Home / CEO / Dilamar Presdir yang Menyamar / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Dilamar Presdir yang Menyamar: Chapter 71 - Chapter 80

124 Chapters

71. Otak Penculikan

Nawa langsung menekan nurse call saat mengetahui kondisi sang suami yang kembali mengalami pendarahan pada lukanya.“Dad, sekali lagi aku minta tanda tangani kertas itu. Dan Yadi, tambah satu poin lagi. Kalau Daddy mengingkari perjanjian, bukti kejahatan Daddy atas kecelakaan Pak Heru akan sampai ke polisi,” lanjut Brama dengan suara lirih.“Bram, apa-apaan kamu?” pekik Boby.“Aku tahu semuanya. Termasuk Daddy yang telah memecat Nawa. Sekarang ini bukan lagi tentang keselamatanku, tapi juga tentang keselamatan Daddy. Mungkin aku akan meninggal, tapi Daddy juga akan masuk hotel prodeo. Pikirkan."Boby dan Gahayu berdecak. Dalam kondisi kritis pun, anak keduanya ini masih bisa berkuasa dan menekan.Sementara Nawa mengembuskan napas panjang. Inilah sisi kelam Brama. Pria itu akan selalu menjadi pria keras kepala dan tidak mau kalah. Dengan orang tuanya saja bisa bertindak sejauh ini, bagaimana jika bersamanya nanti?Heru tak kalah syok. Ternyata penyebab dirinya kecelakaan adalah besanny
Read more

72. Ikhlas

“Arbi, Sir,” jawab Yadi mantap.Tangan Brama mengepal kuat. Ia berpikir, orang tuanya yang melakukan penculikan pada dirinya semalam. Namun, pria itu mulai menghilangkan prasangka itu ketika pelaku penyekapan melakukan penyiksaan verbal pada dirinya. Sebab jika dalang penyekapan orang tuanya sendiri, tidak mungkin memerintah sampai melukai fisik.Brama tahu, sebenci apa pun Gahayu dan Boby, tidak mungkin sampai tega menyakiti. Terlebih, orang suruhan pelaku dengan sadis menusukkan pisau di punggungnya.“Pastikan dia mendapat hukuman sadis. Bahkan lebih sadis dari Frengki. Kalau perlu hukuman mati.”“Baik, Sir.”Tangan Nawa yang awalnya sibuk menata bantal Brama agar suaminya itu lebih nyaman ketika tidur, menghentikan aktivitasnya sejenak. Ia baru ingat dengan sosok Frengki.“Sekarang kamu dan Gilang boleh keluar. Belikan saya dan istri saya makanan. Kamu dan Gilang juga sekalian. Pakai uangmu dulu. Dompet saya nggak tahu di mana.”“Siap, Sir. Mengenai dompet dan ponsel, sepertinya ma
Read more

73. Wanita Berkerudung Navy

“Ssst!” Nawa meletakkan jarinya di bibir Brama. “Kenapa diulang lagi bilang kayak gitu? Kenapa pesimis gini sih? Nggak suka aku.”Brama membawa kepala Nawa dalam pelukan. “Bukan pesimis, tapi jaga-jaga kalau semua itu terjadi. Bima itu meskipun playboy, tapi dia tipe yang bertanggung jawab.”“Sir bilang kayak gini tuh tandanya ingin terjadi perang di keluarga Sir. Orang tua Sir pasti bunuh aku. Sir, sekarang aku tanya. Apa kamu memang nggak ingin hidup lebih lama sama aku sampai bilang kayak gitu?” Brama terkekeh. “Nggak gitu, Sayang. Entah kenapa aku tiba-tiba merasa worry. Tapi di satu sisi takut kehilangan kamu. Takut berpisah sama kamu. Entahlah. Soalnya baru kali ini aku akan dioperasi. Luka-luka sebelumnya cuma dijahit aja.”“Sir, optimis, dong. Operasinya bukan operasi besar organ dalam atau kepala. Ini hanya operasi punggung. Kalau Sir tetap bilang yang enggak-enggak kayak gini, aku keluar nih.”Brama terkikik. “Jangan. Temani di sini.”“Makanya. Yang gahar kayak biasanya, do
Read more

74. Kejutan

“Sir.” Nawa berujar sangat lirih. Bibirnya bergetar. Ia tidak menyangka sang suami akan melupakannya. Atau ini efek dari operasinya? “Sir, ini aku Nawa. Nggak ingat? Atau Sir pura-pura lupa untuk nge-prank aku?” Brama menggeleng. “Saya beneran tidak tahu dan tidak kenal siapa kamu. Ada yang bisa menjelaskan wanita itu siapa? Mom, Dad, atau kamu, Bim?” Kebahagiaan Nawa seolah-olah lebur digulung kenyataan ini. Doa yang dari tadi dilangitkan di hatinya seolah-olah langsung runtuh menindih. Satu sisi doanya diijabah, satu sisi menjadi musibah. Nawa sangat bahagia suaminya selamat. Namun, jika keselamatan itu harus ditebus dengan begitu mahal seperti ini, terasa ngilu juga di relung batinnya. “Bre, lo nggak ingat siapa wanita itu? Lo lupa ingatan?” tanya Bima memastikan. Brama terdiam, memicing ke arah Nawa dengan pandangan bingung. “Bre, lo ingat siapa gue, kenal mommy sama daddy, tapi nggak kenal wanita itu? Coba sentuh jari manis–“ “Bim, sudah. Jangan tanya atau menjelaskan mac
Read more

75. Sebuah Nazar

“Sayang, sini!” Brama kembali melambai.Dengan sedikit didorong Bima, akhirnya Nawa berjalan pelan menuju suaminya. Tiba di hadapan Brama, tangan wanita itu dicekal erat.“Bim, lo boleh keluar.”“Habis manis sepah dibuang, njir. Gue udah kayak cecunguk lo. Untung lo lagi sakit. Kalo sehat, ogah gue lo suruh-suruh kayak gini.” Meski begitu, Bima tetap keluar ruangan.Brama tergelak. Namun, gelak tawanya berganti dengan jerit kesakitan saat Nawa mencubit dadanya.“Ya ampun, Nawa. Ini namanya KDRT. Suami sekarat malah kamu kasari. Mau dipidanakan?”“Ayo pidanakan. Aku nggak takut. Sekalian aja bikin aku jadi janda. Aku tuh benci banget sama kamu, Sir!"“Iya, Sayang maaf. Mana ngatain suaminya setan, iblis. Durhaka kamu, ya!” Brama menarik Nawa hingga wanita itu berada dalam dekapannya.“Sir itu jahat! Aku takut banget tahu nggak? Aku nggak bisa bayangin kalau sampai Sir lupa ingatan beneran.” Dalam dada bidang yang masih terbungkus baju operasi tersebut, Nawa kembali menangis.“Maaf. Aku
Read more

76. Sudah Siap?

“Bisa iya, bisa enggak. Bolehlah dicoba dulu.”Nawa menghadiahi cubitan setelah mendengar jawaban sang suami yang tidak membuatnya puas.“Nawa! KDRT lagi!” “Sir pikir nikah itu kayak beli baju yang bisa dicoba, trus dilepas gitu aja? Kalau suka dibeli, dipakai, lalu kalau sudah bosan dibuang, gitu? Makin ke sini makin ngaco, ya!”Brama mengembuskan napas panjang, lalu menggenggam telapak tangan istrinya, lantas mengikat pandangan dengan belahan jiwanya ini.“Dengar. Awalnya aku ingin bertanggung jawab karena telah merusakmu. Tapi lama-lama sebuah rasa sialan bernama cinta justru hadir. Aku bukan anak ABG yang dalam masa menjajaki wanita. Nawa, saat itu aku sudah dewasa dan awalnya memang ingin serius dengan Elea. Tapi keseriusan itu berubah dendam saat memergokinya selingkuh, berbagi peluh dengan pria lain. Dan saat bersamaan, Tuhan kayak dengan sengaja mengirim kamu sebagai korban kemarahan saya pada makhluk bernama wanita. Makanya, sebagai jantan sejati aku harus memperbaiki apa ya
Read more

77. Kedatangan Tamu

“Kalau aku belum siap?” Nawa memicing. “Aku paksa.” Brama mendekatkan wajah, lalu mengambil jarum di bawah dagu sang istri. Dua bibir mereka saling bertemu, melebur menjadi satu. Tangan Brama melepas paksa penutup kepala Nawa, melepas pula penjepit rambut. Surai hitam nan panjang yang menjadi candu Brama tergerai indah. “Sir.” Nawa melepaskan diri dengan napas terengah-engah. Sementara mata Brama sudah berkabut sayu siap menerkam istrinya. Kancing baju atasan Nawa mulai dibuka oleh sang suami. Brama juga melepas tas Nawa dan diletakkan begitu saja di lantai. “Sir! Ini di ruang tamu. Dasar nggak tahu tempat!” Nawa memukul pundak Brama. Wanita itu tergelak. Beruntung semua jendela masih tertutup rapat hingga tidak ada rasa takut kepergok orang atau takut jika ada yang mengintip. “Sudah nggak sabar, Sayang. Aku sudah lama tersiksa.” Atasan Nawa dilepas, lalu dilempar ke sembarang arah oleh Brama. Tubuh setengah polos itu lalu digandeng menuju kamar. Nawa menahan tawa. “Dasar! Ada
Read more

78. Awas Adegan Panas!

“Sir!” Nawa kembali memanggil.“Diam, Nawa!”Nawa kian terbahak-bahak. “Ya maaf. Ini di luar prediksi BMKG.”“Kubilang diam!”Sepertinya, sakit kepala part dua akan menyerang Brama lagi. Pria itu memilih terpejam dengan posisi telentang. Sungguh, banyak sekali halangan ibadah pengantinnya.“Bisa-bisa aku gila! Punya istri katanya bisa menghilangkan stres, nyatanya malah membuatku pusing. Lagi on, dipaksa off lagi. Jauh-jauh pergi bulan madu, tamu bulanan sialan itu malah datang! Haaah!” Brama menarik rambutnya kuat. Matanya masih tertutup.Tiba-tiba, sebuah sentuhan sangat lembut dirasakan Brama mengabsen setiap inci tubuh, membuatnya meremang. Lalu, ada beban berat yang dirasakan di atas tubuhnya.“Sayang,” panggil suara itu lirih di telinga Brama.“Ini pasti setan yang sedang menggangguku. Nawa! Keluarlah dari kamar mandi! Suamimu digoda setan!”Senjata Brama ditarik kasar sampai pria itu mengaduh kesakitan.“Aw! Setan!”“Sir! Keterlaluan istri sendiri dibilang setan!”Spontan, Bram
Read more

79. Pelet

“Mommy,” jawab Brama. Ia juga memperlihatkan layar ponselnya pada sang istri yang masih berkedip.“Angkatlah.”Brama menggeleng. “Pasti mau mengacaukan kesenangan kita.”“Sir. Kumohon.” Nawa menyentuh lengan Brama, mengelusnya pelan. Yang Nawa pikirkan, ia tidak mau menjadi penyebab seorang anak mengabaikan ibunya. Brama mengembuskan napas panjang.“Baiklah. Tapi nggak di sini. Nanti kalau mommy bilang macam-macam, kamu dengar dan sakit hati. Aku nggak mau itu terjadi karena akan mengacaukan mood kamu. Bisa-bisa aku yang rugi. Untuk saat ini, aku butuh kamu yang ceria, seksi, dan ... nakal kayak tadi.” Mata Brama mengerling nakal.Nawa tergelak. “Ya udah. Sana angkat dulu.”Brama menjauh. Nawa menatap punggung pria itu sambil tersenyum.Dulu, Brama sangat menyebalkan. Namun, sekarang prianya itu sangat manis, lembut, dan tiap kali berdekatan jantungnya berdebaran. Semua mungkin karena the power of love. Nawa pun jatuh dalam pesona pria tampan tersebut. Apalagi setelah menyerahkan mah
Read more

80. Memergoki

Tangan Nawa terlepas dari lengan suaminya. Wanita itu tersenyum kecut. Ini baru datang saja sudah disuguhi ejekan pembuka yang sangat lezat. Belum nanti kalau mereka sudah membaur. Mungkin ada menu utama dan penutup yang lebih dahsyat.Gahayu dan gengnya posisinya duduk membelakangi hingga tidak sadar anak dan menantunya datang.“Sayang ....” Brama menatap istrinya sendu. Ia mencekal telapak tangan sang istri, menyatukan kembali dengan telapak tangannya.Sementara Gahayu masih menggibah Nawa dengan mulut pedasnya.“Sir, a-aku pergi saja dari sini. Daripada diusir paksa. Sir saja lanjutkan sendiri tanpa aku.” Suara Nawa bergetar. Sebenci itu Gahayu pada dirinya sampai menjelek-jelekkan di hadapan orang banyak.“Ya, setelah ini kita pergi. Tapi sebentar, aku mau ngasih hadiah dulu ke Mommy.”“Aku tunggu di sana.” Nawa menunjuk tempat agak jauh seraya berusaha melepaskan genggaman tangan sang suami.“Kamu nggak akan ke mana-mana. Tetap di sini.” Tangan itu tidak dibiarkan terurai.“Tapi–
Read more
PREV
1
...
678910
...
13
DMCA.com Protection Status