Semua Bab Balasan Untuk Suami dan Adik Madu: Bab 21 - Bab 30

94 Bab

Bab 21 Pembalasan Belum Berakhir

“Kenapa kamu justru bilang aku adik madumu Mbak? Apa kamu nggak memikirkan nasib Mas Harun kalau di pecat dari kantor?” Bisik Raya pelan dengan wajah merah menahan malu. Dia pasti tidak menyangka jika aku berani melakukan hal ini. Aku terkekeh pelan lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling.Meskipun tidak ada yang bersuara lagi setelah aku mengungkap identitas Raya, aku melirik raut wajah mereka. Para pria memalingkan pandangan seolah pura-pura tidak mendengar perkataanku tadi. Sedangkan para wanita terang-terangan menatap Raya sinis. Bahkan ada yang mencibir dalam diam. Sebagai pekerja kantoran, mereka harus menjaga etika. Apalagi ada yang sedang meeting dengan klien.“Tenang saja Ray. Mas Harun itu bukan PNS yang nggak boleh punya dua istri. Di kontraknya tidak tertulis kalau dia akan di keluarkan kalau menikah lagi. Tenang saja. Aku sudah memeriksanya kok. Laguipula aku tidak ingin kamu dan Mas Harun terkena fitnah jika ada temannya yang melihat kalian bermesraan. Karena kamu juga
Baca selengkapnya

Bab 22 Masalah Demi Masalah

Pov HarunSemua orang mengatakan jika aku sangat beruntung bisa meminang wanita sekaya Wulan. Wanita mandiri dari keluarga sederhana yang berhasil mengembangkan bisnisnya. Tidak hanya itu Wulan juga sangat baik karena sudah mau menampung Ibu dan Rani di rumahnya. Membiayai semua kebutuhan mereka serta membiayai semua uang kuliah Rani yang sangat besar.Jujur saja aku sering merasa rendah diri di hadapan Wulan. Jika biasanya seorang istri yang akan meminta uang pada suami. Aku sebaliknya. Suamilah yang minta uang pada istri. Bahkan untuk memenuhi hobiku sendiri, aku harus minta uang pada Wulan. Namun, aku berusaha menyembunyikan semuanya seolah aku baik-baik saja dengan situasi ini. Agar dia terus menghormatiku sebagai suaminya.Kehidupanku berubah sejak adik sepupu Wulan yang bernama Raya bekerja di kota ini. Raya yang sering berkunjung membuat kami semakin dekat. Hubungan kami sudah berubah ke tahap selanjutnya karena Raya yang terus mendekatiku. Aku merasa sangat di butuhkan oleh Ra
Baca selengkapnya

Bab 23 Bukti dari Wulan

Untung saja kami bisa secepatnya menghentikan perkelahian Rani dan Raya. Sebelum para tetangga dengar dan berkerumun di depan rumah seperti dulu. Mereka pasti akan membuat suasana semakin ricuh. Wulan mau memberi uang untuk Rani agar dia tenang. Sementara aku menyeret Raya keluar rumah. Untuk menghindari amukan Rani pada Raya."Adik kamu bar-bar banget sih Mas. Kenapa dia harus marah saat kamu menikah lagi? Padahal dulu Mbak Wulan nggak pernah sampai main fisik padaku. Pasti nggak di didik dengan baik." Kata Raya sebal begitu kami duduk di kursi teras."Tabiat Rani memang seperti itu. Sudahlah jangan di ambil hati. Apa kamu datang kesini hanya untuk menanyakan uang bulanan orang tuamu?" Tanyaku mengalihkan percakapan. Walaupun aku merasa aneh kenapa Raya bisa datang ke rumah Wulan secepat ini. Padahal jarak dari rumah kos Raya kesini memerlukan waktu sekitar lima belas sampai dua puluh menit. Ah sudahlah. Mungkin kebetulan saja Raya ingin datang menemuiku. Di tambah lagi dengan lapora
Baca selengkapnya

Bab 24 Kejutan

Tiga hari sudah Mas Harun menginap di rumah kontrakan bersama Raya dan Ibu. Aku tidak mendengar kabar tentang uang kuliah Rani lagi. Biarlah itu jadi urusan mereka. Kehidupan harus tetap berjalan. Aku tetap menjalankan tugasku sebagai Ibu rumah tangga sekaligus wanita karir. Walaupun tanpa kehadiran Mas Harun.Anak-anak juga masih bisa berkomunikasi dengan Ayah mereka melalui telpon yang di pegang Alana. Aku hanya memberi mereka waktu memegang hp di jam tertentu. Tidak ada lagi kesedihan yang terpancar di wajah putri sulungku. Dia sudah bisa mengerti semuanya. Sudah bisa menerima bahwa waktu Mas Harun tidak akan bisa seutuhnya untuk kami lagi.Sejak aku bertemu dengan Mas Harun untuk memberinya bukti rekaman kamera CCTV, tidak ada lagi gangguan yang terjadi di rumah ini. Aku justru mendapat kabar dari adik sepupuku disana yang benama Sinta jika Paklek Dar jatuh sakit. Badannya panas dingin menjelang waktu maghrib. Sudah dua hari ini Paklek Dar sering mengalami kejang. Keluarga serta p
Baca selengkapnya

Bab 25 Menjemput

Mas Harun terpaksa memeluk anak-anak yang sudah menghambur ke arahnya. Mengabaikan keberadaan Raya yang sudah berdiri mematung tidak percaya melihat adegan yang ada di depan mata. Belum lagi dengan bisik-bisik para tetangga yang melihat semua kejadian tadi. Sudah pasti akan ada berita negatif tentangnya. Aku yakin banyak pertanyaan yang akan di layangkan pada Raya selepas kepergian kami nanti.Ibu juga sudah keluar melihat keberadaan Alana dan Syifa. Matanya berbinar bahagia saat melihar mobilku. Hal yang tidak pernah di lakukan Ibu sebelumnya. Mungkin dia bahagia karena sebentar lagi bisa kembali tinggal di rumah mewahku. Bukan di rumah kontrakan yang ukurannya sama seperti rumahnya dulu.Kaki ini melangkah menuju teras rumah. Menyalami tangan Mas Harun dan Ibu. Lalu, yang terakhir menyalami tangan Raya. Aku menyunggingkan senyum penuh kemenangan padanya. Menatap wajah Raya yang kesal sambil mengepalkan tangannya penuh amarah. Jika tidak ada para tetangga yang melihat, mulutnya pasti
Baca selengkapnya

Bab 26 Menjenguk

“Paklek Dar sakit? Kenapa kamu nggak bilang sama aku Mas?” Tanyaku pura-pura terkejut. Seolah belum tahu tentang musibah yang menimpa keluarga Raya itu. Kutatap Mas Harun sambil tersenyum tanpa dosa.Tubuh Mas Harun sudah terlonjak kaget. Dengan tangan gemetar dia memasukan hpnya ke dalam saku. Kepalanya terus menunduk. Tidak berani memandang wajahku. Terdengar helaan nafas beratnya beberapa kali. Baru Mas Harun bisa memandangku sambil tersenyum.“Iya. Aku juga baru tahu sore ini waktu pulang kerja tadi. Raya memintaku untuk mengantarnya pulang ke rumah orang tuanya. Tapi, aku tidak bisa karena hari ini sudah waktuku untuk pulang ke rumahmu.” Jawab Mas Harun yang sudah tenang. Aku menganggukan kepala pura-pura mengerti. Aku ingin lihat sejauh mana kebohongannya akan bertahan.“Oh begitu. Ya sudah. Besok kita jenguk Paklek Dar bersama ya. Hanya saja kamu harus pura-pura. Karena beberapa keluarga dari pihak Ibu belum tahu kalau kalian sudah menikah. Jadi, kamu harus terus menempel padak
Baca selengkapnya

Bab 27 Jadi Kaya

POVAku yang terlahir dari keluarga kelas menengah kerap kali iri dengan kehidupan orang lain. Termasuk iri dengan kehidupan Paklek Narto, adik pertama Ibu yang sukses jadi pengusaha bersama istrinya. Mereka bisa hidup enak bergelimang harta. Tanpa harus memikirkan uang yang cukup untuk membeli barang. Hanya Paklek Narto yang sukses di antara semua keluarga Ibu. Sedangkan semua saudara Bapak hanya petani miskin yang hidupnya jauh lebih terpuruk dari keluargaku.Saat aku duduk di bangku SD, Ibu memberi kabar jika kakak perempuannya yang tinggal di kabupaten sebelah meninggal. Aku sudah kenal dengan anak Budeku itu. Namanya Mbak Wulan. Umurnya tiga belas tahun lebih tua dariku. Kami tidak akrab karena jarak rumah yang jauh. Selain itu aku juga tidak ingin dekat dengannya yang sama-sama miskin. Lebih baik dekat dengan Sinta, anak Paklek Narto. Karena aku sering mendapat jajanan gratis dari toko mereka.Satu tahun kemudian tepat saat hari raya idul fitri Mbak Naya datang berkunjung ke kab
Baca selengkapnya

Bab 28 Menanam Barang Titipan

Untuk kedua kalinya rencanaku dan Mas Harun gagal. Ini semua karena Mas Harun memintaku untuk memakai baju pengajian milik Mbak Wulan. Karena tidak ada baju Mbak Wulan yang lain di dalam mobil. Hingga salah satu tetangga yang melihat kami melaporkan hal ini pada kakak maduku itu. Dia berteriak memanggil anak-anak lalu mengambil semua barang belanjaanku. Nasib. Kini aku harus menaiki motor Mbak Wulan. Bukannya duduk di dalam mobil agar tidak kepanasan. Begitu tiba di rumahnya, anak-anak di suruh naik ke lantai dua dulu. Aku dan Mas Harun di sidang untuk yang kedua kalinya. Semua barang belanjaanku di sita Mbak Wulan. Belum lagi dengan uang tabungan anak-anak yang sudah terpakai. Wajib di ganti dengan gaji Mas Harun kelak.Setelah itu, Mas Harun hendak mengantarku pulang ke kos. Tapi, kami sudah di hadang oleh para tetangga. Mereka terus mengataiku sebagai pelakor atau perebut laki orang. Mbak Wulan berhasil menenangkan para tetangganya karena masih ingin merahasiakan hal ini dari anak-
Baca selengkapnya

Bab 29 Gagal Lagi

Aku yang sudah panik memutuskan untuk pulang ke rumah sekarang juga. Memasukan dompet dan hp ke dalam tas. Belum lagi hari ini aku terpaksa hari ini ambil cuti kerja. Demi bisa menemani Bapak. Sepanjang perjalanan hatiku sama sekali tidak tenang. Begitu sampai ke rumah rupanya sudah ada Mbah Dukun yang selesai mengobati Bapak. Kondisi Bapak sudah jauh lebih baik. Beliau terbaring di atas tempat tidur. Sedangkan Ibu sibuk membersihkan muntahan darah tadi.Mbah Dukun tidak banyak bicara. Tubuhnya terlihat lemas. Dengan wajah pucat dan mata cekung. Pertanda tidak tidur semalaman. Ibu mengantar Mbah Dukun keluar. Samar-samar aku bisa mendengar mereka masih bicara. Kemudian Ibu masuk lagi ke dalam kamar. Baru aku sadari jika wajah Ibu juga terlihat sanga kuyu dan kelelahan.“Apa Bapak sudah baik-baik saja?” Tanyaku sambil menggenggam tangan tuanya.“Bapak sudah sembuh. Cuma lelah saja karena sejak tadi muntah. Mbah dukun sudah memastikan jika tulah yang di kirim pada anak-anak Wulan gagal.
Baca selengkapnya

Bab 30 Kedatangan Wulan

Tidak ada cara lain yang bisa di lakukan. Mbah dukun sudah angkat tangan untuk mengobati Bapak. Aku hanya bisa pasrah saat keesokan harinya harus kembali ke rumah di kota sebelah untuk bekerja. Meninggalkan Bapak yang masib terkapar di atas tempat tidur. Dengan Ibu yang setia menemani. Setidaknya aku bisa sedikit bernafas lega karena para saudara mau membantu mengirim makanan dan membereskan rumah. Meskipun mereka terus menyuruh membawa Bapak ke rumah sakit untuk segera di obati. Namun, Ibu tidak mau langsung melakukannya. Ibu masih mencari orang pintar yang bisa mengobati Bapak tanpa mengetahui jika Bapak sudah mengirim guna-guna.Hari itu aku tetap pergi bekerja seperti biasa. Berangkat pagi lalu pulang pada siang harinya untuk mengambil keperluan. Tadi, aku sudah ijin ke pengawas pabrik dengan alasan merawat Ibu mertua yang sakit. Aku terpikir cara lain untuk membuat Bapak sembuh. Yaitu dengan mencari foto Mbak Wulan, Alana atau Syifa di dalam sisi lemari tempat baju Mas Bayu tersi
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status