Semua Bab Dendam Terbalas Sang Istri Terkhianati: Bab 41 - Bab 50

106 Bab

Bab. 41. Kekerasan Terhadap Elina

Aku tak habis pikir dengan semua kelakuan Beni yang menurutku sudah melewati batas. Semenjak Beni ketahuan berselingkuh, bukannya tobat malah makin menjadi-jadi. Suamiku itu dengan terang-terangan menunjukkan rasa cintanya terhadap Melisa di hadapanku. Tapi, entah mengapa, setiap kali aku melihat Beni bermesraan dengan Melisa di depanku, aku merasa seperti kembali ke kehidupanku dulu. Di mana aku hanya bisa diam menyaksikan suamiku menduakanku.Aku menguatkan diriku yang sempat goyah. Aku tidak boleh melunakkan hatiku! Aku wanita kuat!“Elina, kamu harus menemui istri Tuan Mark,” ucap Beni.Aku menatap nyalang Beni.“Kenapa aku harus menemui istri Tuan Mark?” tanyaku tanpa minat.“Tuan Mark tidak akan memaafkanku karena istrinya masih marah padaku. Kamu bisa menemui istri Tuan Mark, dan meminta Nyonya Lusi memaafkan aku. Kamu mau kan?”“Aku tidak mau. Itu bukan urusanku,” tolakku tegas.
Baca selengkapnya

Bab. 42. Sidang Perceraian Pertama

“Kamu gila ya? Aku tidak mau tidur denganmu. Lebih baik aku tidur di hotel. Carikan aku hotel terbaik yang letaknya tak jauh dari sini,” cerocosku.“Sensitif sekali. Aku hanya bercanda. Kamu bisa beristirahat di kamar tamu. Pembantuku sudah membersihkannya.”“Lagi enggak nafsu bercanda,” jawabku.Aku mencicipi minuman cokelat buatan Jimmy. Setelah meminum habis cokelat, aku merasa sangat mengantuk. Mataku terasa amat berat, seakan aku tidak bisa membuka mataku. Pada akhirnya aku menutup mataku erat. ***Aku terbangun dari tidurku dalam kondisi kepalaku yang pusing. Pandanganku langsung tertuju pada Jimmy yang sedang asyik menatap layar laptopnya.Aku meraih ponselku yang tergeletak di atas meja. Aku tersenyum tipis.“Sudah tengah malam, kamu tidak ingin beristirahat?” tanyaku.Ketika aku ingin turun dari atas ranjang, aku baru sadar jika tanganku terdapat sebuah infus. Aku yang bingung hanya ter
Baca selengkapnya

Bab. 43. Rahasia Besar apa?

Aku memutuskan tinggal bersama Jimmy. Tak lupa, aku juga mengajak Nunu. Mulai sekarang, Nunu bekerja denganku, aku yang membayar Nunu.“Nunu, buatkan aku jus mangga. Dari kemarin kok aku pengin minum jus buah, khususnya buah mangga manis.”“Jangan-jangan kamu lagi mengidam?” celetuk Nunu.Aku tersentak, tidak menerima kalimat konyol Nunu. Mana mungkin aku hamil. Selama ini aku selalu meminum obat pencegah kehamilan. Lagi pula, aku sudah lama tidak berhubungan intim dengan suamiku.“Jangan ngawur kamu! Aku tidak mau hamil. Apalagi hamil anak Beni!” hardikku.“Kalau bukan Beni yang menghamilimu, kamu masih tidak mau hamil?” sahut Jimmy.“Memang ada pria lain yang meniduriku? Udah deh, enggak usah ngomong aneh-aneh. Aku bukan wanita murahan,” tampikku.Jimmy tersenyum miring kemudian meraih tablet miliknya.“Oh! Jika ada yang meniduriku, pasti kamu orangnya! Dasar pria berengsek!”Jimmy t
Baca selengkapnya

Bab. 44. Resmi Bercerai

“Mana mungkin! Aku tidak mau menyia-nyiakan hidupku,” sungutku. Jimmy tersenyum kecil. Dia menggeser minumannya ke arahku. Memintaku untuk menenangkan diri sebelum menghadiri persidangan. “Beni sudah resmi dipecat dari jabatannya. Sekarang, statusnya hanya pemilik saham.” Mataku berbinar senang. Kabar dihentikannya Beni dari wewenangnya seakan membawa angin segar bagiku. Pantas saja Beni tadi berusaha merayuku lagi. Jadi, ini alasannya. “Oh ya? Itu artinya, Beni sudah tidak memiliki kekuasaan dong di Coco Company!” ujarku antusias. “Terus, siapa yang sekarang menjadi Presdir Coco Company? Kamu?” tanyaku agak sedikit menggoda Jimmy. “Tidak ada kandidat yang lebih baik ketimbang aku. Tentu saja, mereka memilihku untuk menjadi pengganti kakakku,” jawab Jimmy dengan lugas. “Wah... Selamat ya, akhirnya kamu menjadi Presdir Coco Company,” ucapku. “Aku belum dilantik secara resmi, jadi tidak perlu mengucapkan sela
Baca selengkapnya

Bab. 45. Meminta Maaf Demi Jimmy

Sesuai dengan janjiku pada Jimmy ketika Beni telah tergeser dari posisinya menjadi Presdir Coco Company. Aku terbang ke Inggris hanya untuk menemui Tuan Mark dan istrinya, Lusi. Satu-satunya wanita yang digilai oleh Tuan Mark.Kedatanganku disambut baik oleh Lusi. Aku sempat menanyakan keberadaan Tuan Mark kepada Lusi, dan wanita cantik itu menjawab jika suaminya sedang pergi bekerja ke luar kota beberapa hari.“Kamu repot-repot datang kemari hanya untuk meminta maaf atas perbuatan yang dilakukan suamimu?”Pertanyaan pertama yang dilontarkan oleh Lusi setelah aku baru saja sampai di ruang tamu. Aku sempat menginap satu malam di rumah mewah Lusi.“Lupakan saja. Tanpa kamu meminta maaf pun, aku telah memaafkan suamimu. Tetapi, alangkah baiknya jika suamimu sendiri yang datang menemuiku untuk meminta maaf,” cerocos Lusi.Satu hal yang baru aku tahu atau baru aku sadari dari Lusi adalah, wanita itu sangat amat cerewet.“M
Baca selengkapnya

Bab. 46. Mengerjai Melisa

Beni tersenyum tipis menanggapi sindiran pedas dariku.“Seperti yang kamu lihat sekarang, hidupku jauh lebih bahagia ketika aku bersama Melisa.”Jawaban Beni membuatku kesal. Tentu, aku tidak senang Beni bahagia, seakan perceraian kami tidak berdampak apa pun bagi Beni. Sial! Aku harus segera melayangkan rencanaku.“Tuh! Kak Elina dengar sendiri kan? Jadi, Kak Elina enggak usah berharap lebih deh! Oh ya! Aku mau bilang makasih, berkat kamu yang mengusir ibuku dari rumahmu, sekarang aku dan ibuku bisa tinggal di rumah mewah Kak Beni tanpa sungkan.”“Selama ini kamu dan ibumu bisa tinggal di rumah mewah karena kalian tidak tahu diri. Aku harus memuji kelihaian ibumu dalam menjilat ayahku. Keren sekali.”Tentu saja aku menghina adik tiriku. Tak susah bagiku menginjak-injak harga diri wanita itu. Bukan kah? Melisa memang tidak memiliki harga diri?“Kak Elina kalau ngomong jelek! Pantesan diselingkuhi!” celetuk Melisa. Dia pasti merasa terancam sekarang. “Mending cuma jelek omongan. Dari
Baca selengkapnya

Bab. 47. Tempat Spesial, Orang Spesial

“Nanti malam mau pergi ke mana? Kok kamu heboh banget?” tanya Nunu.Aku terlalu sibuk melihat koleksi gaun milikku sehingga tidak menghiraukan keberadaan Nunu yang sedari tadi membantuku memilih gaun.“Tuh kan, enggak dijawab!”“Eh?” Aku menoleh ke arah Nunu setelah mendengar nada tinggi dari wanita itu.“Nanti malam mau pergi ke mana?” Nunu terus mengulang pertanyaannya.“Oh... Nanti malam Jimmy mengajakku pergi makan malam bersama. Katanya sih tempatnya spesial, mangkanya aku ingin tampil memukau. Biar enggak malu-maluin,” jawabku.“Mau makan malam saja heboh. Kelihatan sekali kalau kamu suka sama Tuan Jimmy,” goda Nunu.Aku tersenyum tipis. “Mau berapa kali pun aku menyangkal, kamu tidak akan percaya. Aku juga tidak ingin mengakui sesuatu,” ujarku.“Kamu adalah tipe orang yang bisa di mengerti tanpa harus melakukan pengakuan,” ujar Nunu.“Maksudmu aku mudah ditebak, begitu?” Kedua bola mataku melotot.“Bukan mudah ditebak, tetapi kamu tidak bisa menutupi perasaanmu. Itu saja,” kata
Baca selengkapnya

Bab. 48. Resmi Berkencan

“Kamu yakin? Ingin menjadikanku sebagai kekasihmu?” tanyaku memastikan.“Sangat yakin,” jawab Jimmy tanpa ragu.“Masih banyak wanita di luaran sana yang jauh lebih baik ketimbang aku loh,” kataku lagi.“Iya aku tahu, masih banyak wanita yang jauh lebih baik daripada kamu. Tetapi aku sukanya sama kamu. Gimana dong? Aku tidak bisa mencegah hatiku.”Aku menggelengkan kepala.“Mungkin kamu belum menemukannya saja. Lebih baik kamu mencari wanita lain. Berkenalan dengan banyak wanita terdengar tidak buruk,” ujarku memberi saran.“Aku tidak bisa melihat wanita lain selama ada kamu yang selalu mengisi otakku,” tandas Jimmy.Aku sempat terkejut mendengar pengakuan tegas Jimmy. Dilihat dari wajah Jimmy, sepertinya pria itu tidak sedang bergurau.“Aku akan menunggumu sampai kamu mau menerima cintaku. Satu hal yang harus kamu tahu dariku. Aku, tidak suka bermain wanita.”Jimmy terus mempertegas ketulusannya terhadapku.“Sebenarnya aku masih takut membina hubungan seperti sepasang kekasih. Aku taku
Baca selengkapnya

Bab. 49. Omong Kosong Beni

“Kenapa datang sebagai orang asing? Kamu kan kakakku,” tanya Melisa bingung.“Melisa, aku bukan lagi kakakmu,” kataku.“Hah?”Aku hampir tertawa lepas melihat ekspresi lucu Melisa. Gadis satu ini benar-benar dungu.“Aku sudah membuat kartu keluargaku sendiri. Aku mendepak namamu, dan nama ibumu dari daftar keluarga Yus. Sekarang, kita tidak memiliki hubungan keluarga secara hukum.”Melisa terdiam saking kagetnya. Dia hanya bergeming. Wajahnya yang cantik kini dipenuhi ketegangan.“Apa maksudmu, Kak?” tanyanya dengan suara terbata.“Pertanyaanmu konyol sekali,” ucapku. “Jangan bilang kalau ibumu belum memberi tahumu mengenai hal ini? Astaga, ibumu pasti tidak ingin kamu bersedih,” dalihku menatap rendah Melisa.“Ibuku sudah tahu?” Melisa makin terkejut.“Ibumu sangat mencintaimu, mangkanya dia memendamnya sendiri.”Aku memajukan tubuhku supaya lebih dekat dengan Melisa. Tentu
Baca selengkapnya

Bab. 50. Foto Masa Kecil Elina

Melihatku panik, suara tawa Beni makin terdengar kencang. Aku sama sekali tidak mengerti, kenapa aku bisa tiba-tiba setakut ini. Aku juga tidak merasa melakukan kejahatan. Tidak ada satu pun ingatan terlintas di otakku mengenai hal itu. “Aku tidak pernah berkata omong kosong, Elina. Kita sudah lama mengenal satu sama lain. Jangan lupa, kita saling memegang rahasia,” tutur Beni.Aku muak mendengar Beni terus menyinggung mengenai rahasia, di saat aku sendiri tidak tahu apa rahasiaku yang dipegang oleh Beni, begitu pun sebaliknya.“Aku enggak mau ngebahas soal rahasia-rahasia itu! Sekarang, kamu ngomong saja, apa keperluanmu? Sampai kamu rela datang kemari! Kamu datang karena Melisa mengadu?”“Jika itu benar, kamu kesal?” ledek Beni. “Aku datang kemari untuk memberimu peringatan. Kita sudah berpisah, itu artinya, jangan mengurus urusanku. Apalagi mengganggu kekasihku. Jika kamu mengulangi perbuatanmu, aku tidak akan segan-segan membeberkan s
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
11
DMCA.com Protection Status