Ash merasa seperti mengajarkan satu tambah satu sama dengan dua, tapi memang begini sejak awal. Apa yang menurut orang lain wajar, adalah hal baru untuk Mae. Tidak bisa diburu. Seperti saat harus mengajarkan kalau dirinya boleh lelah, memberi tahu tentang ketulusan, Ash saat ini harus membiasakan Mae menerima nafsu yang memang akan selalu ada dalam tubuhnya. “Tapi—apa sesering ini? Maksudku—Aku selalu membayangkan…” Mae mendesah. Mendadak semakin malu. Padahal ia dulu dengan mudah menggoda Ash, dan mengatakan hal apapun tanpa saringan, tapi kini malah sulit sekali. “Itu berarti aku ‘kotor’ bukan? Selalu memikirkan ‘itu’. Bahkan saat memandang tanganmu,” bisik Mae sambil menunduk. Ada jeda sekitar dua detik, karena Ash perlu menerjemahkan lagi. “Mary, kalau memikirkannya saja membuatmu merasa kotor, maka aku adalah babi yang bermandi lumpur—lebih dari sekadar kotor,” kata Ash. Mae langsung mendongak dengan mata menyipit, tidak menyangka Ash akan menyebut dirinya sendiri babi. “
Read more