“Gue sedang kerja, Be*o! Lo nggak lihat? Urusan utang bisa nggak dibahas nanti!” bentak Bima kesal.“Gue maunya sekarang.” Brama lalu menatap rekan kerja sang adik. “Hei, kalian semua! Dengar! Pria ini breng*ek, punya utang banyak nggak ada niat bayar! Jadi, pecat saja dia!”“Bram, apa-apaan sih, lo!”“Sekarang biarkan saya membuat perhitungan sama pria breng*ek ini.”“Brama!”Brama hanya mengedikkan bahu. Pria itu lantas menyeret Bima menuju mobil. Dengan paksaan, akhirnya Bima duduk di kursi samping kemudi. Pria itu pasrah sebab Brama terus mengancam. Lantas, kendaraan roda empat tersebut melaju.“Lo mau menghancurkan hidup gue? Iya, gue tahu utang gue banyak, tapi nggak bisakah lo kasih gue kelonggaran, hah! Lo malah memutus rezeki gue!” Bima marah, tetapi suaranya bergetar. Perasaannya antara malu, marah, dan benci bercampur jadi satu saat melihat kakaknya.Brama masih memasang wajah datar tanpa ekspresi sambil mengemudi.“Dasar kakak gila! Harusnya gue pergi jauh dari kota ini!”
Baca selengkapnya