Semua Bab Setelah Istriku Berkata Lelah.: Bab 31 - Bab 40

137 Bab

Menjebak Mantan Ibu Mertua.

Aku menatap wajah pria yang duduk di depanku. Pria yang tidak aku sangka melemparkan lamaran, saat masa iddah belum juga aku akhiri. Ikhram sudah meminta maaf tapi bukan itu masalahnya, jadi aku harus memperjelas padanya tentang adab melamar seorang janda. Salah satunya adalah sampai menunggu masa Iddah berakhir, bukankah tujuan masa Iddah adalah memberi pasangan suami-isteri yang bercerai untuk berpikir, mau kembali bersama atau terus berpisah. "Apa kau berencana untuk rujuk dengan Bram?" tanya Ikhram lirih. Aku menepuk kening karena tidak menyangka Ikhram akan bertanya seperti itu. Apa dia berpikir aku sudah begitu putus asa, sampai harus kembali bersama dengan Bram. "Bukan begitu, Mas Ikhram." Aku menutup mulutku, karena tidak menyangka suara yang keluar justru terdengar manja. Mata Ikhram berkilau setelah mendengarnya, membuatku semakin malu luar biasa, andai ada Lo ang aku memilih untuk mengubur diriku."Sudah di putuskan, aku akan kembali melamar-mu setelah masa Iddah itu bera
Baca selengkapnya

Kebetulan Bertemu.

Hal terberat bagi seseorang itu adalah, memperbaiki sifat seseorang yang telah rusak. Itu terbukti dengan sifat keras hati mantan ibu mertuaku dan anak-anaknya, sudah jelas mereka bersalah tapi tidak mau mengakui. Dengan terpaksa aku hanya bisa mengambil jalan yang kejam. Menjebloskan mantan ibu mertuaku ke penjara, aku harap itu bisa merubah sedikit sikap wanita tua ini. Tidak perduli meski Bram dan Manda marah besar padaku, bahkan mengancam akan membalas dendam suatu saat nanti."Aku harap kalian akan sadar kalau apa yang kalian lakukan selama ini salah. Soal balas dendam, aku akan menunggu waktu itu tiba," ucapku sebelum pergi meninggalkan mereka di kantor polisi."Aku harap kali ini mereka benar-benar menghilang, aku sudah sangat lelah menghadapinya." Aku menarik napas, lalu membiarkan Ikhram melajukan mobilnya menuju ke rumah yang aku tempati."Besok aku akan pergi ke luar negeri. Paling lama tiga atau empat bulan, tapi akan aku usahakan dua bulan bisa kembali agar kita bisa meni
Baca selengkapnya

Bimbang.

Kartika Sanjaya, adalah nama yang akhirnya aku dengar punya hubungan paling dekat dengan Ikhram. Sayangnya aku tidak tau sedekat apa hubungan mereka dan di mana saat ini dia berada, kedua wanita itu terus membicarakan soal Kartika, seolah ingin aku sadar ada wanita itu di hati Ikhram. Rizwan terlihat menarik napas panjang setiap mendengar nama Kartika, tapi dia tidak berusaha menghentikan mereka. Jelas aku tau ada sesuatu yang tak beres di sini. "Sudah cukup belum kalian bicara, tau tidak kalian membuat selera makanku hilang." Ikhram berkata sembari menatap kedua wanita itu dengan sinis.Mendengar apa yang Ikhram katakan membuat Rizwan bereaksi. Dia hendak membawa kedua wanita itu pergi, tapi keduluan Ikhram yang membawaku keluar meninggalkan kafe. "Kita cari tempat lain, aku tidak akan pernah datang kemari lagi," ujar Ikhram dengan cukup kuat. "Eh, jangan begitu dong Ikhram, aku baru saja membuka kafe ini jadi masih butuh bantuanmu, untuk merekomendasikan pada bawahan dan relasimu."
Baca selengkapnya

Pindah Dari Rumah Ikhram.

"Amara, sudah datang, ayo masuk, Nak." Aku tersenyum sembari menyambut pelukan mama Ikhram. Ini pertemuan kami yang ketiga dan sambutannya masih terasa hangat, karena itu aku berharap itu tidak berubah.Tadi pagi Ikhram berangkat ke Dubai untuk urusan pekerjaan. Aku tidak mengantar karena tidak enak pada semua orang, lagipula Ikhram juga tidak memintanya. "Duduk dulu sebentar, Tante bereskan pekerjaan dulu baru kita pergi makan siang." Mama Ikhram membawaku duduk di ruang tunggu. Kemudian beliau pergi masuk membereskan pekerjaannya. Yah, saat ini kami janjian di butik miliknya, butik yang sangat besar dengan barang yang harganya luar biasa bagiku. Lima menit, sepuluh menit sampai dua jam mama Ikhram tidak lagi keluar. Aku masih menunggu meski bingung harus berbuat apa, banyak pegawai yang melirik tapi tidak ada yang menyapa sama sekali, ingin bertanya tapi tatapan mereka terlihat aneh.Aku memilih untuk diam dan menunggu, meski tidak ada tanda-tanda mama Ikhram akan kembali. Aku maki
Baca selengkapnya

Pulang Kampung.

Dua jam setelah keluar dari rumah Ikhram, ponselku berbunyi tanda ada panggilan masuk. Aku melihat siapa yang menghubungi, tapi tidak berniat mengangkatnya. Bapak dan ibu tidak bicara, bapak menggenggam tanganku dan tangan ibu lalu membantu naik ke dalam Bis.Kami memutuskan pulang ke kampung malam itu juga. Sebelum subuh kami sampai, jadi tidak perlu mencari penginapan lagi. "Tidak mau mengangkat panggilan itu?" tanya bapak, saat mendengar lagi suara panggilan dari ponselku. "Besok saja setelah sampai kampung. Takutnya Ikhram atau Rizwan mengejar kita," ujarku pelan."Maafkan ibu, kalau saja tidak gegabah dan memberi harapan pada ikhram," ujar ibu lirih sembari menggenggam tanganku. "Ibu tidak salah, sekarang kita jalani saja pelan-pelan. Kalau jodoh aku dan Ikhram akan bersatu, kalau tidak jodoh percuma dipaksa," ujarku lagi tak kalah lirih."Sudah, kita bicarakan lagi nanti. Sekarang istirahat dulu sudah malam." Aku dan ibu mengangguk lalu mulai memejamkan mata. Ponselku masih teru
Baca selengkapnya

Membela Diri Ketika Dihina.

"Kau yakin ini bukan karena mama? Aku dengar kemarin kalian bertemu, tapi mama lupa hingga mengabaikan-mu saat di butik." Ikhram masih bertanya membuatku berpikir, apa yang membuatnya mengira aku pergi karena mamanya."Aku dengar dari bibi kau pergi setelah marah-marah. Dia mendengar kau sakit hati karena mama membuatmu menunggu lama, tapi ternyata mama lupa padamu." Aku memejamkan mata setelah mendengar ucapan Ikhram. Aku berpikir apa aku harus mengatakan, apa yang pembantunya bilang sebelum aku pergi meninggalkan rumahnya. Apa dia akan percaya sedangkan wanita itu sudah lama bekerja padanya. Aku takut masalah ini akan menjadi panjang, tapi aku juga tidak mau difitnah begini."Aku tidak tau apa yang terjadi sebenarnya, Mas. Tapi aku memang tak seharusnya berada di rumah itu, rumah yang ternyata kau sediakan untuk nona Kartika." Ikhram tampak terkejut dan aku melihat langsung reaksinya. Jadi aku bisa menduga kalau apa yang aku dengan benar adanya. Soal pembantunya aku tidak mau ambi
Baca selengkapnya

Fitnah Tersebar Luas.

Aku menarik napas panjang, setelah melihat pria itu duduk bersama bapak menikmati ikan bakar buatan ibu. Ikan gemuk berdaging banyak itu, sudah berpindah ke dalam perutnya. Sedangkan aku hanya mendapatkan ikan kurus, kecil pula."Ini tidak adil! Kenapa kau datang tidak bilang-bilang," pekikku dengan kesal. Pria itu hanya terpaku sebentar, setelah itu dia tertawa lebar. "Siapa yang suruh kau kabur gitu aja dari rumah Ikhram. Untung aku ketemu di bodoh Bram, dia terpaksa menyebutkan alamat bapakmu setelah aku paksa." Rizwan menjelaskan dengan santai."Memaksa, cih bilang saja kau membayarnya," ujarku dengan ketus. "Iya sih, tepatnya adik perempuannya yang maksa minta bayaran. meski Bram sudah berusaha menutup mulut adiknya, tapi karena uang adiknya menolak permintaan Bram." Aku sudah menduganya.Bram tidak akan pernah membuka mulut untuk sebuah informasi. Apalagi pada Ikhram ataupun Rizwan, sayangnya uang bisa melakukan apa saja pada adiknya. Mulut usil itu pasti langsung berkicau."Bra
Baca selengkapnya

Menghajar Desi.

"Berhenti, apa yang kau lakukan perempuan murahan, jalang!" pekikan itu mengema di seluruh ruangan, sedangkan aku masih melotot ke arah wanita yang keadaanya sudah acak-acakan.Siapa sangka kalau dunia ini ternyata sempit. Di kampung ini aku justru bertemu Desi, adik bungsu Bram. Entah apa yang terjadi sampai dia terdampar di kampung ini. Aku marah karena ternyata dia yang telah menyebarkan fitnah tentangku, tentu saja aku tidak terima sekarang dia harus berakhir di lantai dalam keadaan menyedihkannya."Enak banget kau menyebutku murahan, jalang. Apa kau lupa bagaimana bisa kau menikah ... Di tangkap karena berzinah. Apa kau melupakan itu? Wah aku mau melihat, wajah Bu Tuti yang paling anti dengan perzinahan, orang paling kepo di kampung ini." Aku tertawa di ikuti banyak orangKami tidak menyangka kalau orang yang aku sebutkan berdiri tepat di belakangku. Bapak dan ibu memberi tanda tapi aku tidak mengerti, hingga terdengar suara dingin dari belakangku. "Apa benar kau dan Desi, menikah
Baca selengkapnya

Kedatangan Ikhram.

"Ara, bawa berkas proyek Artama." Aku berlari membawa berkas yang pak Abraham minta. Pria itu tertawa melihatku datang dengan tergesa-gesa."Santai saja, gak secepat itu juga kau berlari datang," ujarnya dengan tersenyum. "Tidak apa-apa Pak, kebetulan berkas ini sudah ada di meja saya," jawabku singkat."Baiklah, letakkan di meja." Aku menuruti perintah pak Abraham, lalu meletakkan berkas di meja. "Sudah dua bulan lebih, tidak rindu bapak dan ibumu? Mau pulang sebentar. Melihat keadaan mereka." Tanya pak Abraham. Aku mengerutkan kening mendengarnya. Tidak di sangka aku sudah dua bulan di Bali, puluhan bahkan ratusan panggilan dan pesan dari Ikhram serta Rizwan, aku terima tapi tidak sekalipun aku sebutkan di mana keberadaan-ku saat ini.Jauh dari mereka membuatku sedikit tenang. Di perusahaan baru pak Abraham, aku bisa belajar menjadi sekretaris beliau. Banyak hal yang aku pelajari sehingga membuatku lupa, dengan masalah yang selama ini membebani otakku.'Belum cukup waktu untuk menen
Baca selengkapnya

Kecemburuan Ikhram.

"Padahal saya juga berniat melamarnya. Sayang, saya terlambat darimu, Am." Aku terkejut sampai tersedak mendengar ucapan pak Abraham. Bagaimana dia berniat melamar-ku jika dia sudah punya anak dan istri. "Bukan untukku, tapi untuk seseorang yang sejak lama memujamu, Ara." Aku terdiam mendengar ucapan pak Abraham. Siapa pula orang itu, perasaan selama di sini aku tidak pernah mengenal pria lain, selain pak Abraham dan Rio. "Dia tidak memiliki kesempatan lagi, saya akan membawanya pulang dan menikahinya," ucap Ikhram dengan nada yang terdengar ketus.Pak Abraham tertawa melihatnya. Aku hanya menundukkan kepala karena malu, bagaimana bisa Ikhram berubah menjadi seperti ini. "Kalian lanjutkan makan siangnya, saya akan pergi ke restoran yang di pesan Amara. Ada seseorang yang menunggu di sana." Pak Abraham terlihat menarik napas panjang, aku tidak tau karena apa dia melakukan itu."Pemuja rahasia, ya?" Ikhram bertanya sembari tersenyum. Entah kenapa senyumnya itu terlihat menakutkan. "Deni
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
14
DMCA.com Protection Status