Home / Fantasi / Penguasa Sembilan Pintu Kematian / Chapter 111 - Chapter 120

All Chapters of Penguasa Sembilan Pintu Kematian : Chapter 111 - Chapter 120

174 Chapters

Kota Mati Di Perbatasan

Berpuluh tahun lalu, saat pertama kali turun gunung, Xie Jing Cuan mengemban tugas untuk membantu menyelesaikan masalah di Utara. Klan Duan berseteru dengan pasukan Negeri Utara di perbatasan.Langit kelabu dan angin dingin menyambutnya saat ia tiba di kota kecil yang menjadi pusat konflik. Musim dingin membuat kota yang berada tepat di perbatasan Kaili dan Negeri Utara itu berada dalam kondisi yang buruk. Kegagalan panen, kekurangan bahan makanan, kejahatan merajalela membuat situasi di kota Angin Utara berada di titik terendah."Sudah menjelang malam. Sebaiknya aku mencari penginapan." Xie Jing Cuan bergumam seorang diri.Dia berdiri terpaku di depan gerbang kota yang nampak lusuh. Hanya ada dua buah tiang yang hampir roboh tanpa ada pos penjagaan atau sejenisnya."Benarkah ini sebuah kota?" gumamnya seraya mengamati sekitarnya.Suasana di perbatasan Utara Kaili sungguh jauh berbeda dengan di Tanah Bebas bahkan di Dataran Tengah sekali
Read more

Kota Yang Aneh

Sepeninggalan rombongan pria tadi, Xie Jing Cuan masih terpaku memantau situasi di sekelilingnya. Dia tidak kekurangan uang untuk mendapatkan penginapan yang nyaman dan mewah apalagi jika sekadar sebuah penginapan ala kadarnya seperti penginapan Tuan Song di hadapannya."Sayang, jika aku harus membayar mahal untuk menginap di penginapan lusuh seperti itu," keluhnya seraya tersenyum jahil.Apalagi untuk menjaga keamanan dirinya sendiri. Xie Jing Cuan tidak akan sudi mengeluarkan koin miliknya barang sekeping pun. Sebagai tuan muda dari Keluarga Xie yang termasyur di ibukota Kaili dan murid utama Liu Yaoshan, ketua Sekte Sembilan Pintu Kematian, dia tidak memerlukan itu semua. Dan tentunya tidak kekurangan uang seperti yang dikatakannya pada rombongan pria tadi."Ada banyak tempat yang bisa aku jadikan sebagai tempat beristirahat tanpa membayar," gumamnya lagi seraya melirik deretan bangunan yang nampak gelap dan sepi.Xie Jing Cuan berjalan menyebe
Read more

Mengapa Semua Orang Tergesa-gesa?

Seorang gadis berhanfu merah muda berdiri di depan pintu kedai. Di belakangnya seorang pemuda berhanfu putih dan berjubah putih dan gadis berhanfu biru cerah, mengikutinya. Dari pakaian dan gaya mereka, sepertinya mereka berasal dari keluarga yang terhormat. Pria paruh baya tadi terbungkuk-bungkuk berlari menghampirinya. "Iya Nona, silakan! Ada meja kosong di dekat jendela sana." Pelayan kedai menunjuk ke arah meja yang sudah di mana Xie Jing Cuan duduk dengan santai.Xie Jing Cuan pura-pura tidak mendengar dan tidak mengetahui kedatangan para tamu itu. Dia menatap jalanan di luar kedai, mengamati orang-orang yang berlalu lalang. Juga toko-toko dan kedai yang semuanya ramai pengunjung. Dan semuanya terlihat tergesa-gesa dalam beraktivitas. Sesuatu yang sedari tadi membuatnya sedikit bingung. Tidak ada yang bersikap santai dan sembarangan, semua bergegas dengan cekatan. "Tidak adakah meja yang kosong?" Gadis itu bertanya dengan gaya angkuh.
Read more

Arak Palsu

"Pelayan!" Serunya memanggil pelayan tadi, yang kini tengah melayani seseorang yang baru saja datang.Xie Jing Cuan menyadari arak yang diminumnya bukanlah arak yang dipesannya. Arak itu bukan arak madu dan semut dari pegunungan selatan seperti yang tertera di pintu masuk kedai. Salah satu alasan yang membuatnya memilih kedai itu di antara sekian banyak kedai yang bertebaran di pusat kota ini.Seorang Xie Jing Cuan tidak akan bisa ditipu jika mengenai arak terbaik di wilayah Kaili. Begitu juga jika mengenai uang, dia tidak akan mau rugi sedikit pun untuk membayar mahal arak palsu atau berkualitas rendah."Aiya Tuan, apakah kau ingin memesan lagi?" Pelayan itu tergopoh-gopoh mendatanginya."Arak apa ini?" Xie Jing Cuan menunjukkan kendi arak di atas meja. Raut wajahnya yang semula tenang tanpa riak, kini terlihat muram."Aiyo tentu saja ini arak madu dan sarang semut dari pegunungan selatan yang sangat berkhasiat, Tuan," sahut pelayan itu
Read more

Di Tepi Sungai

Setelah meninggalkan kedai, Xie Jing Cuan kembali berkeliling kota hingga sore hari. Jalan-jalan sempit dan berliku di kota Angin Utara dipenuhi dengan aroma rempah-rempah dan suara pedagang yang menawarkan dagangan mereka membuatnya melupakan insiden di kedai tadi."Aku masih merasa heran, mengapa penduduk kota seperti tergesa-gesa dalam melakukan segala hal. Bahkan makan dan minum pun mereka seperti tidak menikmatinya, asal kenyang saja." Xie Jing Cuan berdiri terpaku menatap orang-orang di sekitarnya. Mereka begitu tergesa-gesa bak tengah berlomba dengan waktu.Matahari mulai tenggelam di balik pegunungan, menciptakan bayangan panjang di sepanjang jalan. Suasana mulai sepi. Toko dan kedai satu persatu mulai berangsur berkurang pengunjungnya. Bahkan ada beberapa yang sudah bersiap-siap untuk menutup toko dan kedai mereka."Eh, begitu sore menjelang, suasana seketika sepi." Lagi-lagi Xie Jing Cuan hanya bergumam dalam hati saja. "Apakah kota ini hanya hid
Read more

Menginap Di Perahu

Xie Jing Cuan terbangun dan keluar dari perahu. Rupanya tiga orang di kedai tadi, tuan muda dan dua gadis pelayannya sedang berdebat. Suara mereka terdengar jelas di malam yang sunyi."Apa yang kalian lakukan di sini?" tegur Xie Jing Cuan dengan suara tegas. Ketiga orang itu menoleh dengan kaget saat melihatnya.Gadis berhanfu merah muda tadi sangat marah saat melihatnya. Dia masih teringat akan peristiwa di kedai tadi. "Kau lagi!" serunya dengan marah."Qianlu!" Si Pemuda segera menegurnya. Dia memberi isyarat pada gadis itu untuk diam dan tidak berbicara lagi. Pemuda berjubah biru itu mendekati dermaga."Kami juga ingin menyeberang," ucapnya singkat. Dia menatap sekeliling sungai. "Di mana pemilik perahu ini?" tanyanya setelah beberapa saat mengamati sekeliling dan tidak menemukan orang lain selain mereka berempat."Dia sudah pergi! Hari sudah malam, dia tidak bisa menyeberangi sungai dalam gelap karena arusnya cukup berbahaya." Xie Jin
Read more

Dua Pasukan Dan Dua Pemimpin

Di sela desau angin yang cukup kencang samar-samar terdengar denting guzheng dan suara-suara orang yang bersahutan. Mereka berempat saling berpandangan. Xie Jing Cuan hendak membuka sedikit pintu perahu untuk mengintip situasi di luar, tetapi gerakan tangannya didahului Qianru. Gadis berhanfu biru itu tiba-tiba membuka pintu dan melesat keluar dari perahu. Tentu saja itu mengejutkan Xie Jing Cuan dan tidak sempat mencegahnya. Hampir saja dimakinya gadis itu jika saja sang Tuan Muda memberinya isyarat untuk tidak bergerak dan bersuara. "Ada orang di perahu!" Terdengar teriakan seseorang begitu melihat Qianru keluar dari perahu. Gadis cantik itu berdiri di buritan dengan membawa lentera yang tergantung dan diambilnya dari tiang perahu. Ada dua orang pria yang tengah berdebat di tepi dermaga. Sedangkan sejumlah orang yang terbagi dalam dua pasukan menunggu di tepi sungai. "Tuan ini sudah malam. Apakah ada sesuatu yang bisa aku bantu?" Qianru bertanya dengan sopan dan lembut. "No
Read more

Nanggong Anming

Ang Hui dan Ang Bei berdiri tegak,memandang Nanggong Anming dan Xie Jing Cuan bergantian. Mereka tidak pernah menyangka akan menyaksikan salah satu ketua pintu kematian berhadapan dengan murid kesayangan guru mereka."Ketua! Dia Xie Gege, bagaimana bisa kau hendak menyerangnya?" Ang Bei bertanya dengan hati-hati."Lantas bagaimana jika dia Xie Jing Cuan? Tuan muda keluarga Xie dan murid kesayangan Liu Yaoshan. Apa peduliku?" Nanggong Anming tersenyum sinis. Dia menimang goloknya seakan-akan tengah mempertimbangkan sesuatu, seraya menatap Xie Jing Cuan dengan tatapan mengejek.Nanggong Anming, salah satu tuan muda dari keluarga Nanggong yang dikenal sangat berbakat, baik dalam olah kanuragan maupun lainnya seperti seni dan sastra. Dia menjadi anggota sekte Sembilan Pintu Kematian sejak lama, sejak usia belia.Ibunya adalah salah satu murid luar sekte yang mampu menembus hingga lolos seleksi menjadi anggota pintu kematian. Nanggong Anming sejak keci
Read more

Boneka

Gadis itu terpekik dan mencoba menghindari tebasan golok yang mengarah ke lehernya. Dia melentingkan tubuhnya membuat golok hanya menebas ujung rambutnya dan mengenai pipinya. Dia kembali berdiri tegak dan menghapus darah di pipinya yang terluka cukup dalam karena tergores ujung golok."Ang Hui, minggirlah!" Ang Bei berseru dan menerjang Ketua Nanggong Anming dengan tendangan kakinya.Membuat pria itu terseret mundur beberapa langkah hingga ke ujung dermaga. Dia bergerak cepat dan menyambar Qianru dan mencekik lehernya kemudian melemparkannya ke arah Ang Bei."Qianru!" Dong Fai berteriak berusaha untuk menangkap gadis itu. Sayangnya Nanggong Anming tidak membiarkannya dan memukul dadanya dengan gagang golok.Pemuda itu tersungkur dan muntah darah. Sedangkan Qianru terlempar dan jatuh bersama Ang Bei, tersungkur di tanah. Namun, gadis itu tidak terluka."Kau!" Xie Jing Cuan berteriak marah dan meluncur deras dari atas perahu. Angin malam b
Read more

Sang Pengendali Boneka Hidup

Xie Jing Cuan tertawa terkekeh mendengar gumaman Dong Fai. "Aku sudah terbiasa dengan siksaan nenek tua itu," gumamnya seraya menggerakkan tangannya. "Serang dia lagi dengan jurus-jurus pedangmu dan jurus yang diajarkan Guru Na," lanjutnya dengan suara pelan."Sialan!" Dong Fai mengumpat dalam hati. Dia ingin menolak perintah pria menyebalkan itu, tetapi dirinya benar-benar berada di bawah kendali Xie Jing Cuan. Dia kembali menyerang Nanggong Anming.Pedang Merak Biru di tangannya berkilauan, setiap tebasan memancarkan cahaya biru yang memukau. Jurus-jurus Pedang Merak Biru dikombinasikan dengan jurus sekte Sembilan Pintu Kematian yang dipelajarinya dari Na Jia Li, gurunya, membuat serangannya semakin mematikan.Pertarungan keduanya berlangsung alot.Nanggong Anming, tiba-tiba melompat mundur dan membunyikan lonceng di kuku jarinya. Bunyi gemerincing lonceng itu menghidupkan pasukan mayat hidup di bawah komandonya. Mayat-mayst hidup itu mulai bergerak denga
Read more
PREV
1
...
1011121314
...
18
DMCA.com Protection Status