Home / CEO / Dilamar Presdir yang Menyamar / Chapter 111 - Chapter 120

All Chapters of Dilamar Presdir yang Menyamar: Chapter 111 - Chapter 120

124 Chapters

111. Parah?

Brama berhenti sejenak, lalu kakinya kembali mengayun.“Gilang! Keluarkan mobilnya lagi!” teriak Brama.Stevie mendesis seraya menahan rasa tidak nyaman di pinggangnya. Meskipun begitu, ia mengulum senyum. Ia sudah berhasil membuat huru-hara dengan dramanya tanpa harus menunggu saat acara doa nanti.Nawa menatap sambil bersungut-sungut. Ia mengepalkan tangannya kuat-kuat, tidak habis pikir dengan sikap sang suami yang dinilai tidak masuk akal. Di mana Brama yang biasanya selalu membelanya? Kenapa sekarang kembali termakan dengan hasutan Stevie?“Satu.” Nawa mulai menghitung. Jika sampai hitungan sepuluh dan Brama tetap memilih percaya dengan sandiwara Stevie, ia akan mengambil tindakan tegas. Entah apa nanti. Pergi dari rumah misalnya.Gilang melaksanakan titah sang majikan. Ia kembali menaiki dan memundurkan mobil.“Dua.”Brama mendekati mobil setelah Gilang membuka pintunya. Ia memasukkan Stevie ke dalamnya.“Tiga.” Nawa masih terus mengawasi sang suami dengan tatapan maut. Ia tidak
Read more

112. Apa-Apaan Ini?

Meski mata masih berat karena efek baru bangun tidur, Nawa menelepon suaminya. Mata memang masih berat, tetapi ia tidak sabar ingin mendengar kabar adik iparnya. Panggilannya langsung dijawab.“Morning, Baby,” sapa suara di seberang. “Baru bangun? Apa tidurmu nyenyak?”“Hm. Sekarang Sir di rumah sakit mana? Mereka gimana? Kandungan Stevie gimana?”“Pertanyaannya langsung diborong. Mentang-mentang kaya, apa-apa suka diborong.”“Sir, bukan waktunya bercanda!”“Justru aku butuh candaan, Sayang. Lelah badan lelah pikiran sejak semalam. Untung kamu telepon. Gimana? Masih meriang?”“Meriangku nggak penting. Gimana mereka?”“Ya, kayak yang sudah kukirim ke kamu. Sudah kamu lihat, kan?"“Kandungan Stevie?”Brama terdiam. Hanya terdengar embusan napas berat dari seberang.“Sir.”“Nggak selamat. Bayinya sudah nggak ada detak jantungnya. Stevie belum sadar, pendarahan. Ini tenaga medisnya masih terus berusaha agar setidaknya kondisinya stabil biar bisa dioperasi untuk mengeluarkan bayinya.”Nawa
Read more

113. Nyonya Pingsan

“Boby, mana anak brengs*kmu itu!” Sebuah suara keras terdengar.Boby, Brama, dan beberapa orang yang ada di depan kamar operasi menoleh. Ada papanya Stevie berdiri pongah di sana. Ada beberapa orang yang mengawal di belakangnya “Gara-gara anakmu anak saya celaka!” pekiknya lagi.“Hey! Anak jal*ngmu itu yang memang membawa sial!” Boby merangsek maju, tetapi dihalangi anak buah papanya Stevie.Kesempatan untuk Brama melepaskan diri dari para anak buah Boby. Ia menginjak kaki orang yang ada di samping kiri dan kanannya. “Lepaskan saya, Breng*ek!”Cekalan itu akhirnya mengendur.Brama bergerak maju di tengah-tengah dua kubu yang saling bersitegang. “Ini rumah sakit dan ada banyak pasien yang butuh ketenangan. Di sini bukan arena gulat. Kalau kalian ingin menyelesaikan masalah, cari tempat lain!”Boby dan papanya Stevie saling pandang dengan sorot permusuhan. Dua petinggi perusahaan sekaligus pesaing bisnis tersebut menatap saling menyalahkan.“Saya akan menyewa satu tempat di luar rumah
Read more

114. Tersedu-Sedu

“Sekarang dia di mana?” tanya Brama sambil mengambil jaket dan memakainya. “Di rumah, Tuan. Nyonya diantar pulang setelah sadar.”“Baik, saya ke sana sekarang.”Panggilan pun dimatikan.“Bim, gue pergi dulu. Ada hal darurat yang harus gue urus. Mom, titip Bima.”“Ck! Kamu bersikap kayak gini kayak nggak percaya saja sama Mommy, Bram. Bima anak Mommy, tanpa kamu perjelas juga akan Mommy jaga.”“Bukan gitu. Jangan sampai daddy menghabisi anak durhaka satu ini. Karena hanya aku yang boleh melakukannya. Aku pergi dulu. Assalamualaikum.” Brama tergesa-gesa keluar ruangan.Salam Brama dijawab lirih oleh Bima dan Gahayu.“Hah, dasar! Mau bilang khawatir saja gengsi. Brama gimana menurut Mommy?” tanya Bima.“Gimana maksudnya?”“Ya, penampilannya, perkembangan dia.”“Tambah berisi, tambah tampan. Tapi sayang, istrinya nggak sederajat.”“Meskipun nggak sederajat, dia terbukti pintar ngurus Brama. Lihat aku? Makin kurus, nggak keurus. Mom, aku minta maaf karena sudah salah mengambil jalan. Kuki
Read more

115. Paket

Nawa masih menatap beberapa alat tes kehamilan itu dengan pandangan berkabut. Sesekali pandangannya beralih pada objek lain, lalu kembali fokus melihatnya untuk memastikan. Beberapa kali dilakukan agar ia benar-benar yakin dengan apa yang dilihatnya. Bahwa semua itu sungguhan, bukan mimpi.Wanita itu mengambilnya satu dengan tangan gemetar, lalu menatap lekat-lekat. Jantungnya berdegup menggila. “Ini mataku normal, kan? Nggak salah lihat, kan?"Isak tangis Nawa tambah kencang. Ia mengucek mata, menghapus air mata yang menghalangi pandang. Benar, semua testpack itu menunjukkan garis dua.“Si–“ Ucapan Nawa terhenti. Awalnya ia ingin memanggil sang suami, tetapi diurungkan. Ia menggeleng. Wanita itu berpikir, sebaiknya membuat kejutan manis untuk kabar bahagia ini.Nawa mengembuskan napas panjang. Dipegangi dadanya yang masih belum berdetak normal. Ia lalu memasukkan semua testpack tadi pada sebuah wadah yang sudah disiapkan dan disembunyikan di tempat aman agar tidak ditemukan Brama.“A
Read more

116. Siapa Dia?

“Paket? Pesan? Apaan?” Wanita itu menatap Brama dengan pandangan menyelidik. “Aku nggak ngirim apa-apa.”“Oh, bukan kamu, ya? Lalu siapa? Oh, orang iseng mungkin.” Brama merutuki mulutnya yang terlalu tidak sabar bertanya. Harusnya ia bisa berhati-hati menghadapi jebakan ini.Wanita itu lalu berkacak pinggang. “Aku jadi curiga. Pesan apa? Siniin ponselnya. Mau kulihat!”Ialah Nawa yang baru keluar dari kamar mandi yang letaknya di depan ruang periksa.“Ah, bukan apa-apa. Lupakan. Lalu kenapa kamu ada di sini, Sayang?”"Jangan mengalihkan bahasan! Paket dan pesan apaan?""Jawab dulu pertanyaanku. Kenapa kamu keluyuran sampai sini? Katanya sudah stop Promil?"“Aku udah terbiasa periksa sama Dokter Rani. Sir tahu itu. Hari ini aku ada jadwal perawatan Miss V. Harusnya aku yang tanya. Ngapain Sir keluyuran di sini?” Nawa menyeret sang suami pindah ke tempat lebih tepi agar tidak mengganggu jika ada yang ingin ke toilet.“Oh, itu tadi–““Siniin ponsel Sir. Pasti ada yang nggak beres.”“Ngg
Read more

117. Rahasiakan

“Sinikan ponselnya. Kamu nggak perlu banyak pikiran. Biar kuurus peneror itu. Sekarang, tolong hanya fokuskan pikiranmu untuk calon anak kita.” Brama menengadahkan tangan. Ia dan sang istri tiba di depan apotek klinik. Pria itu mengajak duduk istrinya dengan tangan masih merangkul.Nawa melengos. “Bilang aja mau meladeni dia, mau ketemu dia, trus habis itu jatuh cinta.”“Astaga, kamu bersikap menyebalkan seperti ini kuanggap maklum karena kamu sedang hamil. Kalau tidak, sudah kumakan kamu. Heran, kerjaannya suudzon terus sama suami.”“Lah iya, harus dicurigai terus. Salah siapa selalu bikin masalah.”“Kamu yang bikin masalah sebenarnya. Sudah kujelaskan itu orang gila. Atau mungkin Stevie yang sengaja membuat huru-hara lagi. Tapi tunggu, katanya tadi kamu ke sini untuk perawatan yang lain, tapi kenapa pas di dalam tadi beda?”Nawa hanya melirik, tidak menjawab.“Nyonya Annawa!” Suara dari meja administrasi membuat keduanya bangkit.“Kamu duduk di sini saja, biar aku yang ambil obat sa
Read more

118. Datang Sekarang

Nawa mengangguk. “Ya. Terlebih orang tua Sir. Setelah aku lahiran, baru Sir boleh mengabari mereka. Aku nggak mau mereka berbuat sesuatu untuk mencelakakan calon anak kita.”“Bapakmu juga? Nggak mau mengabari mereka berita bahagia ini?”Nawa menggeleng. “Nggak usah dulu sebelum calon anak kita benar-benar berkembang dan sehat. Minimal empat bulanlah.”“Baiklah. Apa pun yang membuatmu nyaman, aku turuti. Tapi untuk pekerja di rumah ini harus tahu, biar mereka ikut jaga kamu.” Brama meraba perut sang istri, mengelusnya lembut. “Sayang, ceritakan padaku kapan pertama kali tahu kalau hamil.”“Baru beberapa hari yang lalu, sih.”“Gimana perasaanmu?”Nawa membalik tubuh, menghadap suaminya. Ia membelai rahang tegas yang bersih dari rambut tersebut. “Nangis.”“Nggak bahagia?”“Lebih dari itu. Rasanya seperti dahaga setelah kemarau sekian lama, lalu Allah menurunkan hujan. Yang ada rasa syukur yang luar biasa sampai nggak bisa diucapkan dengan kata-kata. Kalau Sir? Bahagia nggak?”Brama terke
Read more

119. Larangan?

“Sorry, Bim. Kalau sekarang gue nggak bisa. Ada acara di rumah,” jawab Brama.“Nggak usah alesan! Sekali ini aja tolong lo datang. Daddy sudah beberapa hari ini nggak sadar. Lo nggak takut menyesal kalau sampai dia tiada dan lo belum sempet minta maaf, nggak sempet ketemu untuk yang terakhir kali? Bentar, gue alihkan dengan video call. Biar lo lihat sendiri betapa memprihatinkannya pria yang sudah menyumbangkan kecebongnya sampai lo bisa ada di dunia ini."Bima mengubah panggilan menjadi video call. Di sana memperlihatkan Boby tengah berbaring tak berdaya dengan beberapa alat penopang kehidupan terpasang di tubuhnya. Sementara Bima memakai APD yang dikhususkan untuk masuk ruang ICU.“Kenapa lo baru bilang sekarang di saat gue sibuk, hah! Gue nggak alesan, gue beneran sibuk. Ada acara penting di sini!"“Mau ada acara apa? Apa lebih penting daripada bokap lo, hah!”“Ini acara sakral Nawa! Gue nggak bisa meninggalkan di mana saat ini acara intinya.”“Lo bucin boleh, tapi jangan durhaka-d
Read more

120. Sadar

“Bukan gitu. Cuma firasatku nggak enak. Takut mereka menahan dan melarang Sir menemuiku lagi. Aku takut mereka memisahkan kita.” Bibir Nawa mengerucut. Ia menatap suaminya sendu.Brama tersenyum. Ia menghentikan aktivitasnya, mendekati sang istri. “Apa ini artinya kamu sudah benar-benar bucin sama suamimu ini, hm? Sampai-sampai ditinggal sebentar saja tantrum gini.”Nawa mengangguk tanpa ragu. Ia sudah terbiasa ditinggal Brama dalam urusan bisnis. Namun sekarang, rasanya beda saat Brama akan meninggalkannya ke Tangerang. Pasti mertuanya itu tidak akan tinggal diam dan melakukan sesuatu agar Brama meninggalkannya.Brama menyelipkan telapak tangannya ke belakang telinga Nawa, menyibak rambut legam itu. “Sayang, aku bukan anak kecil yang bisa dengan mudah dilarang atau ditahan. Suamimu ini sudah dewasa, sudah bisa membuat anak, dan mau jadi bapak-bapak. Jadi, nggak akan semudah itu ditahan di sana. Pokoknya kamu tenang saja. Insyaallah aku akan kembali. Kalau mereka melarang, aku akan me
Read more
PREV
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status