Baca juga cerita ini: 1. Istriku Minta Cerai Setelah Aku Tagih Hutangnya. 2. Kunci Brangkas Rahasia Suamiku. 3. Maaf, Aku Pantang Cerai 4. Bawa Anak Lelakimu Pulang, Bu. 5. Talak Di Hari Kematian anakku. Happy reading and bantu vote ya guys. terima kasih.
"Padahal saya juga berniat melamarnya. Sayang, saya terlambat darimu, Am." Aku terkejut sampai tersedak mendengar ucapan pak Abraham. Bagaimana dia berniat melamar-ku jika dia sudah punya anak dan istri. "Bukan untukku, tapi untuk seseorang yang sejak lama memujamu, Ara." Aku terdiam mendengar ucapan pak Abraham. Siapa pula orang itu, perasaan selama di sini aku tidak pernah mengenal pria lain, selain pak Abraham dan Rio. "Dia tidak memiliki kesempatan lagi, saya akan membawanya pulang dan menikahinya," ucap Ikhram dengan nada yang terdengar ketus.Pak Abraham tertawa melihatnya. Aku hanya menundukkan kepala karena malu, bagaimana bisa Ikhram berubah menjadi seperti ini. "Kalian lanjutkan makan siangnya, saya akan pergi ke restoran yang di pesan Amara. Ada seseorang yang menunggu di sana." Pak Abraham terlihat menarik napas panjang, aku tidak tau karena apa dia melakukan itu."Pemuja rahasia, ya?" Ikhram bertanya sembari tersenyum. Entah kenapa senyumnya itu terlihat menakutkan. "Deni
Aku dan Ikhram duduk berhadapan, selesai makan adalah pilihan untuk bicara, dengan begitu kami bisa berpikir dengan baik. Itu adalah harapanku bicara baik-baik tentang hubungan Ikhram dan Kartika."Kami tidak ada hubungan apa-apa, Ara. Murni hubungan sebagai teman tak lebih." Ikhram menjelaskan, tapi aku masih menunggunya bicara. Tidak menyela atau membantahnya sampai dia selesai bicara."Kau tau salah satu alasan aku berpisah dengan Bram? Itu karena Bram telah mendua. Aku bisa menerima segala hal yang terjadi dalam pernikahan, hidup melarat tanpa harta atau makan sekali sehari. Aku bisa menjalaninya tapi tidak dengan berbagi, meski hanya berbagi perhatian dengan wanita lain. Sebab dengan berbagi perhatian, bisa terjadi sesuatu yang di murkai Allah yaitu ... Berzinah. Itulah salah satu alasan aku menolak lamaranmu, karena kau belum selesai dengan masa lalu-mu." Aku menatap wajah Ikhram.Terlihat jelas kemarahan di sana, tapi aku tidak memperdulikannya. Untuk saat ini dia bisa marah, t
"Menikah!" teriak ibu. Aku menjauhkan ponselku ketika mendengar teriakannya, wanita itu terdengar histeris pasti tempat itu sudah gempar sekarang. "Cepat katakan, apa yang terjadi, Amara Ayunda!" Benar kan, bapak pasti salah paham sampai teriak begitu. Ibu pasti tidak menyimak ucapanku."Bapak tenang dulu, tarik napas dan jangan berpikir macam-macam. Aku mana bisa menikah tanpa wali, jadi aku masih tangung jawab bapak." Terdengar helaan napas lega, menyusul suara permintaan maaf ibu pada bapak."Kau membuat bapak hampir kena serangan jantung. Bagaimana bisa, ibumu bilang kau sudah menikah." Aku tertawa mendengar ucapan bapak. "Belum menikah, Pak. Ikhram akan datang melamar lalu kami akan menikah, dia ada di Bali menemui Ara, kami sudah bicara dan dia masih berkeras, menikahi Ara jadi selanjutnya tergantung dengan pembicaraan orang tua." Aku menjelaskan pada bapak. Untunglah semua baik-baik saja. Bapak tertawa karena kekonyolan tadi, ibu juga meminta maaf berulang kali. Dia nyaris me
"Masih mau ribut soal lebah dan lalat?" tanya Ikhram saat melihatku masih cemberut. "Tentu saja, aku sudah pernah membuang sampah, mana mungkin mau menyimpan sampah lagi. Jadi jangan pernah mengundang lalat, kalau tidak mau menjadi sampah." Ikhram tertawa sedangkan aku masih diam. "Kalau begitu jangan cemberut lagi, kan sudah aku bilang tidak akan menjadi sampah. Cukup Bram yang kau buang seperti sampah, aku jangan kau buang seenakmu." Ikhram berkata sembari mengengam tanganku menuju ke ruang tunggu airport. Setelah ribut panjang di depan pak Abraham. Akhirnya Ikhram berhasil membawaku pulang ke kampung, bapak dan ibu tentu saja senang. Mereka juga sudah bersiap menyambut kedatangan Ikhram dan orang tuanya. "Untuk menghemat waktu, aku akan pulang ke kampung sendiri, sedangkan kau akan datang menyusul bersama papa dan mamamu, Mas," ujarku saat sudah di dalam pesawat."Tidak bisa, aku akan mengantarmu sampai rumah. Menginap satu malam baru besoknya kembali ke rumah papa, dua hari kemu
"Kau sudah gila, Ikhram." Aku nyaris berteriak saat sampai depan rumah bapak. Ada tenda yang terpasang dan masih banyak orang yang tengah sibuk di belakang. Jelas mereka sedang masak-masak.Ikhram tertawa sembari menghampiri orang tuaku dan juga orang tuanya. Dia merencanakan semuanya tanpa memberitahuku, bagaimana bisa dia melakukan ini tanpa bicara dulu denganku. "Tolong jangan marah, kita ijab Qabul dulu sekalian kenduri kecil, untuk memberitahu warga kalau kita sudah sah sebagai suami-isri. Resepsi akan kita lakukan di hari Minggu di hotel yang sudah mama pesan." Ikhram menjelaskan dengan sabar.Aku memukuli tubuhnya karena geram. Bagaimana bisa dia melakukan hal besar ini, bagaimana jika semua tidak sesuai dengan rencananya, apa yang akan terjadi padaku dan juga orang tua kami."Allah, aku tidak tau harus bicara apa lagi padamu, Mas. Ini benar-benar di luar nalarku." Aku terduduk di ruang tamu yang sudah di decor sedemikian rupa. Mereka kompak bekerjasama menipuku."Dengarkan aku
"Saya terima nikah dan kawinnya, Amara Ayunda binti Muhammad Husin dengan mas kawin. Sebuah rumah, mobil dan uang satu milyar dibayar tunai." Kata sah memenuhi ruangan tamu rumah bapak. Selain aku semua orang terkejut mendengar mas kawin yang Ikhram sebutkan, mbak Vivi dan Desi bahkan terduduk lemas. Aku masih linglung saat melihat Ikhram mengulurkan tangannya. "Cium dong, Sayang. Tangan ini yang mulai sekarang akan mengambil alih, tugas untuk menjaga dan melindungimu, bapak bisa istirahat." Aku mendengus tapi tetap meraih tangannya, lalu membawanya ke depan hidungku. Kemudian Ikhram memegang wajahku, lalu memberi kecupan di keningku. Saat mengangkat kepala terlihat dia tersenyum, terlihat matanya berkaca-kaca. Sebesar apa sebenarnya dia mencintaiku, pertanyaan yang terus mengusik pikiranku selama ini. Setelah ijab Qabul, kami menuju ke depan dan menemani para tamu makan. Acara di rumah bapak tidak terlalu besar, hanya makan bersama agar semua orang tau aku dan Ikhram sudah sah. Pa
Aku menangis sambil memukuli bahu Ikhram. Ini sudah ke empat kalinya dia membajak tubuh ini, tadi aku iba melihatnya yang bolak-balik di tempat tidur, jadi aku mengatakan kalau tidak sedang datang bulan.Begitu selesai mendengar laporanku dia langsung mengila. Tenaganya seolah tidak berkurang sama sekali, meski sudah hampir tiga jam bercocok tanam. Sekarang dia masih terus bergerak sedangkan aku sudah sangat lelah, "Sayang aku lelah, cepat selesaikan," bujukku dengan wajah yang mungkin sudah berantakan. Bukannya berhenti dia justru mempercepat gerakan pinggulnya. Sedangkan aku hanya bisa pasrah menerima hentakan pinggulnya. Beberapa saat kemudian dia menyatukan kening kami, dan berusaha mengatur napasnya yang masih memburu."Aku lelah, kita istirahat dulu," pintaku lagi sembari mencium pipinya. Ikhram tidak bicara hanya menatap mataku, perlahan dia menjauh setelah mengecup keningku. Aku menarik napas lega lalu beranjak ke kamar mandi, untung kamar ini ada kamar mandi sendiri, jadi tid
Setelah lebih dari lima jam melakukan perawatan dan juga menahan malu. Aku dan ibu akhirnya selesai, kini sedang menunggu Ikhram dan bapak yang pergi entah kemana. Sambil menunggu aku masih menundukkan kepala, setiap kali melihat para terapis aku makin merasa malu. Bagaimana tidak, dengan cupang di seluruh badan aku terpaksa melakukan perawatan tubuh. Kalau tidak karena Ikhram yang sudah melakukan reservasi, aku juga tak sudi melakukan perawatan, di saat tubuh penuh bekas percintaan dengan Ikhram meski dia suami sah-ku.Untunglah aku tidak lagi terlalu lama menahan malu. Ikhram datang bersama bapak, wajah mereka terlihat senang. Aku dan ibu memicingkan mata karena merasa curiga. "Pasti ada sesuatu dengan mereka, kenapa senyumnya terlihat mencurigakan," bisikku pada ibu. "Ibu juga curiga, tidak biasanya bapak tersenyum seperti itu. Ibu takut bapak juga kepingin kawin lagi." Aku tersentak mendengar ucapan ibu. Kemudian memperlambat langkah sebelum memilih kabur, Ikhram, bapak dan ibu
Bagi orang tua hidup sudah lebih dari cukup asal ada anak dan cucu. Setelah memastikan aku dan Ikhram akan membawa anak-anak mengunjungi mereka saat liburan, kakek Ikhram membujuk mama Ikhram agar setuju pergi ke perkebunan teh kami. Meski terlihat tak ikhlas, tapi mama Ikhram akhirnya setuju. Aku dan Ikhram membawa anak-anak mengantar mereka langsung ke perkebunan, awalnya mau menaiki pesawat tapi anak-anak malah mau naik mobil. Alhasil kami membutuhkan tiga hari perjalanan untuk sampai ke perkebunan. Kemudian kami menghabiskan waktu yang tersisa hingga weekend baru kami kembali. Kali ini kami kembali menaiki pesawat, meski tak tega tapi aku menguatkan hati saat meninggalkan kakek dan mama Ikhram. "Mama masih belum menyerah, beberapa hari ini dia mencoba membuatmu merasa bersalah. Untungnya istriku sudah lebih cerdas jadi tidak tertipu lagi, kalau tidak aku akan pusing memikirkan cara menyadarkan mama." Ikhram memelukku, sembari berjalan ke dalam ruang tunggu. Sedangkan di depan
Melihat istri dan anak hampir celaka, di depan mata dan tanpa bisa berbuat apa-apa membuat Ikhram trauma. Setiap kali memejamkan mata dia akan bermimpi buruk, hal itu sudah terjadi selama dua hari ini.Merasa tertekan dan tidak beristirahat dengan tenang, semakin membuatnya frustasi. Hasilnya dalam jangka waktu singkat Ibu kota gempar, dua perusahaan besar dan dua keluarga kelas atas jatuh dalam sekejap. ARTAMA grup mengeksekusi perusahaan Sam dan kakek Ikhram. Tentu saja hal itu menambah masalah baru, namun itu justru membuat Ikhram merasa puas. Aku hanya bisa melihat kepuasannya, karena aku tau rasa sakit yang dia rasakan selama ini."Apa kau yakin akan bertarung dengan kakek dan juga ... Mama?" tanyaku lagi saat menemaninya istirahat, di kamar yang ada dalam ruang kerjanya."Jangan lupa ada Sam juga, kalau merasa iba kau bisa mengatakannya sekarang." Ikhram menyentuh daguku, lalu memberi kecupan di bibir dengan lembut. Mendengar nama Sam di sebut membuatku bingung, "Ada hubungan
Waktu bersantai bagi seorang wanita yang sudah menikah dan punya anak adalah hal yang paling mewah. Satu atau dua jam untuk menenangkan diri, itu sudah lebih dari cukup bagi mental yang kadang sedikit tertekan. Setelah menyingkirkan Ikhram, akhirnya aku bisa memuaskan diriku dengan belanja dan makan enak. Setelah dua jam menjelajahi jalanan, akhirnya aku pergi ke perusahaan Ikhram dengan membawa satu cup besar boba dan satu kotak besar aneka kue potong. Aneka kue dengan bermacam-macam cream. Ada cream coklat, stroberi dan juga moka, aku tertarik melihatnya jadi membelinya. Siapa sangka ternyata jumlahnya cukup banyak, sebelum Ikhram melihatnya aku akan menyimpannya di pantry saja. Sore baru aku bawa pulang, tentu saja tanpa sepengetahuan suamiku itu. Setelah sampai depan lobby aku celingak-celinguk untuk melihat situasi, jangan sampai kepergok Ikhram yang kadang muncul macam jelangkung itu. Dia kadang bisa muncul kapan saja dan dimana saja, tanpa bau dan tanpa suara pas kan
Melihat orang gila di rumah sakit jiwa lebih baik, daripada melihat mertua yang mengila, karena tidak bisa melawan menantunya. Aku hanya diam saat melihat mertuaku menangis seperti anak kecil, melihatnya seperti itu membuatku berpikir, apa aku benar-benar tertipu oleh penampilannya ketika pertama kali bertemu. Saat itu mertuaku itu terlihat begitu menderita, dengan wajah pucat yang seperti kurang darah, namun sekarang penampilannya terlihat berubah drastis. Ibarat Kucing telah berubah menjadi Singa, tatapannya juga lebih tajam dan juga kejam. "Aku mamamu, wanita yang melahirkanmu. Apa pantas kau perlakukan seperti ini, hanya demi wanita yang baru kau nikahi?" tanya mama Ikhram dengan sinis. "Aku sudah lama menikahinya, Ma. Dia juga orang yang berdiri di sampingku saat terpuruk dulu, andai tak ada dia aku tak akan berdiri tegak seperti ini di depan mama saat ini." Ikhram memegang tanganku dengan erat. Aku menepuk punggung tangannya agar dia tenang, saat ini kami benar-benar d
Ujian pernikahan setiap orang berbeda, ada yang diuji dengan anak, suami bahkan dari sang istri. Sedangkan aku, ujian pernikahanku masih sama, baik pernikahan pertama ataupun yang kedua, aku diuji dengan mertua dan wanita kedua. Ujian itu kembali datang, mungkin karena di pernikahan pertama aku gagal mengatasinya. Sedangkan di pernikahan kedua ini, aku bertekad untuk melawan ujian itu, tentu saja dengan dukungan suamiku Ikhram. Sedangkan di pernikahan pertamaku dulu, Bram tidak hanya membantuku mengatasi ujian tersebut, tapi dia justru membuatku putus asa. Sehingga aku menyerah dan memilih bercerai. "Berjuanglah jika memang sudah memilih untuk bertahan, bapak juga setuju jika kau melawan orang yang ingin menghancurkan pernikahanmu. Begitu juga ketika Ikhram tidak lagi mendukungmu, kami bersedia menerimamu kembali pulang," ujar bapak dengan mantap. Ikhram memeluk pinggangku dan berjanji pada bapak dan ibu, bahwa dia tidak akan membiarkan aku berjuang sendiri. Dia bahkan berani
Ketenangan, sepertinya menjadi sebuah hal yang paling berharga, sehingga begitu sulit untuk aku dapatkan. Hanya dalam waktu seminggu akhirnya wanita itu datang tanpa diundang. Dengan wajah angkuhnya dia menatap, rumah yang aku tempati sekarang. Senyum sinis juga terukir di bibirnya, lalu mulutnya pun mulai berkicau dengan nada penuh penghinaan. "Pantas kau begitu percaya diri, saat meninggalkan rumah putraku. Ternyata kau memiliki cadangan, untuk hidup senang dengan menumpang pada seorang pria. Sudah berapa lama kau bersamanya, jangan-jangan kalian sudah bersama ketika masih bersama dengan Ikhram?" tanyanya sinis. "Aku rasa Kau tidak perlu tahu sejak kapan aku bersamanya, sama seperti ketika kau pergi dan melupakan putramu. Waktu yang kau perlukan untuk pergi cukup banyak, tapi mengapa baru sekarang kau kembali. Apa mungkin tiada paksaan saat itu, jangan marah karena kenyataannya hanya kau yang tahu apa yang terjadi saat itu," ujarku tak mau kalah. "Kau benar-benar wanita kura
Kakiku gemetar saat menuruni tangga, di bawah mertuaku itu berdiri dengan angkuhnya. Aku tertawa melihatnya, karena begitu profesional sekali dia menutupi sifat aslinya. Hingga membuatku tertipu dengan kelakuannya. Aku menyerahkan koperku dan memintanya untuk memeriksa, aku tidak mau ada yang mengatakan aku mencuri. Ikhram mengengam tanganku dengan erat, sesuai dengan kesepakatan aku akan pergi untuk menenangkan diri untuk sementara. "Kau bisa meninggalkan segalanya, tapi tidak dengan cincin pernikahan kita. Ingat kau tidak boleh pergi diam-diam, setelah aku menyelidiki masalah ini aku akan menjemputmu kembali." Ikhram mengambil koperku, lalu kembali mengengam tanganku. Dia membawaku menuju ke mobil Aska yang menunggu di luar. Kali ini dia mau berkompromi setelah aku ancam akan mengajukan gugatan cerai, tanpa menunggu melahirkan. "Pak, saya minta maaf. Saya berjanji akan menyelidiki masalah ini, saya juga berjanji tidak akan menceraikan Amara." Ikhram mengambil tangan bapak
Anak adalah buah hati orang tua, tapi ketika sudah memiliki cucu maka julukan itu sudah tidak berlaku lagi. Seperti saat ini Ikhram memijit keningnya karena diabaikan oleh ibunya. Padahal di dalam hatinya masih ada sesuatu yang belum selesai bergejolak, sama seperti yang aku rasakan. Kami saling pandang, lalu kembali menatap kedua anak kecil itu yang terhalang oleh mama dan kakek Ikhram. "Mami, Papi," rengek Rara karena dia merasa tidak nyaman, bersama mama dan kakek Ikhram. Alasan karena ini pertama kalinya mereka bertemu. "Sayang, ini nenek dan buyut kalian. Ini ibunya papi dan itu kakeknya papi, salim dulu biar kenal dan akrab." Melihatku berjongkok di depan mereka, dengan senang mereka mencium tangan mama dan kakek Ikhram. Aku tersenyum melihat mereka mulai mendekat, pada kedua orang yang baru mereka kenal itu. Bahkan mereka sudah mau duduk di sebelah mama dan kakek Ikhram dan menerima makanan yang di suap-kan ke mulut mereka. "Mami kenapa kita baru ketemu nenek dan mana k
Sebuah kejahatan besar dan dilakukan oleh seorang wanita, hebatnya lagi bisa menyembunyikannya selama bertahun-tahun. Aku merinding saat menatap Tante Rida, dia benar-benar wanita kejam yang tak boleh di sentuh, sayangnya dia telah menyingung Ikhram. Namun aku lebih merasa takjub ketika melihat perlakuan Papa Ikhram, dia bahkan memeluk Tante Rida dengan erat, meski telah mengetahui kejahatan wanita itu pada anak dan istri sahnya. Mau tak mau aku harus menahan mual di dalam perutku, andai bisa, ingin rasanya mencabik-cabik wajahnya itu. "Tidak nyaman berada di sini? Bawa mama keluar dulu dan melihat-lihat perusahaan kita." Ikhram membelai wajahku di depan banyak orang. Aku segera menolak meski perutku terasa tidak nyaman, begitu juga dengan mama Ikhram. Kami harus tau keputusan apa yang akan mereka ambil, untuk memberikan pelajaran pada Tante Rida. "Aku tidak menyangka sama sekali, kau memiliki nyali yang sangat besar. Mengirim putriku ke neraka hanya karena ucapan wanita jalan