Semua Bab Dendam Terbalas Sang Istri Terkhianati: Bab 11 - Bab 20

106 Bab

Bab. 11. Aku Merawat Diri

Sungguh busuk! Sejak awal Beni memang mengincar hartaku sebagai pewaris tunggal keluarga Yus.Apa dia bilang barusan? Akan mengambil seluruh hartaku, lalu memberikannya kepada Melisa? Jangan terlalu berharap dan tetaplah itu menjadi mimpimu belaka. Aku, tidak akan membiarkanmu begitu saja. Hartaku, hanya akan menjadi milikku.“Lantas? Mengapa kamu memperbolehkan Jimmy mendekatimu?” tanya Beni.Aku kembali fokus kepada dua manusia tidak bermoral itu.“Aku memperbolehkan Jimmy mendekatiku hanya untuk menutupi hubungan kita. Kamu enggak mau kan dicurigai sama Kak Elina. Kita harus pintar berpikir untuk menyembunyikan hubungan kita,” jelas Melisa.“Baiklah aku setuju kamu dekat dengan Jimmy. Tetapi, jangan pernah sekalipun kamu mengizinkan Jimmy menyentuh tubuh indahmu. Hanya aku satu-satunya pria yang berhak menjamahmu. Kamu mengerti, Cintaku?”Aku hampir muntah mendengar kalimat cringe yang dilontarkan oleh Beni. Sepert
Baca selengkapnya

Bab. 12. Terendus Kelicikan Melisa

“Aku juga enggak mau berpikir begitu. Tapi.” Aku tak melanjutkan kalimatku.“Enggak ada tapi-tapian, Kak! Pokoknya aku yakin kalau Kak Beni enggak berselingkuh! Sekarang mending kamu kembali ke kamarmu lalu pergi tidur. Kak Beni pasti bakal pulang. Sudah, jangan dipikirkan lagi.”Melisa memaksaku untuk beristirahat. Bahkan dia mengantarku masuk ke dalam kamar. Dia ingin memastikan bahwa aku benar-benar tertidur nyaman di atas ranjang.Melisa meraih gelas kosong di atas meja. “Kakak sudah minum susu?” tanya Melisa.“Iya, aku sudah meminumnya. Kenapa?” jawabku.Melisa menggelengkan kepala lalu kembali meletakkan gelas tersebut pada tempatnya.“Kakak tidur ya,” pinta Melisa mendorong pelan pundakku agar berbaring. Tak hanya itu, Melisa juga menarik selimut untuk menutupi tubuhku.“Terima kasih ya, Melisa. Kamu mau mendengarkan keluh kesahku,” ucapku tersenyum lembut.“Iya, Kak. Sebagai seorang adik,
Baca selengkapnya

Bab. 13. Beni Tidak Bersalah?

Jimmy terkekeh mendengar kalimat yang keluar dari bibir tipis Beni.“Seperti biasa, pembual ulung,” cetus Jimmy menatap Beni dengan senyuman aneh.Karena Jimmy tidak pernah tersenyum, jadi, ketika Jimmy mengeluarkan senyuman di wajahnya yang kaku, terlihat begitu aneh dan menyeramkan bagiku.“Siapa yang kamu sebut dengan pembual?” sahut Beni.Beni tersenyum manis menatap Jimmy, namun kedua tangannya mengepal kuat.“Kamu adalah seorang pembual,” tandas Jimmy memperjelas.“Aku bukan seorang pembual. Aku seorang pria manis dan penuh cinta,” sangkal Beni.Suasana di meja makan kembali memanas. Aku tidak mengerti, mungkin Jimmy sengaja, atau memang seperti ini cara Jimmy meluapkan kekesalan di hatinya akibat Beni yang sesuka hati mengubah peraturan.“Kak Jimmy, kita lagi makan loh. Kenapa sih, Kak Jimmy bikin suasana jadi enggak enak?!”Melisa yang merasa kesal sejak awal itu pun akhi
Baca selengkapnya

Bab. 14. Beni Memberi Izin

“Aku tidak mengizinkanmu bekerja, apalagi bekerja menjadi bawahan Jimmy di kantor,” tegas Beni.Aku sudah menduga jika Beni tak kan membiarkanku menyentuh perusahaan. Dia ingin aku menjadi istri bodoh yang senang berbelanja barang mewah.“Tapi kan, Sayang. Aku ingin merasakan bagaimana dunia kerja. Banyak temanku yang ikut orang tua mereka bekerja mengurus perusahaan. Mereka selalu pamer gaji dari bekerja. Aku juga ingin seperti mereka,” mohonku.“Aku tidak bisa membiarkanmu melakukan hal melelahkan, Sayang,” tutur Beni.Ternyata membujuk Beni jauh lebih susah ketimbang Jimmy. Aku harus memutar otak. Memikirkan cara lain yang lebih ampuh.“Sayang, kamu tidak perlu bersusah payah untuk mendapatkan uang. Aku selalu memberimu lebih dari cukup,” tandas Beni.“Aku tahu, kamu tidak pernah membuatku kekurangan. Tapi aku sangat ingin belajar mengurus perusahaan,” kekehku.Beni memutar bola matanya. “Kenapa harus be
Baca selengkapnya

Bab. 15. Sisca, Teman Kerja Menyebalkan

“Aku enggak salah dengar kan, Sayang?” tanyaku memastikan.Beni menganggukkan kepalanya pelan. “Kamu tidak salah dengar. Aku memperbolehkanmu bekerja bersama Jimmy. Tapi ada catatan yang harus kamu ingat,” ujar Beni.“Catatan apa?” Aku penasaran.Beni tersenyum lembut kemudian menjawab, “Bagaimana pun juga, aku ingin kamu hamil, dan memberiku pewaris. Jadi, kamu tidak boleh kelelahan.”Aku tertawa dalam hati. Sejak kapan Beni menginginkan keturunan dariku? Aku ingat persis bagaimana Beni membuatku keguguran beberapa kali.“Aku juga mengerti kodratku sebagai seorang wanita. Aku akan memberimu pewaris yang menggemaskan, dan tampan. Kamu pasti akan menyukainya. Sembari menunggu aku hamil, aku akan bekerja dan belajar. Supaya, di masa depan aku bisa membantumu jika kamu sedang dalam kesulitan,” tuturku.“Kamu wanita hebat, Sayang,” puji Beni. “Dan satu lagi yang harus kamu ingat, kamu jangan terlalu dekat dengan Jim
Baca selengkapnya

Bab. 16. Tuan Han, Bawahan Beni

Hari pertama masuk kerja sudah diancam oleh pegawai lama. Jadi begini rasanya. Baiklah, aku akan menikmatinya dengan senang hati.“Barusan kamu ngomong sama aku ya?” tanyaku sengaja ingin membuat Sisca kesal.“Kamu orang baru di sini! Jangan macam-macam sama aku! Aku enggak peduli dengan hubunganmu bersama Bos Jimmy. Yang jelas, di sini kamu haru mematuhiku,” tandas Sisca.“Kalau aku macam-macam, kamu mau apa?” tantangku.“Kamu ini! Kalau kamu berani sama aku, aku bakal bikin hidupmu menderita selama kamu bekerja di sini,” ancam Sisca jengkel.Aku menatap Sisca sembari sesekali mengedipkan mata.“Aku tidak takut,” kataku santai.Aku kembali fokus ke layar laptopku.“Okay! Kamu tidak takut! Lihat saja! Asal kamu tahu ya! Ayahku adalah kaki tangan Tuan Beni! Kamu tahu Tuan Beni kan?” ujar Sisca menyombongkan diri.“Aku tidak tahu dan tidak mengenal siapa itu Beni,” jawabku.“P
Baca selengkapnya

Bab. 17. Tugas Untuk Nunu

Tak hanya Tuan Han yang terkejut mendengar pertanyaan Jimmy, aku pun ikut terkejut.Jimmy main tuduh tanpa melakukan riset terlebih dahulu. Atau kah? Jimmy sudah menemukan bukti baru.“Apa maksudmu? Mana mungkin aku membunuh Tuan Louzi, orang yang sudah aku anggap sebagai temanku,” sangkal Tuan Han. “Lagi pula Tuan Louzi sudah menyelamatkan hidupku, mana mungkin aku melukainya,” jelas Tuan Han panik.Jimmy tersenyum miring. “Responsmu terlalu berlebihan. Aku belum melanjutkan kalimatku,” ujar Jimmy. “Maksudku adalah, mengapa kamu melupakan ayahku? Bukankah seseorang dinyatakan mati ketika orang tersebut dilupakan?” papar Jimmy sedikit meluruskan.Tuan Han tertawa canggung. Dia menggaruk tengkuk lehernya sendiri guna menutupi kepanikan atas tuduhan Jimmy.“Apa pun itu, pokoknya aku tidak membunuh ayahmu,” sahut Tuan Han memperjelas.“Kamu berusaha melupakan ayahku. Contoh kecilnya saja, kamu sudah jarang berkunjung ke
Baca selengkapnya

Bab. 18. Malam Mencari Bukti

Aku terkejut melihat rambut Melisa berantakan, seperti habis bangun tidur.“Kakak? Hallo! kenapa diam saja? Aku haus nih, minggir dong,” kata Melisa sedikit menggeser tubuhku.“Eh? Kamu tidak keluar malam ini?” tanyaku bingung.“Keluar ke mana?” tanya Melisa berjalan menjauhiku.Aku mengikuti ke mana kaki Melisa melangkah. Melisa membawaku ke dapur bersih mansion. Melisa mengambil satu botol air mineral.“Jengkel banget! Ke mana sih perginya para pelayan di rumah ini! Dari tadi aku hubungi lewat telefon enggak ada yang angkat. Masak iya, jam segini sudah pada tidur. Parah banget!” Melisa menggerutu.Aku ikut duduk di meja makan setelah Melisa duduk duluan.“Kamu baru bangun tidur atau bagaimana? Kok kamu berantakan begitu? Kamu juga mengenakan pakaian tidur lucu, tidak seperti biasanya,” tanyaku heran.“Kak Elina pasti enggak bakal sanggup kalau jadi aku. Kak Jimmy mengajakku bermain catur selama
Baca selengkapnya

Bab. 19. Hubungan Adik Dan Kakak

Aku adalah wanita paling sial di dunia ini karena menikahi pria yang tak mencintaiku. Aku hanya bisa menahan sakit di sekujur tubuhku ketika Beni melampiaskan amarahnya kepadaku.Aku tidak salah apa pun. Yang bermain catur bersama Jimmy, dan membuat Beni terbakar api cemburu adalah Melisa. Bisa-bisanya Beni memarahiku, seakan aku Melisa.Aku mengepalkan kedua tanganku setelah dirasa Beni sudah tidak memukulku lagi. Aku mendengar suara pintu kamarku terbuka. Mungkin Beni keluar. Entahlah, aku tidak peduli. Aku terlalu hanyut dalam kebencianku terhadap Beni. ***“Melisa, kapan kamu kembali dan tinggal bersama ibumu?” tanyaku.Kebetulan kita sedang makan malam bersama. Jadi, aku ingin menanyakan hal tersebut, sekalian ingin mengusir Melisa dari sini.“Ibumu belum pulang kah?”“Kak Elina kebiasaan! Ibuku juga ibumu, Kak!” protes Melisa.Aku memutar kedua bola mataku malas. Mana mungkin a
Baca selengkapnya

Bab. 20. Hubungan Sisca Dan Tuan Han

Jimmy langsung diam. Dia tidak bisa menyangkal jika Beni sudah menyinggung mengenai kepala keluarga.“Apabila kepala keluarga telah memutuskan, semua anggota keluarga harus nurut,” kataku mengejek Jimmy.“Kamu dengar itu, Jimmy?”Jimmy tak menjawab Beni, dia bertingkah seakan Beni tidak ada.Kami pun melanjutkan makan malam kami dengan keheningan.***“Heh anak baru! Ketik ulang semua laporan keuangan bulan ini! Pokoknya aku enggak mau tahu! Nanti sore harus sudah selesai! Kalau belum selesai, kamu dilarang pulang!” pekik Sisca.Dengan tidak sopan Sisca melempar berkas berwarna ungu tepat di atas meja kerjaku. Aku yang sedari tadi sibuk membaca isi email dari Jimmy pun terkejut.Aku menoleh ke arah Sisca yang memandangku rendah.“Mengetik ulang laporan keuangan bukan tugasku! Melainkan tugasmu kan? Kenapa kamu menyuruhku melakukan sesuatu di luar kapasitasku?” protesku.Aku
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status