Home / Pernikahan / Setelah Istriku Berkata Lelah. / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Setelah Istriku Berkata Lelah.: Chapter 21 - Chapter 30

137 Chapters

Bram Kecelakaan

Bram terkejut saat seseorang memukul pagar tepat di depannya. Dia melotot saat melihat satpam berbadan tegap, menatapnya dengan pandangan curiga. "Mau apa kau menatap rumah ini? Mau melihat kondisinya untuk kau rampok, iya?"Bram mengelus dadanya karena terkejut. Untung dia tak punya penyakit jantung, kalau tidak mungkin sekarang dia sudah menjadi mayat, karena terkejut atas perbuatan satpam itu.."Dasar tidak punya otak. Kau hanya kacung, harusnya bersikap sopan pada tamu. Aku mau bertemu Amara, beritahu dia Bram ingin bertemu. Kalau perlu suruh keluar juga pria yang memelihara pelac** itu."Trang ...Trang ....Bram menutup kupingnya, saat satpam itu dengan beringas memukuli pagar dengan tongkat yang dia pegang. Bram berteriak, meminta pria itu untuk berhenti memukuli pagar. "Hentikan Beno? Kau menganggu ketenangan warga kampung. Untuk apa kau lakukan itu?"Amara bersama kedua orangtuanya keluar menemui satpam. Mereka melihat apa yang membuat Beno melotot keluar pagar."Kau?"Bram m
Read more

Kebodohan Bram

"Bram, bangunlah jangan membuat ibu takut," panggil ibu Bram lirih di telinga Bram yang tidak sadarkan diri.Bram membuka mata perlahan, dia melihat ibunya menangis di samping tempat tidur. Dia berusaha mengerakkan tubuhnya, tapi terasa aneh karena kakinya seolah tak bergerak. "Kenapa kakiku tak bisa bergerak, Bu?"Bram mulai menyingkap selimut yang menutup tubuhnya. Sesaat kemudian napasnya terasa tersekat di tenggorokan, bagaimana tidak, dia melihat kakinya sudah tinggal satu. "Apa yang terjadi? Kenapa kakiku tinggal satu?"Bram mulai menangis, tak lama dia berteriak seperti orang gila. Dia tak menyangka akan menjadi orang cacat. Sekarang dia tak punya kesempatan, untuk bersaing dengan kedua pria yang mendekati Amara. "Sudahlah Bram, terima saja nasibmu. Sekarang cobalah untuk melupakan Amara, ibu tak mau kau memikirkan wanita itu lagi." Kata-kata ibunya membuat Bram murka. Dia merasa ibunya tak punya perasaan, di saat dia terpuruk begini, bukan membuat tenang justru membuatnya sem
Read more

Kebodohan Ibu Bram

Bab 19B (kebodohan ibu Bram)"Amara keluar! Buka pintu!" Ibu Bram berteriak di depan rumah Ikhram yang di tempati Amara. Banyak warga yang melihat wanita yang bertingkah seperti orang gila itu, tapi tak ada yang datang untuk menegurnya, mereka ingin tau apa yang hendak wanita itu lakukan lagi kali ini.Amara segera keluar begitu mendengar teriakan mantan ibu mertuanya. Entah mau apa lagi wanita itu datang ke rumahnya, kadang dia menyesal telah meminta Ikhram menarik laporannya di kantor polisi, kalau ternyata Bram dan ibunya tidak berubah sama sekali."Mau apa lagi kau kemari? Belum puas mendekam di penjara. Bukannya menjaga anak yang sedang terbaring di rumah sakit, kau justru mulai cari gara-gara."Ibu Bram seolah tak perduli pada ucapan bapak Amara. Dia tetap berteriak memanggil mantan menantunya. "Heran gak ada kapoknya, baru semalam anaknya kecelakaan. Sekarang ibunya bikin ulah gak ada jeranya."Terdengar suara para tetangga yang melihat, karena suara ibu Bram begitu keras. Meli
Read more

Digrebek Warga.

Manda baru saja akan merebahkan tubuhnya ke tempat tidur. Namun dia terkejut saat mendengar teriakan ibunya, meski malas dia bergegas juga keluar, karena takut terjadi sesuatu pada ibunya saat tidak ada orang di rumah. "Itu tidak mungkin, kalian pasti salah."Manda mendekati ibunya yang tengah menerima telpon entah dari siapa. Namun dia heran karena sang ibu terlihat panik, akhirnya dia bertanya karena penasaran. "Ada apa Bu? Siapa yang baru menghubungi nomor ibu?"Bukannya menjawab sang ibu justru menangis makin keras, hal itu membuat Manda makin pusing dan sakit kepala. "Bu, tolong jangan menangis lagi. Cepat katakan apa yang terjadi?" tanya Manda dengan nada tinggi."Mbakmu Manda, dia ditangkap warga, saat berbuat mesum di rumah pacarnya," jawab ibu Bram lirih. Amanda terkejut, dia tak menyangka kakaknya bisa sebebas itu. Apalagi sampai di tangkap warga."Apa yang harus kita lakukan Manda? Dia masih SMA, mana mungkin kita nikahkan." Manda menarik napas panjang, dia juga tak tau har
Read more

Kedatangan Dipta.

Iya, sudah sana berisik amat sih. Nanti pulang cepat, bisa bantu jaga Bram. Ibu mau istirahat capek tau." Mendengar permintaan ibunya Manda terlihat kesal. Sebenarnya dia tak mau terbebani dengan Bram, tapi mau bagaimana lagi pria itu saudara kandungnya."Desi bangun bantu ibu masak, jangan mengurung diri terus di kamar! Setelah Manda pergi, kini ibu Bram berteriak pada anak satunya lagi. Dia heran sejak pulang tadi, Desi langsung mengurung diri di kamar."Kenapa kau menangis? Jangan bilang kalau kau jatuh cinta pada pria tak berguna itu?" Bukannya menjawab pertanyaan ibunya, Desi justru menarik selimut dan menutupi seluruh tubuhnya."Bagaimana kalau Desi hamil Bu? Mana mungkin dia mau tangung jawab, setelah ibu hajar habis-habisan." Mendengar ucapan Desi sang ibu tampak terdiam. Dia kesal mendengar ucapan anaknya."Makanya lain kali gunakan otakmu itu, Des. Kalau begini kau yang rugi kan, lihat sampai sekarang pria itu tak ada menghubungimu." Desi bergerak cepat menyingkap selimutnya
Read more

Dia Pria Luar Biasa

Bram menatap kedua mempelai yang duduk dihadapannya. Ada rasa sakit luar biasa, melihat resepsi pernikahan adiknya yang terlihat sangat sederhana. Jauh lebih sederhana dari pernikahan yang dia berikan pada Amara."Tidak usah kau sesali lagi Bram. Sekarang kau sudah terlepas, satu tanggungjawab pada adikmu. Masih ada Manda yang bisa kau buat untuk menebus kesalahanmu, kelak beri dia pernikahan paling mewah," pinta ibunya.Bram menarik napas panjang, mendengar ucapan ibunya. Jangankan memikirkan pernikahan Manda, untuk masa depannya saja dia masih belum tau lagi. "Carilah kerja, Bram. Agar kita bisa bilang pada Amara dan orangtuanya, kalau kita baik-baik saja tanpa mereka."Kembali Bram menarik napas. Mengedarkan pandangan ke seluruh tempat, tak terlihat Amara dan keluarganya, meski dia sudah mengundang mereka semua. "Bahkan mereka tak sudi datang, Bu. Padahal aku sendiri yang mengantar undangan."Bram terlihat sedih, sebenarnya dia berniat membuat Amara iba atau kasihan. Sehingga mau k
Read more

Janji Ikhram

"Kenapa kita kemari lagi?" tanya Amara. Wanita itu menatap gedung yang sangat ingin dia lupakan. Tempat yang dia habiskan waktu depresi dulu."Dokter Liana ingin bertemu denganmu, Ra. Dia bilang sudah lama kau tak menemuinya, apa benar kau tak lagi konsultasi padanya?" tanya Ikhram.Amara tak menjawab pertanyaan Ikhram. Dia tau pria itu ingin dia benar-benar sembuh, dia orang pertama yang membawanya kemari. Jika bukan karena pria itu, mungkin dia sudah berakhir di jalanan sebagai orang gila."Aku tidak gila mas, aku sudah sembuh. Lihat aku bahkan bisa membalas dendam pada Bram kan?" Amara mencoba menjelaskan, kalau dia sudah tidak membutuhkan psikiater. Dia yakin sudah sembuh dan bisa menjalani hidupnya seperti semula."Aku tau kau sudah sembuh, Ra. Karena itu dokter Liana ingin memastikan saja, kalau kau memang baik-baik saja." Ikhram menatap Amara. Dia tak mau wanita itu tertekan karena berada di rumah sakit jiwa, walau hanya untuk menemui dokter Liana."Kalau merasa tak nyaman, bag
Read more

Bram Ingin rujuk.

Amara menarik napas panjang sebelum membuka matanya, entah berapa lama dia tertidur...tidur? "Di mana aku?" tanyanya dengan linglung. "Rumah, kau sudah di rumah, Nak," jawab seorang wanita yang ternyata ibunya. "Air, aku haus, Bu." Mendengar ucapan anaknya. Wanita itu bergegas meraih gelas berisi air minum."Kenapa aku bisa di rumah? Bukankah tadi aku di ... Rumah sakit jiwa?" Amara menekan kata rumah sakit jiwa. "Ikhram dan Rizwan membawamu pulang tepat waktu," jawab ibu Amara lirih.Amara tidak lagi bicara dia segera menerima air yang di sodorkan ibunya. Dengan rakus dia menghabiskan air dalam gelas itu, dia sampai menarik napas panjang begitu selesai minum. "Haus sekali, Bu," ujar Amara dengan malu-malu. "Mau lagi?" tanya sang ibu pelan. Amara segera mengelengkan kepala karena sudah cukup puas minum."Apa yang terjadi padamu tadi, Ara?" Amara terdiam begitu mendengar pertanyaan sang ibu. Matanya menerawang saat mengingat ucapan dokter yang selama ini merawatnya, jelas dokter itu b
Read more

Penyesalan Bram.

Bram memijit keningnya yang terasa pusing. Dia geram saat mengingat kejadian tadi siang, kecelakaan mobil tadi membuka matanya kalau Ikhram benar-benar orang kaya, dengan begitu mudahnya dia mengeluarkan uang lima juta untuk ganti rugi pada mobil yang menabraknya. 'Mereka tidak bisa dianggap remeh. Aku harus mencari cara untuk merujuk Amara,' pikir Bram. Saat sedang berpikir dia terkejut mendengar teriakan dari luar. Dengan panik dia bergegas keluar, siapa sangka dia akan melihat Dipta sedang menampar wajah Desi adiknya. "Dipta!" Bram berteriak karena marah. Sejak kecil dia belum pernah menampar atau memukul adik-adiknya. Ini orang yang baru saja menjadi suami adiknya, sudah berani melakukan kekerasan pada Desi. Tenda pernikahan saja belum dibongkar, tapi kebahagiaan itu tidak bertahan lama."Mas, dia tidak mau menginap di rumah ini. Dia mau pulang dan meninggalkanku," adu Desi pada Bram. Pria itu menarik napas begitu mendengar aduan adiknya, dia ingat waktu baru menikah dengan Amara
Read more

Mempermalukan Bram.

Aku terbangun saat mendengar suara keributan dari luar kamar. Entah apa yang membuat pria itu berteriak seperti orang gila, apa dia lupa kalau kami bukan lagi suami-istri. "Bram berhenti!" teriakku keras.Bagaimana bisa dia hendak melayangkan pukulan pada Ikhram. Aku semakin marah saat melihat bapak berada dalam pegangan Rizwan, "Apa yang mau kau lakukan?" tanyaku sinis."Sayang, mereka mau menghalangi kita bersatu kembali," ujar Bram tanpa merasa malu sama sekali. Aku menarik napas lalu memejamkan mata mencoba meredakan emosiku."Aku kira kakimu saja yang cacat, tapi ternyata otakmu juga," ucapku tak kalah sinis. Mendengar ucapanku tak hanya Bram yang terkejut, tiga pria lainnya juga sama terkejutnya. "Sayang." Bram menatapku dengan mata berkaca-kaca. Bukannya merasa kasihan aku justru merasa jijik melihatnya."Pergilah, aku tak mungkin memungut sampah yang sudah aku buang. Cari kebahagiaanmu sendiri tapi tanpa aku," ujarku lagi tak kalah kejam terdengar bagi Bram. Aku menyesal telah
Read more
PREV
123456
...
14
DMCA.com Protection Status