Home / Pernikahan / SUGAR DADDY TERAKHIRKU / Chapter 151 - Chapter 160

All Chapters of SUGAR DADDY TERAKHIRKU: Chapter 151 - Chapter 160

433 Chapters

Aku Tidak Tahu Siapa Dia

Mae hampir saja berteriak saat merasakan pintu membentur keningnya. Ia ada persis di belakang pintu. Tentu saja dengan reflek panik, Mae mendorong balik saat merasakan pintu itu terbuka. Setelah itu, ia dengan gugup menguncinya. Karena memang tergesa, Mae tidak menguncinya tadi. Ia tadi samar mendengar percakapan lalu sunyi. Mae sedikit tidak waspada setelah itu—merasa keadaan tenang, tapi rupanya tenang sebelum badai. Mae kini menatap dengan horor bagaimana handle bulat pintu kamar mandi itu berputar kasar—dipaksa untuk terbuka. “Kau menyembunyikan apa?” Mae mendengar pertanyaan tegas, dan mendengar jawaban dari suara Ash yang menderita. “Tidak ada.” “Kau pikir aku bodoh? Kau berulang kali melirik ke sini!” Mae mendesah. Ia bisa membayangkan usaha Ash untuk tidak panik, tapi gagal. “Lepaskan! Tidak—” Mae mendengar suara berdebum yang lebih keras—dan tidak tahan lagi. Ia meraih selot dan memutarnya sampai terbuka. Mae tidak mau membuat luka Ash semakin buruk karena terus menye
Read more

Aku Lebih Siap

“Dokter akan memberimu obat tidur yang lebih kuat kalau kau mencoba bicara lagi.” Mae memberi peringatan pertama saat melihat Ash membuka mata. Ini karena ia juga setuju dengan dokter. Ash tersenyum lalu mengangguk. Asalkan hanya Mae—tidak ada makhluk lain yang membuatnya harus melampiaskan emosi—Ash merasa sangat mudah melakukannya. “Perlahan.” Mae melihat air dalam gelas yang ada di tangannya berkurang dengan sangat cepat. Ash menyedot terlalu kuat karena memang tenggorokannya amat kering. Tapi Mae khawatir Ash akan batuk lagi kalau sampai tersedak. “Kau ingin apa?” Mae bertanya karena melihat tangan Ash terangkat dan terulur. Ash menunjuk Mae tentunya. Apalagi yang akan diinginkannya? Mae tersenyum, lalu mendekatkan wajahnya ke tangan Ash. Tangan yang tentu saja langsung mengelus, dengan puas. Menyusuri lekuk dan ceruk yang dirindukannya. Hangat yang memang diinginkannya. “Aku juga merindukanmu.” Mae berbisik sambil memejamkan mata, dan mengecup telapak tangan yang menghampir
Read more

Apa Aku Sudah Cukup Peduli?

“Mungkin tidak akan mengganggu kemampuan bicara, tapi akan memperlambat penyembuhan karena otot yang selalu bergerak.” Dokter yang baru saja memeriksa keadaan Ash menjelaskan Mae tentang apa akibat dari luka yang saat ini diderita oleh Ash. Ma emang tadi bertanya apa yang terjadi kalau Ash selalu memaksakan diri untuk bicara. “Lukanya cukup lebar. Saya harap Anda bisa sedikit lagi menahan diri. Perkembangan penyembuhan yang sudah cukup bagus.” Meski Mae tidak menyebut kalau Ash dengan sengaja bicara, tapi dokter itu tetap menegur. “Seandainya tidak ada keluhan saat menelan, Anda sebenarnya sudah bisa pulang.” Dokter itu memberi gambaran kerugian lebih nyata akibat Ash yang melanggar nasehatnya, Mae sudah tersenyum di belakangnya, sementara Ash mendecak. “Tapi kabar baiknya, saya rasa otot di sekitar leher Anda sudah cukup kuat. Lukanya sudah hampir kering. Asalkan Anda tidak berteriak, membentak ataupun melakukan kegiatan yang berhubungan dengan leher bergerak aktif, sudah tidak
Read more

Aku Menolaknya Lagi

“Mary…” Ash berbisik nyaris seperti memohon. Entah memohon agar Mae berhenti menjadi begitu menggiurkan, atau memohon agar Mae memberikan apa yang saat ini diinginkannya.Mae memilih yang kedua tapi, dengan kembali mengunci bibir Ash, memancing geraman puas yang membawa dekapan erat, tanda akal sehat Ash sudah meninggalkannya.Tapi memang salah—alasan kenapa mereka seharusnya tidak saling menggoda terdengar tidak sampai dua detik kemudian.“Ash? Apa kau didalam?” Pertanyaan, dan ketukan di pintu. Ketukan itu sudah benar, tapi terlalu cepat. Tanpa menunggu jawaban—maupun memberi kesempatan Mae untuk turun dari atas tubuh Ash, pintu itu terbuka.“Oh?” Parker tampak terperanjat melihat pose tidak normal itu.“Aku bilang juga apa. Masih terlalu cepat. Seharusnya besok saja kita berkunjung.” Di sampingnya, tampak Gina yang terkekeh—menikmati rasa malu yang sudah menggantikan nafsu, terutama dari Mae yang tampak beringsut turun dengan wajah amat merah.Ash sudah memejamkan mata—seperti tid
Read more

Aku Ingin Kehidupan yang Ini

“Terima kasih atas semuanya.” Mae bersungguh-sungguh. Tanpa Gina—dan Poppy, mungkin saat ini dirinya tidak mampu berdiri. Ia belum pernah mendapat pertemanan yang setulus itu sebelum ini—tidak punya kesempatan dan tidak ingin mencoba. Hidupnya sudah cukup rumit meski tanpa teman.“Ah, jangan seperti itu. Itu sudah tugasku—well, tidak diwajibkan, tapi aku menjadikannya tugasku.” Gina tersenyum manis sambil menggenggam tangan Mae.“Ini karena aku paham bagaimana rasanya. Poppy juga. Kami mungkin terlihat seperti rombongan berisik yang mencari kesibukan tidak penting, tapi inti berkumpul itu adalah ini. Membantu saat dibutuhkan—terutama dukungan moral.” Mae tersenyum masam, merasa bersalah, karena memang itulah anggapan pertama Mae saat melihat Gina dan yang lain. Rombongan berisik yang mencari kesibukan tidak penting—sekadar agar tidak bosan.“Aku punya nasehat untukmu.” Gina tiba-tiba mengangkat tangan Mae, dan meremasnya. Sangat serius.“Ya?” Mae belum pernah melihatnya seserius itu
Read more

Aku Terpaksa Melakukannya

“Sudah dikirim, jumlahnya kecil seperti yang dikatakannya.” Carol menjawab dalam bisikan. Daisy belum tidur, jadi harus berhati-hati agar tidak terdengar olehnya. “Ck.” Meski hanya dari ujung telepon, rasa kecewa Faraday terdengar amat jelas. “Apa aku harus mengatakan kalau donor itu sudah ada sekarang? Itu uang besar. Operasi—”“Jangan.” Carol tidak setuju. “Begitu operasi itu selesai, kita tidak punya alasan lagi untuk meminta uang. Jumlahnya besar, tapi sudah selesai jadinya.” Carol belum ingin mengakhiri alasan uang untuk dialisis itu. Uang mudah karena alasannya paten. Transplantasi itu jumlah uangnya lebih besar, tapi akan mengakhiri dana dialisis yang rutin. Karena itu mereka menunda-nunda rencana operasi, karena lebih menguntungkan. “Lalu apa? Kau tidak akan bisa membeli apapun dengan jumlah uang itu.” Faraday juga tidak punya ide rupanya. “Ini saatnnya.” Bisikan Carol semakin lirih karena melihat Daisy menggeser kursi rodanya mendekati pintu, mengambil ponselnya yang ada d
Read more

Aku Dilupakan?

“Punggungnya sakit berat katanya. Saraf, dan tidak bisa pulih.” Ash menjelaskan dengan nada tidak percaya. “Berarti sudah cukup mencurigakan? Itu belum semua tapi.” Ian mencondongkan tubuhnya dan berbisik lebih lirih. “Karena curiga itu, Ella mengikutinya sedikit jauh. Kecurigaan yang terbukti, karena sampai di stasiun, ia turun dari taksi dengan langkah normal. Tidak bungkuk, amat tegap, bahkan bisa berlari—meski pelan—mengejar kereta. Ini buktinya.” Ian mengeluarkan ponsel dan menunjukkannya rekaman video pada Ash. Klaim yang disebutkan Ian sangat sulit dipercaya—meski Ash tahu Ian tidak akan berbohong padanya. Tapi bukti yang saat ini terlihat di ponsel Ian tidak bisa terbantah lagi. Wanita yang tengah berlari kecil di peron itu adalah Mama Carol. Ella berada dalam jarak cukup jauh, tapi kualitas kameranya bagus jadi wajahnya terlihat amat jelas. Gerakan lincahnya juga terlihat saat Mama Carol melompat masuk ke dalam kereta dengan terburu-buru. Hanya menyisakan dua detik sebel
Read more

Aku Bingung

“Apa kau akan mencucinya? Tidak perlu.” Mae melarang Ash yang tampak menyingsingkan lengan baju dan mendekati wastafel.“Kenapa tidak?” Ash menghidupkan kran sambil mengernyit.“Kau sakit, Ash. Seharusnya kau istirahat!” Mae melemparkan tisu kotor yang baru saja dipakainya mengelap pantry ke dalam bak sampah. Membanting lebih tepatnya, karena kesal.“Aku hanya akan membuang sisa makanan dan memindahkannya ke sana. Bukan kerja keras.” Ash menunjuk mesin pencuci piring yang ada di dekat kakinya. Apartemen itu lebih modern, kelengkapannya juga mengikuti tentu.“Tahu begitu aku menyuruh Ian membersihkan sisa makanannya sendiri.” Mae mendecak melihat Ash tetap menjalankan niatnya. Ian sudah pergi tentu. Tidak mungkin tahan berlama-lama karena terlalu muak.“Ini ringan, Mary. Tidak perlu berlebihan. Aku juga perlu bergerak agar lebih cepat pulih.” Ash tersenyum saat melihat bibir Mae sudah cemberut.“Dan ini tidak banyak. Aku akan beristirahat setelah ini.” Ash membujuk lagi.Memang hanya a
Read more

Aku Sering Membayangkanmu

Ash merasa seperti mengajarkan satu tambah satu sama dengan dua, tapi memang begini sejak awal. Apa yang menurut orang lain wajar, adalah hal baru untuk Mae. Tidak bisa diburu. Seperti saat harus mengajarkan kalau dirinya boleh lelah, memberi tahu tentang ketulusan, Ash saat ini harus membiasakan Mae menerima nafsu yang memang akan selalu ada dalam tubuhnya. “Tapi—apa sesering ini? Maksudku—Aku selalu membayangkan…” Mae mendesah. Mendadak semakin malu. Padahal ia dulu dengan mudah menggoda Ash, dan mengatakan hal apapun tanpa saringan, tapi kini malah sulit sekali. “Itu berarti aku ‘kotor’ bukan? Selalu memikirkan ‘itu’. Bahkan saat memandang tanganmu,” bisik Mae sambil menunduk. Ada jeda sekitar dua detik, karena Ash perlu menerjemahkan lagi. “Mary, kalau memikirkannya saja membuatmu merasa kotor, maka aku adalah babi yang bermandi lumpur—lebih dari sekadar kotor,” kata Ash. Mae langsung mendongak dengan mata menyipit, tidak menyangka Ash akan menyebut dirinya sendiri babi. “
Read more

Aku Terlalu Menikmatinya

Seharusnya tidak baru. Ciuman, usapan, belaian, sentuhan—Mae sudah pernah melakukannya. Tidak ada yang mengejutkan seharusnya. Tapi Mae terlalu meremehkan. Ia tahu apa yang akan terjadi, tapi masih bisa terkejut dan tersentak hampir setiap detik. Semuanya tidak sama—bahkan lebih dari apa yang dilakukan Ash sebelumnya. Ash yang ini tidak tergesa, tidak terburu nafsu. Ia mengangkat tubuh Mae dengan halus, membaringkannya di atas ranjang tanpa guncangan. Setiap sentuhannya lembut, Mae sampai tidak menyadari kapan Ash membuka pakaiannya. Tiba-tiba saja seluruh kulitnya meremang karena bersinggungan langsung dengan udara. “Mary…” Bisikan memuja yang membuat Mae seperti terbenam dalam kepompong wol hangat, tapi dingin lidah Ash yang mengusap leher dan telinganya malah menghadirkan kontras yang membuat Mae merintih. Tubuhnya tidak terbiasa oleh nafsu, maka tidak terbiasa juga menerima kenikmatan melimpah yang terus dicurahkan oleh Ash. Tapi meski seperti itu, Ash masih bisa membelain
Read more
PREV
1
...
1415161718
...
44
DMCA.com Protection Status