Semua Bab Mantan Istri Jadi Adik Ipar: Bab 51 - Bab 60

83 Bab

#Bab 51. Istri Simpanan

“Nat! Nat!” Bibir mungil yang seolah diapit pipi gembul itu terus mengulangi kata yang sama. Intinya, Ghani sudah rindu dengan donat yang paling lama sebulan sekali disantapnya itu. Tapi, ini hampir dua bulan belum juga mulutnya mencicipi. Dan, hebatnya, Ghani bisa membedakan donat yang dari toko roti langganan dengan yang dibeli di dekat rumah. Rasa coklatnya terasa berbeda di lidahnya.Karena itu Suwarni terpaksa mengikuti kemauan cucunya, padahal dia sudah menghindari tempat itu sebisa mungkin. Ya, ada perasaan bersalah bersangkar di benaknya ketika mengetahui bahwa anak dari sahabatnya adalah istri dari ayah cucunya. Dia merasa sudah menyakiti perasaan Lis secara tidak langsung. Padahal, Lis belum tahu sama sekali.“Kamu tunggu di sini,” perintah Suwarni ketika langkah mereka tinggal sedikit lagi sampai di depan pintu toko roti.Untungnya, Feny cukup sigap. Dia berhenti sebelum tubuhnya menabrak sosok ibu kandungnya yang menghentikan langkah tiba-tiba itu. Hampir saja dia tersesak
Baca selengkapnya

#Bab 52. Muui

Helaian poni Feny bergoyang syahdu saat ditiup angin lembut. Feny berdiri di trotoar sambil menghadap Muui—toko roti yang sangat ramai itu. Jemari kian kuat memegangi amplop coklat. Tekad Feny sudah bulat untuk melamar pekerjaan di sini, walaupun tidak tahu pasti kalau dirinya bisa bekerja dengan baik.Langkahnya mantap memasuki gedung yang sebagian besar terbuat dari dinding kaca itu. Namun, kakinya berhenti tepat di depan pintu setelah melangkahkan kaki ke dalam. Dari luar, suasana di dalam seperti tidak ada suara, hanya orang yang berlalu lalang. Tapi, ketika sudah ada di dalam sini, ternyata lumayan riuh juga. Ini masih jam sepuluh, begitulah yang terlihat di jam digital di belakang kasir, cukup besar sampai terlihat dari sini. Feny sengaja datang jam segini karena mengira toko roti ini masih sepi. Ternyata, dia salah besar. Sudah sangat ramai sekali, terlebih lagi sudah ada satu bus yang parkir. Tandanya seisi bus itu turun dan masuk ke sini.“Kamu mau melamar kerja?” Seorang wa
Baca selengkapnya

#Bab 53. Sebuah Peluru

Hari ini Aurel tidak bisa berhenti tersenyum. Hatinya senang sekali karena Fathan menyempatkan diri mengantarkannya pergi bekerja. Sejak tiga hari yang lalu, suaminya itu memilih bekerja di rumah saja. Makanya, Aurel juga tidak pergi ke Muui dan memutuskan untuk menemani suaminya di rumah.“Ada apa? Kok ngeliatin aku terus?” tanya Fathan. Sambil menyetir, sesekali dia menoleh ke samping. Dia bisa merasakan tatapan yang tertuju dari tempat Aurel berada itu.“Terima kasih karena kamu mau nganterin aku kerja.”“Lah, aku kan suami kamu. Sudah seharusnya nganterin kamu kerja.”“Tapi, selama ini ngga pernah.”“O, ya?!” Bola mata Fathan bergerak ke atas kiri. Dia mencoba mengingat kenangan saat mengantar Aurel bekerja, namun tidak ditemukannya. “Tapi, aku sering kan jemput kamu,” sambungnya agak ngeles kalau punya effort juga sebagai seorang suami.“Iya, sih. Yang pasti aku seneng kalau kita punya banyak waktu bersama gini.”Mobil Fathan berhenti di parkiran paling depan, menghadap ke arah b
Baca selengkapnya

#Bab 54. Love Language

Manik mata Aurel terus mengikuti pergerakan sosok Zaky hingga berada di dekat mobilnya. Ketika dirasa Zaky tidak akan mengancam keharmonisan di tokonya lagi, barulah Aurel mengalihkan pandangannya.Amarahnya juga sudah perlahan memudar. Napasnya sudah mulai teratur. Dadanya juga tidak sesesak tadi.Suasana di dalam toko roti sudah mulai kondusif kembali. Customer kembali mencari roti pilihan mereka.Aurel pun berjalan cepat menuju pintu karyawan. Lita dan Feny, yang berdiri di dekat sana langsung mengikuti langkahnya.Saat berada di belakang Aurel, barulah Feny memberanikan diri mengangkat wajahnya. Dipandanginya punggung wanita yang tidak lebih tinggi darinya itu.“Itu siapa, Bu?” Feny memberanikan dirinya bertanya setelah Zaky pergi dan jauh dari tempat permasalahan tadi.“Itu owner Muui. Kamu ngga tahu siapa owner-nya?”Feny menggeleng. Malah, dia mengira kalau Lita-lah pemiliknya. Dia pun menatapi sosok Aurel.Bahkan jika dilihat dari punggungnya saja, sosok Aurel terlihat begitu
Baca selengkapnya

#Bab 55. Sepandai-pandainya Tupai Melompat

Sudah hampir satu bulan Feny menghabiskan hari-harinya di Muui sebagai staff front office. Yah, meskipun jarang berada di bagian kasir, tapi dia yang menyambut customer juga melayani mereka.Bertemu Fathan? Oh, sudah bukan masalah besar lagi bagi Feny. Dia sudah hapal setiap kali lelaki itu akan tiba di Muui. Feny langsung melipir ke ruangan dalam melalui pintu staff only itu. Semulus mungkin gerakannya menuju ke pintu itu, dijamin tidak akan ada yang menyadari perubahan sikapnya itu. Terbukti, sampai saat ini Fathan belum memergoki keberadaannya.Namun, siang ini tanpa Feny pernah pikirkan sebelumnya, ada tamu yang lebih mengejutkan. Mungkin karena yang ada di otaknya hanyalah cara untuk menghindari Fathan makanya orang yang baru saja membuka pintu itu bisa ada di sini. Dia tidak sempat mengatur strategi supaya mereka tidak bertemu.“Ma-ma. Ma-ma.” Suara itu terbata memanggil orang yang melahirkannya. Cukup nyaring, bahkan beberapa pelanggan menoleh dan merasa gemas ketika tahu siapa
Baca selengkapnya

#Bab 56. Bergantung Padamu

Feny menatap jam di dinding, entah untuk yang keberapa kalinya saking seringnya. Lalu, pada sosok Aurel yang tengah berbincang dengan Lita di sudut kiri ruangan sambil melihat ke arah luar dinding kaca.Feny tahu apa yang mereka bicarakan. Dia sempat mendengar sekilas sebelum Aurel dan Lita menuju ke tempat berdiri sekarang ini. Mereka tengah menimbang apakah harus membuat cafe kecil di luar karena seringkali ada yang hanya mengantar dan segan untuk masuk. Paling tidak rencananya mau menjual minuman di luar sana.Entah kapan pembicaraan mereka usai karena sebentar lagi jam enam sore dan seharusnya itu adalah waktunya Fathan berada di sini.Sementara itu, Feny sendiri terjebak membantu Susi—Sang Kasir Cekatan— mengemas belanjaan customer.‘Duh, lama banget ini customernya kelar belanja. Gimana kalau Fathan datang?’ rutuk Feny agak kesal pada seorang ibu, yang anaknya bolak-balik mengambil kue.Benar saja, sedetik kemudian pintu terbuka.‘Fathan!’ teriak benak Feny memperingatkan.Fatha
Baca selengkapnya

#Bab 57. Kesalahan Fatal

Terlintas bayangan wajah Aurel saat Fathan memejamkan matanya. Akan tetapi, kehangatan terlanjur menjalar di dada hingga menimbulkan desiran kuat.Fathan malah kian menjadi, apalagi ketika Feny juga perlahan membuka mulutnya, lantas mengikuti. Jemarinya mencengkeram rahang wanita itu seolah tidak mau melepaskannya.Bagi Feny, bukan hanya wajah Aurel saja yang terlintas, tapi juga Ghani. Air matanya menetes tapi tetap ingin melanjutkan kesalahan ini. Ya, dia tahu kalau ini tindakan yang sangat berisiko. Namun, dia juga enggan melepaskan keterikatan ini.Bunyi klakson mobil yang kebetulan lewat mengagetkan keduanya, lantas sama-sama melepaskan diri meskipun tidak terlalu jauh.Menyadari ada yang mengalir di pipi wanita hadapannya itu, Fathan pun mengusapnya lembut. “Aku tidak akan meninggalkanmu, juga Ghani.”Feny tidak menjawab, entah sebuah anggukan atau isyarat apapun kalau mengiyakan janji Fathan itu. Dia mengalihkan pandangannya ke arah jendela sambil menggigit bibir bawahnya. Sek
Baca selengkapnya

#Bab 58. Sudahlah, Jujur Saja

Suara masjid di ujung komplek masih terdengar cukup jelas. Baru saja Imam selesai membacakan Surah Al-Fatihah di rakaat kedua, namun Aurel malah melipat mukena di rumah. Dia baru saja usai melaksanakan Sholat Isya. Tadi, begitu adzan selesai berkumandang, Aurel sudah siap hendak menunaikan kewajibannya sebagai umat Islam itu.Ponsel di atas nakas, yang masih tersambung dengan kabel charger tiba-tiba berdering sekaligus bergetar.Tanpa ada pikiran jelek atau apapun, Aurel berjalan mendekat setelah meletakkan mukena di dalam closet.Aurel melepas kabel charger, baru meraih ponsel itu, lalu duduk di tepi tempat tidur. “Ibu?” tanyanya bergumam.“Ya, Bu?” Tidak ada alasan bagi Aurel untuk tidak menerima panggilan itu. Semenjak menikah dengan Fathan, Ibu jarang meneleponnya. Paling, Aurel yang menghubungi duluan.“Lia, Ibu sekarang di rumah sakit.”Kening Aurel mengernyit. “Di rumah sakit? Ngapain, Bu?” Seolah lupa ini jam berapa, dia melirik jam digital di layar ponsel. “Malem begini, Bu?”
Baca selengkapnya

#Bab 59. Kenyataan Pahit

Aurel menoleh ke kanan dan kirinya, bahkan ke bagian belakang, tapi sosok yang dicari sudah menghilang. Dia pun bangkit berdiri, lalu mengambil langkah menuju ke luar ruangan dan terus menuju pintu utama IGD.Keningnya mengernyit sebelum akhirnya bisa melihat dengan jelas. Hatinya berdesir sekaligus merasa lega melihat Fathan berada di sana.Aurel pun bergegas menghampirinya.Sementara itu, Fathan dan Rafa masih terlibat dalam adu tatap. Tidak ada yang berniat mengalah.“Ada apa?”Serentak keduanya saling memalingkan tatapan begitu mendengar suara Aurel.Fathan menyambut tangan Aurel, sambil tersenyum tipis. “Ngga, ini, Rafa sudah mau pamit pulang katanya. Ya, kan, Fa?”Adik iparnya itu jelas berbohong, karena tidak ada kata-kata itu yang keluar dari mulut Rafa. Namun, Rafa tahu jawaban yang terbaik. “Iya. Aku tadi cuma mau mengantar Aurel karena ngga ada yang nemeninnya. Kamu masih sibuk banget di kantor, 'kan? Ngga mungkin, 'kan dari tempat lain?”Mata Rafa yang melotot sekilas di
Baca selengkapnya

#Bab 60. Tak Seperti Yang Terlihat

Mobil ambulans berhenti tepat di depan pagar rumah. Sudah banyak sekali tetangga maupun kerabat yang berkumpul. Bapak-Bapak di bagian luar, sedangkan Ibu-Ibu di bagian belakang. Sukamto memang terkenal sangat ramah di lingkungan komplek ini.Pintu ambulans terbuka dari luar. Oleh Tante Rita, adik kandung Sukamto, yang membantu Aurel turun.“Yang sabar, ya, Sayang,” ucap wanita berpashmina krem itu saat memeluknya singkat, sebelum membantu Lis turun.Aurel sebenarnya enggan melepas pelukan Rita. Wangi yang dipancarkan wanita itu mirip sekali dengan Sukamto.Tapi, Rita malah melepaskan pelukannya dan beralih pada Lis, yang menangis dalam pelukannya.Fathan mengendari mobilnya sendiri. Dia berada tepat di belakang ambulans. Ridho hadir juga di sana, hanya mengenakan kaos hitam, dan menangkap kunci yang dilemparkan oleh bosnya itu.Semalaman dia menemani Aurel dan Lis menjaga Sukamto. Bahkan, dia juga sempat membimbing talqin di telinga kanan Sukamto, sementara Aurel membacakan ayat kursi
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
456789
DMCA.com Protection Status