All Chapters of Karena Mertua Serakah, Suamiku Diam-diam Menikah: Chapter 31 - Chapter 40

51 Chapters

31. Mencari Pinjaman

"Apa, Zal? Operasi? Uang dari mana? Eh, tapi Novi ada BPJS loh. Pasti ditanggung rumah sakit semua," kata mamaku sembari aku mengganti pakaiannya yang basah kena ompol. Untunglah mama tidak jadi buang air karena sembelit. "Ma, gak di-cover semua sama BPJS, Ma, tetap kudu pegang uang tiga puluh sampai empat puluh juta. Ma ..." Aku duduk di samping mama. "Kenapa? Jangan bilang kamu mau gadai surat rumah ini. Iya kalau kamu bisa ganti, kalau tidak, kita mau tinggal di mana? Nggak, surat rumah harus tetap disimpan." Mama terang menolak. Aku pun sebenarnya tidak mau punya niat seperti itu, tetapi aku tidak tahu mau pinjam ke mana lagi. Jika saja aku masih kerja, aku mungkin masih bisa pinjam ke koperasi karyawan pabrik, tetapi sekarang sudah tidak bisa lagi."Coba pinjam sama teman kamu. Jaminannya motor kamu itu. Beli motor mahal banget sampai puluhan juta. Kamu itu mubazir!" "Ma, motornya dirampok." Mama mendelik terkejut dengan mulut setengah terbuka."A-apa maksud kamu, Zal? Motor k
Read more

32. Permintaan Oma Anggit

PoV Neneng"Ada apa, Mbak? Siapa yang menelepon?" tanya Kang Jaya yang baru saja masuk ke dalam mobil. Kami berhenti sebentar di pom bensin karena ia kebelet buang air kecil."Tebak siapa?" tanyaku balik. Tentu saja Kang Jaya mengangkat bahunya tidak tahu. Ponsel miliknya aku kembalikan, lalu ia mengecek kontak yang meneleponnya."Bang Rizal menelepon? Mau apa? Apa mau bayar utang biar Mbak Neneng bisa ikut sama dia?" tanya Kang Jaya curiga. Tentu saja aku terbahak mendengar komentar Kang Jaya. "Mending amat bayar utang, Bang Rizal mau utang lagi, Kang. Kalau dari suaranya, dia beneran butuh. Oh iya, istri muda yang tua itu hilang. Terus ditemukan di hutan, hampir dimakan singa. Kalau kata saya, Bang Rizal butuh biaya untuk itu," terangku panjang lebar pada Kang Jaya."Waduh, emang singa doyan daging alot?" katanya lagi padaku."Mana saya tahu, orang saya gak pernah masakin buat singa, ha ha ha ..." Kami berdua pun tertawa geli. Seumur-umur nyicil di daster di Kang Jaya, baru kali in
Read more

33. Di rumah Sakit

"Pak Ari salah paham, Pak. Ini kejadiannya tidak seperti yang Bapak lihat. Ini Kang Jaya lagi sakit dan ...""Memangnya kamu siapanya sampai begitu peduli pada Jaya? Kalian bukan suami istri dan kamu, Neng, bukankah di KTP kamu statusnya menikah. Berarti kamu dan Jaya di sini melakukan hal terlarang. Saya akan panggil Pak RT!" Aku mendesah sebal. Selalu saja Pak Ari sering salah sangka padanya. Pria setengah baya itu sudah berlari keluar untuk memanggil Pak RT. Aku menatap Kang Jaya yang masih menggigil di atas ranjang. Segera kuambil selimut, lalu menyelimutinya. "Kalau bayar suster dari rumah sakit, pasti bayarannya mahal," ledekku agar suasana diantara kami tidak canggung."Hmm ... bilang aja minta dibayar," komentar Kang Jaya dengan mata terpejam. Ia santai sekali dengan ancaman yang dilontarkan Pak Arif padanya. Pemuda itu tetap memejamkan mata, seolah-olah tidak terjadi apa-apa barusan."Kang, gimana kalau Pak RT kemari dan menikahkan kita? Seperti cerita-cerita di novel itu,"
Read more

34. Kabar Baru dari Rizal

"Maaf, ya ampun, saya mencari Pak Rizal dan adik ini. Mohon maaf, ini sepertinya janin Bu Novi harus diangkat," seorang dokter dan perawat, tiba-tiba saja menyela percakapan antara Dio dan Bang Rizal. Aku dan Kang Jaya pun ikut terkejut juga. Apalagi kabar yang dibawa oleh beliau bagaikan hujan uang di depanku. "Ya Allah, bayi saya, Dok?" tanya Rizal tidak percaya. Hati ini bagaikan dicubit saat melihat ekspresi kecewa, sedih, yang diperlihatkan oleh Rizal. Mengapa ia bisa begitu peduli pada bayi Mbak Novi, sedangkan saat bayiku ....""Mbak, ayo, pergi! Nama saya muncul di layar!" Kang Jaya langsung menarikku untuk segera pergi dari Rizal. Padahal aku ingin mendengar kabar gembira itu lebih lanjut. "Yang namanya bayi tetap tidak berdosa, Mbak. Yang salah itu orang tua. Sudah dengar tadi istri tua Bang Rizal harus diangkat janinnya. Berarti sudah satu sama mereka berdua mendapatkan karmanya. Kita tidak boleh dendam. Cukup balas dengan cantik." Kang Jaya mengedipkan matanya, tepat di
Read more

35. Sahur dengan Berondong

Kring! KringAku tersentak saat ponselku tiba-tiba berdering. Lekas aku bangun untuk melihat siapa yang menelepon. Merasa tidak mengenal nomor baru tersebut, aku pun mengabaikan dan melanjutkan kembali melipat daster yang baru saja di acak-acak tetangga. Beli nggak, malah dicobain semua, plus pake foto Selfi. Biar apa coba? Biar kelihatan keren, seolah-olah beli daster banyak? Aku terus saja menggerutu kesal sambil melipat pakaian itu, kemudian menyusunnya kembali ke dalam rak."Mbak, kamu gak belanja? Besok kita sahur loh," ujar Kang Jaya yang sudah berdiri di depanku dengan wajah yang masih tidak sehat. Tiga hari sudah berlalu dan dia masih juga nampak lemah."Pengen sih, nanti sore aja beli minimarket Frozen, Kang. Ayam, daging, bumbu pun ada. Kakang mau saya masakin apa?" tanyaku sambil tersenyum."Semur daging dan tahu goreng untuk sahur. Mbak bisa bikinnya?""Bisa dong, nanti saya buatkan ya. Setelah ini selesai, saya pergi belanja. Obat Kang Jaya sudah diminum?" pemuda itu meng
Read more

36. Istri Tua Menjenguk Istri Muda yang Sudah Tua

Gara-gara pernyataan sekaligus pertanyaan Kang Jaya kemarin, sudah dua malam ini aku tidak bisa tidur. Jangankan tidur, lagi beres-beres daster aja aku kepikiran ucapan Kang Jaya. Pemuda itu tulus, tapi bukannya ia punya penyakit, bagaimana kalau aku gak bisa membuatnya sembuh? Atau malah bikin dia jadi kembali lagi ke jalan yang bengkok?TingtongBel ruang sidang berbunyi. Kepala ini sedikit mendongak untuk melihat nomor antrean perkara yang sudah bisa masuk ke dalam ruangan. Aku pun berdiri dan dengan percaya diri, serta penuh keyakinan, masuk ke dalam ruang sidang."Dengan Mbak Neneng? Apa Mbak Neneng sendiri?" tanya petugas panitera yang duduk di sebelah hakim."Iya, Yang Mulia. Saya sendiri. Semoga tergugat gak perlu datang, agar bisa lancar urusan perceraian ini dengan cepat, Yang Mulia," jawabku dengan santun dan penuh hormat. Semalam aku sudah diajarkan oleh Kang Jaya, bahwa saat bicara di depan hakim dan pejabat ruang sidang lainnya, aku harus berkata-kata dengan lugas, tanpa
Read more

37. Ngabuburit di Mall

POV JayaHari ini aku kembali berkeliling menjajakan daster, karena ini adalah puasa pertama, rasa hausnya beda. Lelahnya juga sangat terasa. Apa mungkin karena aku baru saja sembuh? Tubuh rasanya loyo dan tidak bertenaga. Untuk apa semua yang aku lakukan ini? Padahal ada banyak warisan yang menunggu untuk aku sentuh. Apa nungkin agar aku bisa segera melupakan Ken? Tiba-tiba saja wajah tampan Ken berubah menjadi wajah Mbak Neneng. Istri orang yang punya masalah gak kelar-kelar. Satu hal yang aku heran, kenapa hati dan tangan ini begitu ringan membantunya disaat ia sedang kesulitan? Tidak mungkin aku naksir kan? Aku menoleh ke belakang untuk melihat jam dinding yang ada di mushola tempat aku solat Zuhur, sekaligus beristirahat. Sudah jam dua siang dan rasanya kaki ini sudah tak sanggup untuk berkeliling lagi. Mengingat Mbak Neneng yang hari ini menjalani sidang pertama, sebaiknya aku telepon saja. "Halo, Mbak Neneng di mana?""Halo, Sayang." Aku mendelik kaget mendengar kata sayan
Read more

38. Suami Muka Tembok

"Halo, Jaya, saya mau minta tolong, bisa pinjamkan saya uang lima belas juta untuk membawa istri saya keluar dari rumah sakit?""Istrinya yang mana, Pak?""Istri muda saya.""Oh, yang istri muda tapi udah ubanan? Mohon maaf Pak Rizal, saya bukan mesin pencetak uang yang uangnya selalu ada terus setiap hari. Lagian, saya gak bisa bantu orang yang udah zolim sama istri. Saya gak bisa bantu. Uang saya udah buat Mbak Neneng seorang."Dengan gemas, Neneng mencubit pinggangku karena saat ini kami tengah membereskan lipatan daster."Jadi kalian berselingkuh? Sepertinya saya harus ke kantor polisi untuk melaporkan perselingkuhan kalian dan sepertinya kalian ini juga kumbul kebo ya? Oke, kita akan berurusan dengan polisi saja.""Ha ha ha ... ke polisi itu kalau cuma modal laporan saja gak akan digubris. Apa Pak Rizal punya uang? Daripada sibuk laporin saya ke polisi, keluarin uang untuk polisi, lebih baik uangnya untuk bawa keluar istri muda yang tua itu, Pak. Khawatir kalau kelamaan di ruang
Read more

39. Pesta Pernikahan

Pov Penulis"Mbak, coba lihat yang saat ini tengah mengangkat piring kotor tamu," bisik Jaya pada Neneng yang tengah menikmati puding. Neneng mengikuti arah pandang Jaya, lalu seketika itu juga mulutnya terbuka dengan mata berbinar tidak percaya. "Bang Rizal," gumam Neneng pelan, lalu menoleh pada Jaya."Iya dan saya rasa, dia gak tahu istri tuanya yang muda ini sangat cantik malam ini." Neneng kembali tersipu malu. Sudah sekian kalinya Jaya memujinya, tidak seperti biasanya. "Mau bikin drama yang bisa bikin dia panas?" tanya Jaya pada Neneng."Drama apa?" tanya Neneng bingung. "Nanti saya beritahu. Ayo, cepat habiskan pudingnya!" Jaya sudah berdiri dengan gagahnya."Kang, gading di meja prasmanan enak banget loh. Saya boleh bawa pulang gak? Di mobil tadi saya bawa wadah makan anti tumpah, he he he ... biar besok sahur, saya gak masak lagi. Tinggal panaskan saja." Pertanyaan Neneng membuat Jaya tertawa pelan"Jangan, nanti pulang dari sini kita mampir ke rumah makan aja. Beli soto
Read more

40. Kejutan

"Gimana, Mas? Dapat gak pinjamannya?" tanya Novi penasaran. Rizal menggelengkan kepala dengan pasrah."Nggak, Haji Yandi lagi gak ada uang. Iya juga sih, kita baru aja gadai surat rumah dua ratus lima puluh. Pasti Pak Haji gak mau nerima lagi. Apalagi besar nominalnya. Coba nanti saya gadai ke teman saya deh. Semoga aja ada rejekinya. Kamu yang sabar di sini dulu ya. Anggap aja istirahat. Kalau kamu udah di rumah, pasti kamu capek banget." Novi mengangguk setuju. "Semoga cepat dapat orang yang mau nerima gadaian rumah mama ya, Mas. Aamiin." "Ya sudah, kamu istirahat gih, saya habis dari luar ini. Mau mandi dulu." Rizal pun berjalan masuk ke kamar mandi. Ia tidak mau menceritakan perihal tadi ia bertemu Neneng yang berubah sangat cantik dan anggun di pesta pernikahan. Jika ia ceritakan, bisa dipastikan istrinya itu akan marah, kesal, dan kembali julid. Selesai mandi, Rizal mendapati istrinya sudah terlelap. Ia pun mengambil ponsel untuk mengirimkan pesan pada beberapa teman yang ia
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status