Sudah menjadi kebiasaan Alenta, setiap pagi setelah menyiapkan sarapan dia akan menumbuk daun tumbuhan herbal hingga halus. Siangnya setelah Lien pergi ke toko obat herbal nya, Alenta menyibukkan diri untuk membersihkan pelataran rumah yang mulau di tumbuhi rumput kecil baru tumbuh. “Wah, buah juga sudah banyak yang berjatuhan,” gumam Alenta menyayangkan sekali. Padahal, harga buah kalau di kota cukup mahal, tapi di pedesaan justru terbuang begitu saja. Alenta memutuskan untuk mengambil buah-buah yang masih segar, niatnya ingin dia buat pie, dan juga selai. “Ck! kenapa tinggi sekali, sih?!” gerutu Alenta karena tak sampai. Tidak mungkin juga dia melompat, bahaya untuk bayinya. “Hai, Alenta? Perlu bantuan?” Sapa Benjamin, entah sejak kapan juga dia memperhatikan Alenta. Benjamin dengan segera berjalan mendekati Alenta, membuat Alenta semakin bingung. Bukankah jarak rumahnya dengan rumah Bibi Lien cukup jauh meskipun memang benar mereka bertetangga. Yah, maklum saja lahan milik Bib
Read more