“Sekarang dia di mana?” tanya Brama sambil mengambil jaket dan memakainya. “Di rumah, Tuan. Nyonya diantar pulang setelah sadar.”“Baik, saya ke sana sekarang.”Panggilan pun dimatikan.“Bim, gue pergi dulu. Ada hal darurat yang harus gue urus. Mom, titip Bima.”“Ck! Kamu bersikap kayak gini kayak nggak percaya saja sama Mommy, Bram. Bima anak Mommy, tanpa kamu perjelas juga akan Mommy jaga.”“Bukan gitu. Jangan sampai daddy menghabisi anak durhaka satu ini. Karena hanya aku yang boleh melakukannya. Aku pergi dulu. Assalamualaikum.” Brama tergesa-gesa keluar ruangan.Salam Brama dijawab lirih oleh Bima dan Gahayu.“Hah, dasar! Mau bilang khawatir saja gengsi. Brama gimana menurut Mommy?” tanya Bima.“Gimana maksudnya?”“Ya, penampilannya, perkembangan dia.”“Tambah berisi, tambah tampan. Tapi sayang, istrinya nggak sederajat.”“Meskipun nggak sederajat, dia terbukti pintar ngurus Brama. Lihat aku? Makin kurus, nggak keurus. Mom, aku minta maaf karena sudah salah mengambil jalan. Kuki
Read more