, justru memuakkan ketika berada di wajah Andin. "Maaf, sepertinya aku tidak bisa melakukan hal itu. Ada pekerjaan yang harus aku lakukan." Aku segera berdiri, tanpa menghiraukan kemarahan mama Rida."Tunggu Ikhram, apa maksudmu melakukan ini? Tolong, jangan mempermalukan papa dan mama," pinta mama Rida sembari menahan geram.
Read more

Menyadari Kesalahan Diri.

"Tuan." Panggilan Denis membuatku membuka mata, aku kira dia ingin mengatakan sudah sampai apartemen. Siapa sangka aku justru melihat seorang wanita berdiri di depan lift, dari caranya menatap mobilku jelas dia tengah menunggu kepulanganku."Ada apa lagi dia datang kemari?" tanyaku dengan kesal. Denis tidak menjawab hanya mengelengkan kepala dengan tidak berdaya. "Bukankah sudah aku katakan, untuk membereskan masalahnya. Agar dia tidak muncul lagi di hadapanku?" ujarku lagi. "Saya sudah memberi kontrak kerjasama yang tuan berikan, sudah berjalan juga. Jadi saya tidak tau kenapa nyonya Kartika kembali datang," jawab Denis pelan.Setelah perbuatan asistennya terbuka, aku sudah meminta Kartika untuk menjauh dariku. Entah kenapa aku merasa, Kartika terlibat dalam masalah asistennya, tapi aku tidak punya bukti sama sekali. Satu-satunya cara cuma mengurangi interaksi dengannya, meski agak terlambat karena Amara sudah terlanjur pergi. "Ada apa?" tanyaku setelah keluar dari mobil. "Bantu aku
Read more

Bertemu Lagi.

"Kita sudah bisa masuk, Tuan." Denis menyerahkan pasport dan tiket pesawat. Kali ini aku berniat kembali mengejar istriku, tak akan melepaskannya lagi."Kau sudah pastikan, kontrak kerjasama itu sampai ke tangan Aska?" tanyaku pada Denis. "Sudah Tuan, saya bisa pastikan kalau pria itu tidak akan menyetujuinya," jawab Denis dengan pasti.Kerjasama dengan Aska, hanya bisa terjadi dalam mimpi. Aku hanya akan mengunakan pria itu untuk menekan Amara, kali ini aku tidak akan bersikap lembek lagi, istriku harus kembali dan pulang dalam dekapanku."Pastikan tidak ada yang tau di mana kita tinggal, aku tak mau ada yang mendatangi apartemenku lagi." Denis segera mengangguk begitu mendengar ucapanku."Aku mau melihat kedua anak itu, pastikan posisi mereka begitu kita sampai di sana." Aku masih penasaran dengan kedua anak itu. Benarkah salah satunya mirip denganku."Maaf Tuan, kedua anak itu selalu bersama dengan orang tua Nyonya. Kadang sampai menginap di rumah Nyonya, pagi hari baru mereka kemba
Read more

Terungkap Rahasia Amara.

Dengan jari mengetuk meja, aku menatap Amara yang tengah berdebat dengan Andin. Wanitaku yang dulu lemah lembut itu, kini telah berubah menjadi pemberani dan percaya diri. Tepatnya dia telah kembali, menjadi Amara yang aku kenal waktu remaja. Bukan Amara yang lemah karena menikah dengan Bram. Ish, melihatnya seperti itu membuatku bergairah, sayang gairah itu menurun begitu mendengar suara Bara.Interaksi pria itu dengan istriku terlihat begitu akrab, aku cemburu melihat tatapan matanya pada Amara, apalagi istriku itu juga menangapi dengan baik pertanyaan Bara."Tuan," panggil Denis, begitu melihatku mengepalkan tangan karena istriku di bawa pergi brondong. "Menurutmu, antara aku dan brondong itu. Siapa yang lebih tampan dan mempesona?" tanyaku seperti anak kecil. "Tak perlu kau jawab," selaku sambil berjalan pergi.Tadi aku melihat Amara keluar dari ruangan pribadi yang di pesan Bara, tanpa menghiraukan Andin aku mengejar istriku itu. Hasilnya aku harus gigit jari karena Amara pergi
Read more
PREV
1
...
89101112
...
14
DMCA.com Protection Status