Semua Bab Istri Penebus Utang Kesayangan Pewaris: Bab 251 - Bab 260

263 Bab

Hilbram Yang Rapuh

 “Aku mengurus banyak hal dengan segera saat balik ke Indonesia agar lekas bisa kembali, aku harap kau bisa mengerti apa yang aku lakukan. Maafkan aku!” Dengan suara bergetar Hilbram menyampaikan ungkapan hatinya pada Elyas dan meminta maaf sekali lagi.Hilbram sadar diri. Dia tidak mengelak jika memang harus disalahkan. Dia meminta maaf pada ayah sang istri karena tidak bisa menjaga putrinya dengan baik.Bukan hanya Ayesha yang saaat ini psikologisnya terganggu. Jika bukan karena dia harus tetap terlihat baik-baik saja untuk semuanya, mental Hilbram jauh lebih hancur.Pria mana yang sanggup mengetahui wanita yang dicintainya harus mengalami hari yang naas ini. Yang harus dilecehkan dengan sepengetahuannya tanpa dirinya bisa melakukan apapun.Kalau dia menangis, maka air matanya yang keluar adalah darah dari luka batin yang entah apa bisa disembuhkan begitu saja.“Aku harus bagaimana?” ucapnya bergetar menahan p
Baca selengkapnya

Surat Dari Pengadilan

Suara burung berkicau saling bersahutan di antara gemericik air sungai yang mengalirkan kejernihan dan keteduhan. Melenakan wanita itu dalam meditasinya. Sinar mentari pagi yang lembut menyapu wajah cantik itu hingga terlihat laksana emas yang berkilauan.Pengantar surat itu terpana menatap pemandangan itu dari depan pagar kayu, hingga lupa tidak memencet bel karena terpukau dengan apa yang dilihatnya.“Mau apa?” suara itu membuat sang pengantar surat terkejut.“Hehe, anu—anu, Pak. Wonten surat saking baai desa kangge bapak Elyas. Leres njih niki Pak Elyas?”  Elyas bukan  orang keturunan jawa asli. Jadi tidak paham dengan bahasa pria itu.“Bisa Bahasa Indonesia?” tanya Elyas pada pria itu. Di atas  saku kemejanya ada name tag dengan tulisan Waluyo.“Oh, bisa, Pak!” sahut pria itu.“Baiklah Pak Waluyo, tolong ulangi kata-kata yang tad
Baca selengkapnya

Ujian Hidup

 “Hati-hati, Sha. Kandunganmu sudah besar. Jangan kelelahan!” pesan Elyas sesampai mengantar Ayesha di tempatnya mengajar. “Baik, Ayah,” tukas Ayesha sambil mencium tangan ayahnya.“Jam 12 Ayah sudah jemput kamu.” Elyas memastikan agar Ayesha merasa nyaman. Hal itulah yang selama ini dilakukannya agar putrinya merasa aman dan tidak kembali dirundung kecemasan yang membuat traumanya muncul kembali.“Iya, Ayah. Terima kasih!” Ayesha mengulas senyum. Dia sudah merasa baik-baik saja sekarang karena ayahnya itu sudah berhasil meyakinkannya untuk bisa menyingkirkan perasaan was-wasnya.   Ayesha reflek mengelus perutnya yang membuncit itu. Sudah tujuh bulan dan dua bulan ke depan dia akan melahirkan.Terkenang kembali bagaimana dulu dia berjuang melahirkan Adam seorang diri tanpa sosok suami. Saat ini, Ayesha juga akan menjalani masa persalinan anak keduanya tanpa suaminya.
Baca selengkapnya

Ingin Bercerai

“Kau bilang sama Ayah kau sudah mengikhlaskan semua yang terjadi. Apa yang masih memberatkanmu?”Elyas mencoba membimbing pemikiran Ayesha agar tidak terlalu menurutkan perasaannya. Dia juga harus memikirkan banyak hal dari sikap yang akan ditimbulkannya.Sebagai orang tua, dia tidak ingin ada penyesalan saat putrinya mengambil keputusan besar dengan hanya berdasarkan emosi sesaat. Ini bukan hanya tentang masa depannya, tapi juga masa depan anak-anak mereka.“Ayah tidak akan menekanmu, Nak. Ayah tidak akan memaksamu untuk mengikuti saran Ayah. Tapi sebagai  orang tua, izinkan Ayah menasehatimu. Sebelum memutuskan perkara besar, bicarakan dulu baik-baik dengan Hilbram. Kalian harus saling memahami apa yang membuat keputusan itu diambil. Agar kalian bisa mengakhiri dan menjalani semua ini dengan baik selanjutnya.”  Sudah sejak sebulan yang lalu ketika Ayesha menyatakan mengikhlaskan  apa yang terjadi padanya, putrinya
Baca selengkapnya

Membagi Tanggung Jawab

“Om Bobby, aku pasrahkan perusahaan di Indonesia saat ini atas nama Farin. Itu haknya sebagai cucu keluarga Al Faruq. Tolong jaga untuk keponakan dan tanteku. Aku yakin, Om bisa melakukannya dengan baik," tutur Hilbram di depan para anak dan menantu keluarganya itu.Saat ini, dia akan melepas seluruh tanggung jawab untuk melindungi mereka dengan memberikan kekuasaan sehingga mereka bisa mengatur dan melindungi diri mereka masing-masing.Hilbram  harus mengambil langkah ini meski akan keluar dari wasiat  kakek neneknya yang menyerahkan sepenuhnya perusahaan Al Faruq atas namanya.  Hilbram tidak ingin lagi mengabaikan keluarga kecilnya hanya untuk memenuhi tanggung jawabnya yang lain.“Tentu, Bram. Aku akan berusaha mengelolanya dengan baik.” Bobby menampakan kesanggupannya menerima tanggung jawab yang besar itu dari Hilbram—yang seharusnya semua ini adalah miliknya.“Terima kasih, Bram!” Hamida ber
Baca selengkapnya

Bawaan Orok

“Anak pintar makan yang banyak, ya!” tutur Ayesha pada Adam agar mau makan dengan lahap.“Ya, Mama...” sahut bocah lucu itu sambil terus mengunyah makanan yang sudah disuapkan ke dalam mulutnya.“Adik makan?” Adam menunjuk-nunjuk perut Ayesha yang membuncit itu, di dalam sana Adam sudah paham bahwa ada mahluk yang akan dipanggilnya adik.“Iya, Adik nanti makan sama Mama. Adam harus makan banyak biar kuat, biar besok bisa jagain adiknya.” Ayesha memberi pengertian pada anaknya yang tidak tahu apa sudah bisa memahaminya atau belum? Usianya baru  2 tahun lebih beberapa bulan. Masih sangat dini seharusnya memiliki seorang adik. Apalagi mengingat rumah tangganya kini mulai retak.  Ayesha terkadang sempat berpikir, apakah keputusannya meminta cerai adalah hal yang tepat?Suara mobil terdengar di halaman rumah membuat Adam yang sedang disuapi Ayesha bangkit dan berlari keluar. Ayesha jadi ikut pen
Baca selengkapnya

Tawa Ayesha

Elyas  sudah bersiap di depan rumah untuk di antar Miko ke stasiun kereta terdekat, mengingat sudah memutuskan akan berangkat sendiri dengan kereta api. Dia tidak ingin Miko meninggalkan Ayesha meski sudah ada anak buahnya yang lain berjaga.Adam merajuk pengen ikut, tapi entah apa yang disampikan Miko hingga anak kecil itu tidak lagi merajuk. Kini kembali ke sang mama yang masih berdiri di teras untuk melepas sang ayah.Sayang sekali, tiba-tiba ada tamu tidak di undang yang membuat Elyas tidak bisa  segera masuk ke dalam mobil Miko.“Lho, Pak Carik? Ada apa?” sapa Elyas melihat pria yang waktu itu memberitahu ada surat untuknya, kini datang pagi-pagi padanya.“Saya bukan Pak Carik lagi, Pak. Pak Cariknya sudah tidak cuti. Jadi sudah tidak gantin tugas lagi.”Miko yang awalnya tampak awas mulai menatap pria itu sedikit santai. Sepertinya bukan pria yang berbahaya.“Ehem, okelah, Pak Tono mau apa?&rdquo
Baca selengkapnya

Minta Dipijit

Adam terlihat senang sekali melihat kambing yang diikat di halaman samping rumah. Anak kecil itu menyodorkan rumput pada moncong kambing itu, yang kemudian segera dilahap kambingnya.Hal seperti itu saja sudah membuat Adam tertawa senang dan heboh sekali. Dia terlihat sangat bahagia apalagi sang papa sudah ada di dekatnya.“Papa, mana Pus?” Adam  tiba-tiba menghampiri Hilbram karena teringat kucingnya.Saat pergi bersama kakeknya naik kereta mengelilingi kota Zermatt waktu itu, Adam membawa serta kucingnya. Sayangnya, dia harus meninggalkannya di stasiun Kota Visp ketika terjadi pengejaran. Tidak di sangka, Adam mengingat kucingnya itu lagi.  “Oh, nanti kita cari pus lagi, ya?” jawab Hilbram lembut.Hilbram mengangkat Adam dan mendudukannya di pangkuan. Dia rindu sekali dengan putranya itu. diciuminya Adam dan sedikit bercanda dengannya.Bocah itu sudah banyak bicara  sekarang. Padahal baru 4 bulan mer
Baca selengkapnya

Jadi Gugup

 Mbok Sri masuk untuk mengambilkan minyak dengan aroma eucaliptus. Dia mengatakan Ayesha menyukai aroma itu karena membuatnya merasa tenang dan nyaman.Hilbram mengambil botol minyak itu dan bergegas hendak ke kamar Ayesha. Namun Mbok Sri yang suka bertutur itu merasa harus memberitahunya dulu.  “Habis mijit di kaki, biasanya Mbak Ayesha minta diolesi di perutnya. Soalnya kadang suka terasa gatal kalau tidak diolesi minyak,” Mbok Sri memberitahu apa adanya. Mereka suami istri, jadi sekalian agar Hilbram  tahu kebiasaan istrinya itu.“Oh, baik, Mbok!”“Tapi ingat, Mas. Tidak boleh dipijit perutnya, hanya di olesi dengan lembut.” Perempuan itu mengingatkan, siapa tahu  Hilbram tidak paham bahwa wanita hamil tidak boleh dipijit di bagian perutnya.“Iya, terima kasih atas penjelasannya, Mbok.”“Kalau begitu saya suapi Den Adam dulu ya, Mas. Sekalian mau bilang, ha
Baca selengkapnya

Saran Dokter

 Kata-kata Ayesha seperti panah yang menancap tepat di jantung Hilbram. Pria ini sudah  dikubangi perasaan yang bersalah sepanjang waktu.  Terisak tanpa suara dan menangis tanpa air mata. Menyesap luka-luka batinnya seorang diri. Dan kini, mendengar langsung kekecewaan sang istri, perasaanya laksana kertas yang diremas-remas hingga meski di luruskan lagi bekas itu tetaplah sulit dilenyapkan.Matanya memerah dan dia hanya bisa menunduk sedih. Ingin sekali dia bersimpuh di kaki Ayesha dan bersujud padanya agar wanita itu tahu, dia sungguh merasa bersalah. Hatinya remuk mendengarnya mengalami semua ini.Namun wanita itu sudah bangkit dan terburu meninggalkannya. Sepertinya, Ayesha masih sangat terluka. Hilbram jadi sedih dan cemas menatap pintu kamar itu. Apakah istrinya di dalam sana sedang menangis?Dia jadi merasa kehadirannya sangat tidak ada gunanya.Ayesha berusaha mengontrol dirinya. Dihelanya napas panjang kemudian dia mulai se
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
222324252627
DMCA.com Protection Status