All Chapters of Istri Penebus Utang Kesayangan Pewaris: Chapter 11 - Chapter 20

263 Chapters

Tentang Perjanjian

Ketika mobil sudah berhenti di sebuah tempat yang seperti sebuah vila, Ayesha berdecak kagum. Dua puluh empat tahun tinggal di kota ini kenapa tidak sekalipun melintas di jalan ini?Benar-benar seperti kastil yang penuh dengan bunga indah. “Apa kau berpikir aku tidak serius?” tanya Hilbram setelah mengajak Ayesha keluar mobil dan berjalan ke dalam.“Yang ada di otakmu pasti berpikir aku merencanakan hal buruk, bukan?” Hilbram berkata seolah tahu isi kepala Ayesha. “Bukan begitu,” ujar Ayesha lirih walau sebenarnya dia memang sempat berpikir pria ini akan memberinya hukuman. “Saya hanya merasa terkejut anda tiba-tiba mengajak saya menemui orang tua anda.” “Kenapa?” dengan kata tanya favoritnya, Hilbram mendesak Ayesha terus mengungkapkan isi hatinya. Pikirannya juga sama dengan Ayesha, tidak ingin hubungan ini berjalan dalam kebekuan. Saling mengobrol akan bisa memahami satu sama lain. “Orang tuaku tidak bisa memarahimu, tidak bisa membulimu, jadi apa yang kau cemaskan?” lagi Hil
Read more

Takut Hamil

Tanpa Ayesha sadari, suaminya itu diam-diam menyesal karena membuat perjanjian dengannya.Persetan jika Ayesha berakhir memanfaatkannya! Asal bisa bersama gadis ini, Hilbram toh akan memberikan apapun.Di sisi lain, Ayesha tertegun. Dia meraba-raba perasaannya ketika mendengar pernyataan dari bibir Hilbram. Hanya saja, Ayesha tidak lagi membantah apa pun. “Kau tidak setuju?” tanya Hilbram melihat raut wajah Ayesha yang tampak berpikir.“Maafkan saya. Tadi hanya terpikir sudah seminggu ini tidak masuk dan berharap kepala sekolah tidak memberiku teguran! Itu saja.” Hilbram mengangguk. “Hmm, biar Rahman yang mengurusnya.” “Tidak usah, Tuan!” sahut Ayesha segera setelah mendengar ucapan Hilbram. Jika Rahman yang mengurus, takutnya semuanya bisa tahu status barunya sekarang. Menjadi istri pria ini. “Kenapa?” tanya Hilbram bingung. Gadis di depannya ini tidak tahu saja, kalau pihak sekolah mengetahui statusnya sebagai istri pemilik yayasan itu, cuti setahun pun tidak akan jadi soal.
Read more

Mulai Dekat

Rahman nampak hadir menjeda pembicaraan mereka dan memberikan sesuatu pada Hilbram. Seperti segan mengatakan di depan Ayesha, dia meminta pendapat.“Tidak apa, Rahman. Katakan saja!” tukas Hilbram.“Saya sudah menyampaikan surat izin atas nama Nyonya ke pihak sekolah. Jadi seharusnya tidak ada masalah saat Nyonya kembali mengajar,” ujar Rahman.Ayesha yang di sana tentu mendengarnya.“Good job! Terima kasih!” Hilbram pada Rahman. Ayesha tampak tidak sabar untuk menanyakan sesuatu. Setelah Rahman berlalu, dia segera melakukannya.“Anda sudah meminta Rahman datang ke sekolah tempat saya mengajar?” tanya-nya terlihat heran.“Ya,” jawab Hilbram singkat.“Tapi bukankah kita baru saja membicarakannya?”“Kenapa memang?”Gadis ini bawel juga. Bukankah lebih sederhana jika dia mengucapkan terima kasih. Mengapa masih harus memikirkan hal tersebut?Ayesha hanya bingung dan terkejut karena pria ini sebenarnya sudah memikirkan tentang masalahnya. Sebelum dirinya menyampaikannya tadi. Itu bahkan
Read more

Jangan Panggil Tuan

Ponsel berdering saat Hilbram sibuk melaksanakan zoom meeting di ruang kerjanya. Dia tidak bisa segera mengangkatnya karena sedang bicara. Tidak berapa lama, terlihat Rahman datang mencoba meminta waktu Hilbram sejenak.“Ada apa?” tanya Hilbram setelah mengetuk tombol mute di layar laptopnya.“Maaf, Nyonya Hamidah dalam panggilan. Beliau sepertinya mendesak untuk segera disambungkan dengan anda,” tukas Rahman menyodorkan ponselnya.“Bilang aku sedang meeting penting. Nanti aku akan menghubunginya,” ujar Hilbram menolak meski tahu bahwa tantenya itu akan marah besar kalau panggilannya ditolak.“Baik, Tuan!” Rahman terlihat gelisah atas penolakan itu. Setelah ini dia akan bersiap untuk mendapatkan kemarahan Hamidah. Keponakan dan Tante ini kenapa tidak bisa sedikit akur?Balik dari ruang kerja sang tuan, Rahman langsung menyampaikan apa yang diminta Hilbram. Padahal sudah disampaikannya dengan sesopan dan sehormat mungkin, namun Hamida tetap juga memarahinya. Segenap kata-kata pedas ya
Read more

Hukuman

Momo mengetuk pintu kamar Ayesha dan segera mendapati sang nyonya sudah tampak rapi pagi ini. “Nyonya, cantik sekali!” Pujinya pada Ayesha.“Jangan berlebihan begitu, Momo. Ini karena set baju dan hijab yang aku pakai saja bagus, bukan karena akunya.” Ayesha yang tidak terbiasa mendapat pujian pun justru merendah. “Ah, Nyonya terlalu merendah. Itu baju kalau saya yang pakai pasti sayanya tetap kelihatan buluk!” Momo menertawai dirinya sendiri.Ketika melihat Ayesha tidak ikut menertawai dirinya, Momo segera sadar dan memperbaiki sikapnya. Tidak seharusnya terlalu akrab dengan sang Nyonya meski dia tahu Ayesha wanita yang baik dan humble. “Kenapa, Momo?” Ayesha heran Momo dengan cepat bersikap seperti biasanya.“Maaf, jika Nyonya tidak suka. Saya seharusnya tidak bersikap demikian.”Ayesha tersenyum dan mendekati wanita itu. “Aku tidak keberatan kok, kalau kita ngobrol biasa seperti teman. Akan sangat menjemukan bukan sepanjang hari harus seformal itu.”Dia akan menghabiskan banya
Read more

Sarapan Bersama

Hilbram menyukai tempat yang bisa menjaga privasinya. Namun pagi ini dia ingin sarapan di luar rumah dan mencari suasana baru karena sekalian ingin menghabiskan sedikit waktu bersama wanita yang kini sudah menjadi istrinya itu.Rahman memilihkan sebuah resto dan kafe yang bernuansa alam, di mana viewnya langsung gunung dan air terjun dari kejauhan yang terlihat  mempesona. Cocok sekali untuk pasangan pengantin baru yang seharusnya hari-hari ini dihabiskan untuk berbulan madu.Tempat itu sengaja ditutup untuk umum karena hanya akan melayani seorang pegusaha kaya raya yang ingin sekedar sarapan bersama istrinya.Ketika Ayesha sudah duduk di sana bersama Hilbram dengan sajian menu yang beraneka macam, dia sedikit merasa aneh. Kenapa tempat ini sepi sekali?“Apa yang membuatmu resah?” tanya  Hilbram menatap sang istri yang pagi ini terlihat cantik sekali. Udara yang sejuk menambah suasana hatinya menjadi damai.“Tempat ini b
Read more

Hukuman

Di luar hujan deras dan mereka memutuskan untuk menyewa Vila. Keduanya duduk di pinggir jendela menikmati teh hangat dan camilan yang disuguhkan pengelola vila. Sambil berbincang-bincang kecil menunggu hujan reda. Sebenarnya dalam hati Hilbram berharap hujan akan turun sepanjang hari agar dia bisa menikmati momen berdua yang romantis ini. Meski saat ini hanya bisa mengobrol saja. Menunggu waktu yang tepat untuk melakukan apa yang seharusnya dua insan yang sudah menikah lakukan. Dingin-dingin seperti ini,  pemikiran pria yang sudah beristri pastilah ke arah sana. “Kau tinggal bersama siapa saja  di rumahmu?” tanya Hilbram. Sebenarnya Hilbram sudah tahu karena meminta Rahman  menyelidiki tentang gadis ini. Namun pertanyaan itu harus diutarakannya agar Ayesha menganggap Hilbram peduli untuk bertanya tentang keluarganya. “Aku tinggal sendiri.  Ibuku meninggal ketika aku baru lulus SMA. Ayahku sudah lebih dulu meningggal
Read more

Maaf!

Mata yang terpejam itu perlahan terbuka dan menatap tubuh yang terkulai lemas di sampingnya.Beberapa saat dia menatap wajah yang terlelap itu dan menyadari bahwa dia sedikit terburu melakukannya.Padahal sebelumnya sudah menyepakati untuk  tidak mengusik Ayesha hingga gadis ini benar-benar menerimanya. Ternyata pengendalian dirinya tidak sekuat yang dikiranya selama ini. Sebagai pengusaha muda yang sukses, godaan akan tawaran wanita tentu tidaklah sedikit.Pernah suatu ketika seorang direktur yang bekerjasama dengan perusahaannya, ingin berterima kasih dengan mengirimkan dua wanita pilihan untuk menghiburnya. Wanita dengan kualitas terbaik dan nyaris sempurna secara visual. Tapi Hilbram justru memberikan uang pada dua wanita itu dan memintanya pergi dari kamar hotelnya.Hilbram dididik dengan sangat baik oleh kakeknya, bahwa hal sekecil itu mungkin bisa menjadikan masalah besar jika tidak bisa m
Read more

Kembali Mengajar

Semalam tidurnya nyenyak sekali hingga baru terbangun ketika ponsel di nakas berdering berkali-kali. Ayesha berjingkat dan segera memeriksa ponselnya. Sudah jam 5 lebih beberapa menit dan dia belum melaksanakan kewajibannya. Beberapa menit lagi mentari sudah menyapu jejak waktu subuh. Ayesha segera bangkit dan berlalu ke kamar mandi. Ponsel berdering sekali lagi. Ayesha yang sudah menyelesaikan sholat bangkit mengambilnya. Melihat nama di layar dia mengernyitkan jidatnya. ‘Suamiku?’ Pasti nomor pria itu. Siapa yang memberi  nama seperti itu? Menggelikan sekali. Batin Ayesha sembari mengangkat panggilan. “Assalamu’alaikum?” sapa Ayesha dengan nada ragu. “Waalaikum salam, sudah bangun, Sha?” suara bariton itu terdengar sedikit serak seperti orang mengantuk. Ayesha baru ingat, Qatar dan tempatnya beda 4 jam lebih lambat. Jika sekarang baru pukul 5 pagi, di Qatar pasti masih dini hari. Apa pria ini tida
Read more

Mempermasalahkan Izin

“Maaf, Bu!” hanya itu ucapan Ayesha.Salahnya dia tidak bertanya dengan alasan apa Rahman mengijinkannya? Jadinya dia hanya bisa meraba-raba dan menunggu apa yang akan disampaikan kepala sekolahnya.“Tadinya aku mau memberimu surat teguran, tapi pihak yayasan menyampaikan memberimu izin selama yang kau butuhkan. Heran saja, bagaimana kau begitu lancang meminta izin dari yayasan sementara tidak memberitahuku!”Maria merasa apa yang dilakukan Ayesha dengan begitu saja meminta izin dari yayasan adalah sebuah penghinaan padanya. Karena yayasan sendiri selama ini tidak pernah ikut campur dalam urusan penegakan kedisiplinan di sekolah. Jika tiba-tiba ada rekomendasi langsung dari yayasan tentang surat izin Ayesha, Maria tentu mencurigai Ayesha sudah  bermanipulatif.“Saya harus bagaimana, Bu?”Ayesha tidak  paham apa yang harus dilakukannya. Secara administrasi dia sudah meminta izin dan sekolah
Read more
PREV
123456
...
27
DMCA.com Protection Status