“Bu!”“Hah?! Apa?!” Suwarni, yang tengah menonton sinetron kesukaannya, tersentak kaget karena panggilan Feny. Dia langsung melihat ke arah Ghani, yang bermain mobil-mobilan.Keningnya mengernyit. ‘Cucuku baik-baik aja. Terus kenapa Feny pakai teriak gitu, sih?’Dia pun menoleh ke samping, pada anak perempuannya yang duduk tepat di sisinya. Ditepuknya kuat paha Feny, hingga mengaduh kesakitan.“Ada apa, sih?! Kenapa teriak-teriak?! Mau copot ini jantung Ibu.”Feny mengusap-usap pahanya yang perih sambil manyun. “Bu, kita balik ke Palembang aja, yuk.”“Udah gila kamu, ya!”Gantian, kali ini Feny yang terdiam sambil menutup mata. Sergahan Suwarni barusan bagaikan hembusan angin kencang menerjang langsung ke arah mukanya.“Kamu tahu, kan kalau di sana itu juga banyak keluarga ibumu ini, Fen! Mereka dulu ngga setuju Ibu nikah sama Bapak. Kalau tahu nasib Ibu ditinggal pergi Bapakmu gini, wah, mereka tepuk tangan pasti, tuh.”Feny menghela napas. “Iya. Aku paham, Bu. Tapi, kayaknya kita ng
Read more