Baca juga cerita ini: 1. Istriku Minta Cerai Setelah Aku Tagih Hutangnya. 2. Kunci Brangkas Rahasia Suamiku. 3. Maaf, Aku Pantang Cerai 4. Bawa Anak Lelakimu Pulang, Bu. 5. Talak Di Hari Kematian anakku. Happy reading and bantu vote ya guys. terima kasih.
Setelah lebih dari lima jam melakukan perawatan dan juga menahan malu. Aku dan ibu akhirnya selesai, kini sedang menunggu Ikhram dan bapak yang pergi entah kemana. Sambil menunggu aku masih menundukkan kepala, setiap kali melihat para terapis aku makin merasa malu. Bagaimana tidak, dengan cupang di seluruh badan aku terpaksa melakukan perawatan tubuh. Kalau tidak karena Ikhram yang sudah melakukan reservasi, aku juga tak sudi melakukan perawatan, di saat tubuh penuh bekas percintaan dengan Ikhram meski dia suami sah-ku.Untunglah aku tidak lagi terlalu lama menahan malu. Ikhram datang bersama bapak, wajah mereka terlihat senang. Aku dan ibu memicingkan mata karena merasa curiga. "Pasti ada sesuatu dengan mereka, kenapa senyumnya terlihat mencurigakan," bisikku pada ibu. "Ibu juga curiga, tidak biasanya bapak tersenyum seperti itu. Ibu takut bapak juga kepingin kawin lagi." Aku tersentak mendengar ucapan ibu. Kemudian memperlambat langkah sebelum memilih kabur, Ikhram, bapak dan ibu
Aku meraih selimut lalu menutupi tubuhku. Sakit hati tidak lagi aku hiraukan, saat ini aku hanya ingin tidur. Lebih dari dua jam Ikhram menjamah tubuhku, aku tidak menunggunya keluar dari kamar mandi. Memilih memejamkan mata dan melupakan kemarahan hari ini."Sayang, bangun dulu." Aku merasa sentuhan lembut di pipiku, tapi tidak membuatku bangun. Biarlah aku tenangkan diri dulu setelah mendapat hukuman, padahal aku tidak merasa melakukan kesalahan apapun."Hai, jangan menangis. Aku minta maaf kalau membuatmu marah." Ikhram menciumi wajahku, setelah melihat air mata mengalir di pipiku. "Bukan aku yang marah, tapi justru kau yang terlihat marah sejak tadi. Kau bahkan mendiamkan aku, meski aku sudah meminta maaf padamu." Aku berkata pelan, dengan air mata yang tak mau berhenti mengalir. Aku menyingkirkan tubuh Ikhram, lalu berjalan menuju ke kamar mandi. Ikhram menatap dengan wajah sedih, tadi saja sok keras kepala, sekarang bisa pula dia memasang wajah sedih begitu."Sayang, kita bicara
"Sayang bangun, kita berhenti sebentar, makan siang." Aku membuka mata dengan malas, setelah semalaman dihajar habis-habisan, akhirnya aku bisa tidur dengan nyenyak di dalam mobil. Tadi pagi kami bertolak menuju ke rumah orang tua Ikhram, untuk melaksanakan resepsi yang akan dilakukan lusa."Sudah sampai?" tanyaku pelan. "Belum, masih setengah jalan. Mau makan siang dulu, kasihan bapak dan ibu pasti juga sudah lapar. Ini sudah hampir jam makan siang," ujar Ikhram lagi. "Iya, aku juga sudah sangat lapar. Aku mau makan siang juga." Ikhram tertawa lalu mengajakku keluar. Ternyata kami sudah berhenti di depan sebuah restoran, Denis juga sudah membawa bapak dan ibu masuk ke restoran. Aku pergi ke toilet sebentar mencuci muka lalu bermake-up sedikit. Aku tak pede dengan wajah bekas bangun tidur, ini semua karena Ikhram dia terus menerus meminta jatah. Sehingga mengurangi waktuku tidur, sekarang mudah sekali aku tidur asal letak kepala langsung tidur."Sudah segar lagi?" tanya Ikhram seolah
Aku menarik napas panjang, saat menyaksikan ballroom hotel yang di sulap menjadi tempat resepsi pernikahan. Tamu undangan juga dari kalangan pebisnis sampai pejabat daerah.Ikhram terus tersenyum dan menemaminku, saat para tamu datang berjabat tangan dengan kami. Dia sempat berbisik untuk melepaskan sepatuku jika sudah merasa capek. Aku hanya tersenyum dan mengatakan padanya kalau aku baik-baik saja. Meski aku merasa kakiku rasanya mau patah, saat sedang berbisik di telinga Ikhram. Seseorang justru datang bersama mama Ikhram. "Selamat, akhirnya kalian menikah juga. Aku senang akhirnya Amara sembuh dari penyakitnya." Aku dan Ikhram saling pandang. Sedangkan mama Ikhram terlihat bingung. "Amara sakit, sakit apa? Kok mama tidak tau dia sakit." tanya mama Ikhram dengan cemas. "Bukan sakit, Ma. Hanya ...." Ikhram belum menyelesaikan ucapannya, tapi di potong oleh Liana. "Amara tidak bilang, kalau dia pernah menjadi pasienku, Tante?" Suara Liana pelan tapi cukup membuat mama Ikhram terkej
Aku membuka mata dengan linglung. Aku masih bingung, karena tidak tau sejak kapan tertidur, aku meraba sisi sampingku tapi tidak ada tanda keberadaan Ikhram. Aku segera bangun lalu memeriksa kamar mandi, tapi tetap tidak terlihat tanda keberadaan suamiku itu. 'Kemana dia, kenapa pergi tidak bilang-bilang?' Aku mengambil ponsel untuk menghubunginya. Saat itulah muncul sebuah pesan yang membuatku terkejut setengah mati. Ponselku sampai jatuh karena terkejut, dengan tangan gemetar aku meraih ponselku lalu membuka pesan itu lagi. "Mencari suamimu? Dia sedang bersama wanita yang benar-benar dia cintai." Aku membuka beberapa foto yang baru di kirimkan, oleh seseorang dengan nomor asing. Di pesan itu jelas terlihat Ikhram memeluk seorang wanita yang sedang hamil. Dari latar belakangnya terlihat itu di Bandara, apa wanita ini .... Kartika. Bukankah dia sudah menikah kenapa ada di Indonesia.Banyak pertanyaan yang membuatku sesak. Aku menghubungi Ikhram tapi operator bilang di luar jangkauan
"Ha!" teriakku panjang.Brak, tiba-tiba seseorang menendang pintu kamar mandi. Aku yang sedang berdiri di bawah shower, tidak menoleh sama sekali karena sudah tau siapa pelakunya. "Keluar, tinggalkan aku sendiri," pintaku lirih."Apa yang kau lakukan, Ikhram?!" pekikku. Bukannya keluar dia justru meraih handuk, melilit tubuhku lalu mengangkatku keluar dari kamar mandi. "Tenangkan dirimu, kita bicara tapi setelah kau berganti baju." Dia segera menuju ke lemari, mengambil baju lalu meletakan ke atas tempat tidur. "Berhenti, aku bisa melakukannya sendiri. Keluar, tinggalkan aku, temani saja tamumu." Aku memberi tanda mengunakan daguku, ke arah pintu kamar. Di sana Kartika berdiri sambil mengelus perutnya.Terdengar Ikhram menarik napas lalu menghampiri Kartika. Aku segera berbalik dan kembali ke kamar mandi, aku baru membasahi tubuhku belum juga pakai sabun, si bodoh Ikhram sudah keburu datang."Tunggu saja di luar, sebentar lagi Denis datang. Dia akan mencarikan hotel atau penginapan
"Ayo masuk, lelang akan dimulai." Aska mengajakku masuk. Dengan tenang aku mengikutinya, di dalam sudah banyak orang. Jadi kami segera menuju ke ruang VIP, ruangan yang di sediakan untuk Aska."Barang nomor 53, itu yang kita incar. Pikirkan berapa maksimal harga yang harus kita keluarkan." Aku segera melihat barang yang Aska tunjuk, salah satu vas peninggalan dinasti Qing. "69,5 Juta Dolar Amerika." Aku tercekat saat menyebut harga benda antik itu."Vas ini salah satu dari 18 vas yang di buat pada dinasti Qing. Jadi harganya memang lumayan mahal, tapi kita harus mendapatkannya." Aku kembali menelan ludah, begitu mendengar ucapan Aska.Orang kaya dengan uang yang tak bisa habis. Demi hobby mereka rela mengeluarkan banyak uang. "Kalau begitu, ayo kita dapatkan barang itu." Aska mengangguk, lalu kami mengikuti lelang sampai tiba pada barang yang kami incar.Aku mengerutkan kening, saat melihat banyak juga yang mengincar vas ini. "Biarkan dulu, kita mulai setelah mendekati akhir penawaran,
"Aku merasa seperti seorang pelacur, yang tertangkap berzinah dengan suami orang. Bagaimana bisa kau lakukan ini padaku, Ikhram?" tanyaku lirih. Ikhram tidak menjawab dia hanya memelukku dari belakang. Sudah dua jam aku tidur membelakanginya, aku masih tidak bisa menatap wajahnya setelah memaksaku berhubungan intim.Airmata masih tidak mau berhenti mengalir. Rasa sakit tak hanya terasa di area intimku tapi juga hatiku, bagaimana bisa pria baik dan lembut itu berubah dalam sekejap. Bukan aku yang salah, tapi kenapa selalu kena hukuman. "Sebelum terlambat, ayo kita berpisah, Mas," ucapku dengan suara gemetar.Tidak ada suara dari Ikhram. Dia meraih tanganku kemudian menciumnya, lalu menyematkan sesuatu di jari manisku. Aku tersentak saat melihat cincin berlian biru langka itu ada di jariku. "Ini?" tanyaku bingung."Aku sudah mencarimu sejak dua Minggu yang lalu. Denis berhasil melacak keberadaanmu di lelang itu, saat datang aku juga melihatmu bersama Askara Wijaya. Apa kau tau rasa saki
Bagi orang tua hidup sudah lebih dari cukup asal ada anak dan cucu. Setelah memastikan aku dan Ikhram akan membawa anak-anak mengunjungi mereka saat liburan, kakek Ikhram membujuk mama Ikhram agar setuju pergi ke perkebunan teh kami. Meski terlihat tak ikhlas, tapi mama Ikhram akhirnya setuju. Aku dan Ikhram membawa anak-anak mengantar mereka langsung ke perkebunan, awalnya mau menaiki pesawat tapi anak-anak malah mau naik mobil. Alhasil kami membutuhkan tiga hari perjalanan untuk sampai ke perkebunan. Kemudian kami menghabiskan waktu yang tersisa hingga weekend baru kami kembali. Kali ini kami kembali menaiki pesawat, meski tak tega tapi aku menguatkan hati saat meninggalkan kakek dan mama Ikhram. "Mama masih belum menyerah, beberapa hari ini dia mencoba membuatmu merasa bersalah. Untungnya istriku sudah lebih cerdas jadi tidak tertipu lagi, kalau tidak aku akan pusing memikirkan cara menyadarkan mama." Ikhram memelukku, sembari berjalan ke dalam ruang tunggu. Sedangkan di depan
Melihat istri dan anak hampir celaka, di depan mata dan tanpa bisa berbuat apa-apa membuat Ikhram trauma. Setiap kali memejamkan mata dia akan bermimpi buruk, hal itu sudah terjadi selama dua hari ini.Merasa tertekan dan tidak beristirahat dengan tenang, semakin membuatnya frustasi. Hasilnya dalam jangka waktu singkat Ibu kota gempar, dua perusahaan besar dan dua keluarga kelas atas jatuh dalam sekejap. ARTAMA grup mengeksekusi perusahaan Sam dan kakek Ikhram. Tentu saja hal itu menambah masalah baru, namun itu justru membuat Ikhram merasa puas. Aku hanya bisa melihat kepuasannya, karena aku tau rasa sakit yang dia rasakan selama ini."Apa kau yakin akan bertarung dengan kakek dan juga ... Mama?" tanyaku lagi saat menemaninya istirahat, di kamar yang ada dalam ruang kerjanya."Jangan lupa ada Sam juga, kalau merasa iba kau bisa mengatakannya sekarang." Ikhram menyentuh daguku, lalu memberi kecupan di bibir dengan lembut. Mendengar nama Sam di sebut membuatku bingung, "Ada hubungan
Waktu bersantai bagi seorang wanita yang sudah menikah dan punya anak adalah hal yang paling mewah. Satu atau dua jam untuk menenangkan diri, itu sudah lebih dari cukup bagi mental yang kadang sedikit tertekan. Setelah menyingkirkan Ikhram, akhirnya aku bisa memuaskan diriku dengan belanja dan makan enak. Setelah dua jam menjelajahi jalanan, akhirnya aku pergi ke perusahaan Ikhram dengan membawa satu cup besar boba dan satu kotak besar aneka kue potong. Aneka kue dengan bermacam-macam cream. Ada cream coklat, stroberi dan juga moka, aku tertarik melihatnya jadi membelinya. Siapa sangka ternyata jumlahnya cukup banyak, sebelum Ikhram melihatnya aku akan menyimpannya di pantry saja. Sore baru aku bawa pulang, tentu saja tanpa sepengetahuan suamiku itu. Setelah sampai depan lobby aku celingak-celinguk untuk melihat situasi, jangan sampai kepergok Ikhram yang kadang muncul macam jelangkung itu. Dia kadang bisa muncul kapan saja dan dimana saja, tanpa bau dan tanpa suara pas kan
Melihat orang gila di rumah sakit jiwa lebih baik, daripada melihat mertua yang mengila, karena tidak bisa melawan menantunya. Aku hanya diam saat melihat mertuaku menangis seperti anak kecil, melihatnya seperti itu membuatku berpikir, apa aku benar-benar tertipu oleh penampilannya ketika pertama kali bertemu. Saat itu mertuaku itu terlihat begitu menderita, dengan wajah pucat yang seperti kurang darah, namun sekarang penampilannya terlihat berubah drastis. Ibarat Kucing telah berubah menjadi Singa, tatapannya juga lebih tajam dan juga kejam. "Aku mamamu, wanita yang melahirkanmu. Apa pantas kau perlakukan seperti ini, hanya demi wanita yang baru kau nikahi?" tanya mama Ikhram dengan sinis. "Aku sudah lama menikahinya, Ma. Dia juga orang yang berdiri di sampingku saat terpuruk dulu, andai tak ada dia aku tak akan berdiri tegak seperti ini di depan mama saat ini." Ikhram memegang tanganku dengan erat. Aku menepuk punggung tangannya agar dia tenang, saat ini kami benar-benar d
Ujian pernikahan setiap orang berbeda, ada yang diuji dengan anak, suami bahkan dari sang istri. Sedangkan aku, ujian pernikahanku masih sama, baik pernikahan pertama ataupun yang kedua, aku diuji dengan mertua dan wanita kedua. Ujian itu kembali datang, mungkin karena di pernikahan pertama aku gagal mengatasinya. Sedangkan di pernikahan kedua ini, aku bertekad untuk melawan ujian itu, tentu saja dengan dukungan suamiku Ikhram. Sedangkan di pernikahan pertamaku dulu, Bram tidak hanya membantuku mengatasi ujian tersebut, tapi dia justru membuatku putus asa. Sehingga aku menyerah dan memilih bercerai. "Berjuanglah jika memang sudah memilih untuk bertahan, bapak juga setuju jika kau melawan orang yang ingin menghancurkan pernikahanmu. Begitu juga ketika Ikhram tidak lagi mendukungmu, kami bersedia menerimamu kembali pulang," ujar bapak dengan mantap. Ikhram memeluk pinggangku dan berjanji pada bapak dan ibu, bahwa dia tidak akan membiarkan aku berjuang sendiri. Dia bahkan berani
Ketenangan, sepertinya menjadi sebuah hal yang paling berharga, sehingga begitu sulit untuk aku dapatkan. Hanya dalam waktu seminggu akhirnya wanita itu datang tanpa diundang. Dengan wajah angkuhnya dia menatap, rumah yang aku tempati sekarang. Senyum sinis juga terukir di bibirnya, lalu mulutnya pun mulai berkicau dengan nada penuh penghinaan. "Pantas kau begitu percaya diri, saat meninggalkan rumah putraku. Ternyata kau memiliki cadangan, untuk hidup senang dengan menumpang pada seorang pria. Sudah berapa lama kau bersamanya, jangan-jangan kalian sudah bersama ketika masih bersama dengan Ikhram?" tanyanya sinis. "Aku rasa Kau tidak perlu tahu sejak kapan aku bersamanya, sama seperti ketika kau pergi dan melupakan putramu. Waktu yang kau perlukan untuk pergi cukup banyak, tapi mengapa baru sekarang kau kembali. Apa mungkin tiada paksaan saat itu, jangan marah karena kenyataannya hanya kau yang tahu apa yang terjadi saat itu," ujarku tak mau kalah. "Kau benar-benar wanita kura
Kakiku gemetar saat menuruni tangga, di bawah mertuaku itu berdiri dengan angkuhnya. Aku tertawa melihatnya, karena begitu profesional sekali dia menutupi sifat aslinya. Hingga membuatku tertipu dengan kelakuannya. Aku menyerahkan koperku dan memintanya untuk memeriksa, aku tidak mau ada yang mengatakan aku mencuri. Ikhram mengengam tanganku dengan erat, sesuai dengan kesepakatan aku akan pergi untuk menenangkan diri untuk sementara. "Kau bisa meninggalkan segalanya, tapi tidak dengan cincin pernikahan kita. Ingat kau tidak boleh pergi diam-diam, setelah aku menyelidiki masalah ini aku akan menjemputmu kembali." Ikhram mengambil koperku, lalu kembali mengengam tanganku. Dia membawaku menuju ke mobil Aska yang menunggu di luar. Kali ini dia mau berkompromi setelah aku ancam akan mengajukan gugatan cerai, tanpa menunggu melahirkan. "Pak, saya minta maaf. Saya berjanji akan menyelidiki masalah ini, saya juga berjanji tidak akan menceraikan Amara." Ikhram mengambil tangan bapak
Anak adalah buah hati orang tua, tapi ketika sudah memiliki cucu maka julukan itu sudah tidak berlaku lagi. Seperti saat ini Ikhram memijit keningnya karena diabaikan oleh ibunya. Padahal di dalam hatinya masih ada sesuatu yang belum selesai bergejolak, sama seperti yang aku rasakan. Kami saling pandang, lalu kembali menatap kedua anak kecil itu yang terhalang oleh mama dan kakek Ikhram. "Mami, Papi," rengek Rara karena dia merasa tidak nyaman, bersama mama dan kakek Ikhram. Alasan karena ini pertama kalinya mereka bertemu. "Sayang, ini nenek dan buyut kalian. Ini ibunya papi dan itu kakeknya papi, salim dulu biar kenal dan akrab." Melihatku berjongkok di depan mereka, dengan senang mereka mencium tangan mama dan kakek Ikhram. Aku tersenyum melihat mereka mulai mendekat, pada kedua orang yang baru mereka kenal itu. Bahkan mereka sudah mau duduk di sebelah mama dan kakek Ikhram dan menerima makanan yang di suap-kan ke mulut mereka. "Mami kenapa kita baru ketemu nenek dan mana k
Sebuah kejahatan besar dan dilakukan oleh seorang wanita, hebatnya lagi bisa menyembunyikannya selama bertahun-tahun. Aku merinding saat menatap Tante Rida, dia benar-benar wanita kejam yang tak boleh di sentuh, sayangnya dia telah menyingung Ikhram. Namun aku lebih merasa takjub ketika melihat perlakuan Papa Ikhram, dia bahkan memeluk Tante Rida dengan erat, meski telah mengetahui kejahatan wanita itu pada anak dan istri sahnya. Mau tak mau aku harus menahan mual di dalam perutku, andai bisa, ingin rasanya mencabik-cabik wajahnya itu. "Tidak nyaman berada di sini? Bawa mama keluar dulu dan melihat-lihat perusahaan kita." Ikhram membelai wajahku di depan banyak orang. Aku segera menolak meski perutku terasa tidak nyaman, begitu juga dengan mama Ikhram. Kami harus tau keputusan apa yang akan mereka ambil, untuk memberikan pelajaran pada Tante Rida. "Aku tidak menyangka sama sekali, kau memiliki nyali yang sangat besar. Mengirim putriku ke neraka hanya karena ucapan wanita jalan