Seorang gadis berhanfu merah muda berdiri di depan pintu kedai. Di belakangnya seorang pemuda berhanfu putih dan berjubah putih dan gadis berhanfu biru cerah, mengikutinya. Dari pakaian dan gaya mereka, sepertinya mereka berasal dari keluarga yang terhormat. Pria paruh baya tadi terbungkuk-bungkuk berlari menghampirinya.
"Iya Nona, silakan! Ada meja kosong di dekat jendela sana." Pelayan kedai menunjuk ke arah meja yang sudah di mana Xie Jing Cuan duduk dengan santai.Xie Jing Cuan pura-pura tidak mendengar dan tidak mengetahui kedatangan para tamu itu. Dia menatap jalanan di luar kedai, mengamati orang-orang yang berlalu lalang. Juga toko-toko dan kedai yang semuanya ramai pengunjung. Dan semuanya terlihat tergesa-gesa dalam beraktivitas. Sesuatu yang sedari tadi membuatnya sedikit bingung. Tidak ada yang bersikap santai dan sembarangan, semua bergegas dengan cekatan. "Tidak adakah meja yang kosong?" Gadis itu bertanya dengan gaya angkuh."Pelayan!" Serunya memanggil pelayan tadi, yang kini tengah melayani seseorang yang baru saja datang.Xie Jing Cuan menyadari arak yang diminumnya bukanlah arak yang dipesannya. Arak itu bukan arak madu dan semut dari pegunungan selatan seperti yang tertera di pintu masuk kedai. Salah satu alasan yang membuatnya memilih kedai itu di antara sekian banyak kedai yang bertebaran di pusat kota ini.Seorang Xie Jing Cuan tidak akan bisa ditipu jika mengenai arak terbaik di wilayah Kaili. Begitu juga jika mengenai uang, dia tidak akan mau rugi sedikit pun untuk membayar mahal arak palsu atau berkualitas rendah."Aiya Tuan, apakah kau ingin memesan lagi?" Pelayan itu tergopoh-gopoh mendatanginya."Arak apa ini?" Xie Jing Cuan menunjukkan kendi arak di atas meja. Raut wajahnya yang semula tenang tanpa riak, kini terlihat muram."Aiyo tentu saja ini arak madu dan sarang semut dari pegunungan selatan yang sangat berkhasiat, Tuan," sahut pelayan itu
Setelah meninggalkan kedai, Xie Jing Cuan kembali berkeliling kota hingga sore hari. Jalan-jalan sempit dan berliku di kota Angin Utara dipenuhi dengan aroma rempah-rempah dan suara pedagang yang menawarkan dagangan mereka membuatnya melupakan insiden di kedai tadi."Aku masih merasa heran, mengapa penduduk kota seperti tergesa-gesa dalam melakukan segala hal. Bahkan makan dan minum pun mereka seperti tidak menikmatinya, asal kenyang saja." Xie Jing Cuan berdiri terpaku menatap orang-orang di sekitarnya. Mereka begitu tergesa-gesa bak tengah berlomba dengan waktu.Matahari mulai tenggelam di balik pegunungan, menciptakan bayangan panjang di sepanjang jalan. Suasana mulai sepi. Toko dan kedai satu persatu mulai berangsur berkurang pengunjungnya. Bahkan ada beberapa yang sudah bersiap-siap untuk menutup toko dan kedai mereka."Eh, begitu sore menjelang, suasana seketika sepi." Lagi-lagi Xie Jing Cuan hanya bergumam dalam hati saja. "Apakah kota ini hanya hid
Xie Jing Cuan terbangun dan keluar dari perahu. Rupanya tiga orang di kedai tadi, tuan muda dan dua gadis pelayannya sedang berdebat. Suara mereka terdengar jelas di malam yang sunyi."Apa yang kalian lakukan di sini?" tegur Xie Jing Cuan dengan suara tegas. Ketiga orang itu menoleh dengan kaget saat melihatnya.Gadis berhanfu merah muda tadi sangat marah saat melihatnya. Dia masih teringat akan peristiwa di kedai tadi. "Kau lagi!" serunya dengan marah."Qianlu!" Si Pemuda segera menegurnya. Dia memberi isyarat pada gadis itu untuk diam dan tidak berbicara lagi. Pemuda berjubah biru itu mendekati dermaga."Kami juga ingin menyeberang," ucapnya singkat. Dia menatap sekeliling sungai. "Di mana pemilik perahu ini?" tanyanya setelah beberapa saat mengamati sekeliling dan tidak menemukan orang lain selain mereka berempat."Dia sudah pergi! Hari sudah malam, dia tidak bisa menyeberangi sungai dalam gelap karena arusnya cukup berbahaya." Xie Jin
Di sela desau angin yang cukup kencang samar-samar terdengar denting guzheng dan suara-suara orang yang bersahutan. Mereka berempat saling berpandangan. Xie Jing Cuan hendak membuka sedikit pintu perahu untuk mengintip situasi di luar, tetapi gerakan tangannya didahului Qianru. Gadis berhanfu biru itu tiba-tiba membuka pintu dan melesat keluar dari perahu. Tentu saja itu mengejutkan Xie Jing Cuan dan tidak sempat mencegahnya. Hampir saja dimakinya gadis itu jika saja sang Tuan Muda memberinya isyarat untuk tidak bergerak dan bersuara. "Ada orang di perahu!" Terdengar teriakan seseorang begitu melihat Qianru keluar dari perahu. Gadis cantik itu berdiri di buritan dengan membawa lentera yang tergantung dan diambilnya dari tiang perahu. Ada dua orang pria yang tengah berdebat di tepi dermaga. Sedangkan sejumlah orang yang terbagi dalam dua pasukan menunggu di tepi sungai. "Tuan ini sudah malam. Apakah ada sesuatu yang bisa aku bantu?" Qianru bertanya dengan sopan dan lembut. "No
Ang Hui dan Ang Bei berdiri tegak,memandang Nanggong Anming dan Xie Jing Cuan bergantian. Mereka tidak pernah menyangka akan menyaksikan salah satu ketua pintu kematian berhadapan dengan murid kesayangan guru mereka."Ketua! Dia Xie Gege, bagaimana bisa kau hendak menyerangnya?" Ang Bei bertanya dengan hati-hati."Lantas bagaimana jika dia Xie Jing Cuan? Tuan muda keluarga Xie dan murid kesayangan Liu Yaoshan. Apa peduliku?" Nanggong Anming tersenyum sinis. Dia menimang goloknya seakan-akan tengah mempertimbangkan sesuatu, seraya menatap Xie Jing Cuan dengan tatapan mengejek.Nanggong Anming, salah satu tuan muda dari keluarga Nanggong yang dikenal sangat berbakat, baik dalam olah kanuragan maupun lainnya seperti seni dan sastra. Dia menjadi anggota sekte Sembilan Pintu Kematian sejak lama, sejak usia belia.Ibunya adalah salah satu murid luar sekte yang mampu menembus hingga lolos seleksi menjadi anggota pintu kematian. Nanggong Anming sejak keci
Gadis itu terpekik dan mencoba menghindari tebasan golok yang mengarah ke lehernya. Dia melentingkan tubuhnya membuat golok hanya menebas ujung rambutnya dan mengenai pipinya. Dia kembali berdiri tegak dan menghapus darah di pipinya yang terluka cukup dalam karena tergores ujung golok."Ang Hui, minggirlah!" Ang Bei berseru dan menerjang Ketua Nanggong Anming dengan tendangan kakinya.Membuat pria itu terseret mundur beberapa langkah hingga ke ujung dermaga. Dia bergerak cepat dan menyambar Qianru dan mencekik lehernya kemudian melemparkannya ke arah Ang Bei."Qianru!" Dong Fai berteriak berusaha untuk menangkap gadis itu. Sayangnya Nanggong Anming tidak membiarkannya dan memukul dadanya dengan gagang golok.Pemuda itu tersungkur dan muntah darah. Sedangkan Qianru terlempar dan jatuh bersama Ang Bei, tersungkur di tanah. Namun, gadis itu tidak terluka."Kau!" Xie Jing Cuan berteriak marah dan meluncur deras dari atas perahu. Angin malam b
Xie Jing Cuan tertawa terkekeh mendengar gumaman Dong Fai. "Aku sudah terbiasa dengan siksaan nenek tua itu," gumamnya seraya menggerakkan tangannya. "Serang dia lagi dengan jurus-jurus pedangmu dan jurus yang diajarkan Guru Na," lanjutnya dengan suara pelan."Sialan!" Dong Fai mengumpat dalam hati. Dia ingin menolak perintah pria menyebalkan itu, tetapi dirinya benar-benar berada di bawah kendali Xie Jing Cuan. Dia kembali menyerang Nanggong Anming.Pedang Merak Biru di tangannya berkilauan, setiap tebasan memancarkan cahaya biru yang memukau. Jurus-jurus Pedang Merak Biru dikombinasikan dengan jurus sekte Sembilan Pintu Kematian yang dipelajarinya dari Na Jia Li, gurunya, membuat serangannya semakin mematikan.Pertarungan keduanya berlangsung alot.Nanggong Anming, tiba-tiba melompat mundur dan membunyikan lonceng di kuku jarinya. Bunyi gemerincing lonceng itu menghidupkan pasukan mayat hidup di bawah komandonya. Mayat-mayst hidup itu mulai bergerak denga
Di bawah sinar bulan, Ming Shuwan bergerak lincah menghajar pasukan mayat hidup. Kakinya menyapu dengan gesit membuat mayat-mayat hidup itu tidak bisa maju lebih jauh lagi.Sedangkan Ao Yu Long, yang juga dikendalikan oleh Xie Jing Cuan, menyerang Nanggong Anming dengan pedangnya. Pedang Ao Yu Long nampak berkilauan tertimpa cahaya bulan. Nanggong Anming, dengan mata tajamnya, mengamati setiap gerakannya, mencari celah untuk melawan sekaligus melepaskan diri dari situasi yang mulai menyulitkan dirinya.Qianru melihat kesempatan itu untuk kembali ke perahu. Dengan lompatan yang anggun, dia terbang di udara, diikuti oleh kakak beradik Ang. Mereka tidak ingin terjebak dalam kerumunan pasukan mayat hidup yang bisa melukai mereka."Kita harus cepat!" seru Ang Bei, matanya penuh kekhawatiran. "Ming Shuwan tidak akan bisa mengendalikan jurusnya dan akan menyerang siapa saja yang berada dalam pasukan mayat hidup."Di tengah kekacauan, Dong Fai berseru pad
Meigui Jin, Ibukota Negeri UtaraLi Feng Hai menatap Permaisuri Ye Yang hampir saja memuntahkan darah saat membuka kotak-kotak peti yang dibawanya. Wanita cantik itu seketika menjadi pucat pasi. Perutnya terasa mual."Yang Mulia, selain itu ada pesan dari Tuan Xie Jing Cuan sebagai pemilik Wisma Lonceng Naga." Li Feng Hai menyerahkan sebuah gulungan.Permaisuri Ye membacanya dan kemudian berteriak marah melemparkan gulungan itu. Jika kedua peti berisi kepala Kasim Zhou dan Kasim Zheng membuatnya merasa ngeri, maka gulungan itu membuatnya naik darah."Apa kalian ingin membuatku bangkrut," geramnya seraya melirik Li Feng Hai.Li Feng Hai hanya tersenyum tipis. Kemudian dia menjelaskan tujuannya datang ke Negeri Utara selain membawa kepala kedua kasim yang dipenggal Wu Hongyi dan juga tagihan dari Xie Jing Cuan atas merusak Wisma Lonceng Naga."Yang Mulia, Negeri Kaili tidak akan ikut campur suksesi di Negeri Utara. Namun, Kaisar Ao
Seperti yang dikatakan Xie Jing Cuan tadi, matahari perlahan-lahan muncul di timur. Meski masih malu-malu, tetapi sinarnya cukup untuk menyinari pedang di tangan Xie Jing Cuan.Di halaman wisma, di mana semua orang berkumpul, Pedang Bulan milik Wu Hongyi tiba-tiba bergetar dan melayang. Pedang itu terbang melesat meninggalkan halaman."Ketua," gumam Wu Hongyi lirih. Dia berusaha untuk bangun dan mengikuti pedangnya. Namun, tubuhnya tak mampu lagi."Yu, kita harus ke danau!" Fu Rui segera memapah Wu Hongyi dan membawanya terbang. Diikuti Ketua Qilin dan yang lain. Sebelum itu Dun Ming sempat meminta para pelayan wisma untuk mengurus jenazah Kang Li.Mereka tiba di danau yang membeku, tepat saat Xie Jing Cuan melemparkan Pedang Matahari yang bersatu dengan Pedang Bulan ke arah Zhang Jiawu dan tepat menancap di dadanya. Pria itu menatap dadanya yang terluka parah. Dicabutnya pedang itu dan melemparkannya. Dia hendak menyerang
Ketua Qilin tertegun, pasir keemasan berhamburan di halaman wisma. Sosok Feiyu berdiri tegak di tengah halaman dengan pusaran pasir mengelilinginya."Aku tidak keberatan untuk menyapu bersih kalian semua," ucapnya dengan tatapan dingin pada para anggota sekte Lotus Hitam yang tersisa."Bai Hua, sebaiknya kita mundur dan membantu Ketua," Yang Hui berbisik pelan. Bai Hua tidak segera menyahut.Dia menatap sekelilingnya sekilas. Kemudian dia mengangguk dan memberi isyarat agar seluruh anggota sekte mundur mengikutinya.Para tetua sekte Lotus Hitam itu pun mundur dengan terbang menjauhi wisma.Sementara itu Kang Li berusaha membantu Wu Hongyi dan Dun Ming. Namun,jurus tapak beracun milik kedua Kasim dari Negeri Utara itu mengenai dadanya. Kang Li pun tersungkur jatuh melayang dari atap aula utama."Kang Li!" Dun Ming berteriak panik dan meluncur turun untuk menangkap tubuh Kang Li. Sedangkan Wu Hongyi menatap keduanya yang meluncur d
Ao Yu Long hanya memandangi kepergian Jenderal Duan. Dia melirik atap aula utama di mana Wu Hongyi dan Dun Ming masih bertarung dengan kedua Kasim dari Negeri Utara. Di sisi lain, Dong Xiu Bai dan Mu Jin masih berjaga-jaga melindungi Pangeran Dong Fang Xian. "Xie Jing Cuan, mau tidak mau aku harus bertarung dengan Zhang Jiawu bukan?" gumamnya seraya menatap Zhang Jiawu yang masih berdiri tegak tak jauh darinya. "Aku tidak ingin bertarung denganmu, Yang Mulia." Pria berhanfu dan berjubah hitam bermotif bunga lotus itu berkata dengan kesal. "Bagiku bukan masalah, apakah harus bertarung denganmu atau tidak," sahut Ao Yu Long santai. Dia tersenyum tipis dan tangannya bergerak mengangkat pedang esnya. Pedang itu berkilau kebiruan ditimpa sinar bulan. Menimbulkan kilatan-kilatan kebiruan yang indah, tetapi juga mengerikan. Siapa pun tahu jika pedang itu ditebaskan dengan kekuatan
Kelopak-kelopak lotus hitam berhamburan menyerang Wu Hongyi dan Dun Ming. Pedang Bulan Wu Hongyi berkelebat cepat mencacah kelopak-kelopak lotus itu hingga hancur berkeping-keping.Zhang Jiawu memberi isyarat pada anggota sekte Lotus Hitam yang masih berada di luar untuk menyerbu masuk. Wu Hongyi yang menyadari situasi mulai tidak menguntungkan mereka, membunyikan lonceng di jarinya. Begitu juga dengan Dun Ming.Dari kegelapan malam, muncul sosok-sosok mayat hidup yang menghadang para anggota sekte Lotus Hitam. Sementara Kang Li sadar betul dia tidak akan bisa menahan mereka semua sendirian. Dia mengibaskan selendang putihnya disertai mantra Sutra Kematian.Selendang putih itu berkelebat dengan cepat, meliuk-liuk dan menghajar sepuluh pembunuh bayaran dari organisasi Tangan Kematian. Yu Jue, pimpinan mereka pun terluka cukup parah. Namun, kedatangan orang-orang dari sekte Lotus Hitam membuat Kang Li kerepotan.Beruntung sa
Seorang pria muda tampan berhanfu dan jubah hijau muda tersenyum menatap sang kasim. Memamerkan deretan giginya yang putih berseri-seri dan senyum yang teramat manis. "Dun Ming, si pemilik senyum malaikat," gumam Kasim Zhou. Dun Ming, ketua pintu kematian ke-lima, tersenyum tipis menganggukkan kepalanya. "Wah, rupanya Kasim Zhou masih mengingatku dengan baik. Aku sungguh merasa terhormat." Dun Ming kembali memamerkan senyuman yang bak malaikat. Sayangnya, senyum indahnya itu hampir dipastikan membawa maut bagi orang-orang di sekelilingnya. Karena itu dia dijuluki Pemilik Senyum Malaikat Maut. "Jangan halangi aku!" Kasim Zhou menyipitkan matanya dan tanpa basa-basi menyerang Dun Ming dengan pedangnya. Pemuda tampan itu hanya tersenyum tipis dan terbang menghindari serangan sang kasim. Dia melompat ke atap aula utama bergabung dengan Wu Hongyi yang tengah bertarung dengan Kasim Zheng. Wu Hongyi tertegun, tetapi tidak bertanya dan justru menjadi
Kasim Zheng menatap Wu Hongyi. Dia kembali berdiri tegak. Darah merembes di hanfu ungunya, tetapi itu tidak menghalanginya untuk melanjutkan pertarungannya. "Pangeran Mahkota patuhilah perintah Permaisuri Ye!" Dia berseru pada Pangeran Dong Fang Xian yang berdiri di atap bangunan di belakang bangunan di mana Kasim Zheng dan Wu Hongyi berada. "Kasim Zheng! Aku hanya mematuhi perintah Ayahanda Kaisar! Yang Mulia memerintahkan diriku untuk pergi dari Negeri Utara dan baru diijinkan kembali jika Yang Mulia telah tiada!" sahut Pangerang Dong Fang Xian dari kejauhan. Pangeran Dong Fang Xian berbicara dengan tenang dan tegas. Dia sangat memahami keberpihakan Kasim Zheng dan Kasim Zhou pada Permaisuri Ye. Mereka berdua merupakan Kasim yang terkuat baik posisi, status maupun ilmu beladiri diri, di dalam Istana Meigui Jin. Bahkan Kasim Wang pun belum tentu mampu mengalahkan salah satu dari mereka berdua. "Pangeran, jangan salahkan hamba!" Kasim Zheng m
Tongkat berkilau itu bergerak cepat sebelum pedang milik Rou menyabet Yu Jue. Benda itu menghantam dada Rou dan membuat gadis cantik jatuh ke tanah berlapis salju yang dingin. Seteguk darah muncrat dari mulutnya."Kami hanya ingin membawa kembali Pangeran Mahkota!" Sang pemilik tongkat, seorang pria berpakaian khas berwarna ungu dan hitam, berbicara dengan tegas.Rou berdiri meski tertatih-tatih. Dia mengusap sudut bibirnya dengan punggung tangannya. "Tidak semudah itu! Lewati aku dulu!" Rou sama sekali tidak gentar. Meski menyadari tongkat perak berkilau di tangan pria itu cukup berbahaya bahkan mungkin mematikan."Gadis kecil, jangan memaksaku!" Pria itu bergerak cepat. Tongkatnya memukul tanah dan salju kembali berhamburan bersamaan dengan batu-batuan yang melapisi halaman utama wisma.Rou dengan cepat menghindar. Dia melompat dan berputar kemudian mendarat di ujung tangga yang menuju aula utama. Meski terluka, tetapi dia masih mampu bertahan d
Pintu gerbang kayu terbuka karena ditendang dengan kekuatan yang cukup besar. Kini pintu gerbang wisma Lonceng Naga itu terbuka lebar. Papan nama kayu yang tergantung di atasnya ikut terjatuh dan terbelah dua. Hanya lonceng naga saja masih tergantung kokoh di atas pintu gerbang itu."Begitulah cara kalian bertamu?" Rou berdiri tegak di tengah halaman aula utama. Dia berdiri seorang diri, menyambut kedatangan para tamu yang tak diundang dan sepertinya juga tidak berniat untuk menginap di wisma selayaknya para tamu yang biasa mengunjungi wisma."Kami sudah membunyikan lonceng di gerbang! Namun, tidak ada yang membukakan pintu gerbang!" sahut salah seorang dari orang-orang yang memaksa untuk memasuki wisma.Dia seorang wanita cantik yang mengenakan hanfu berwarna biru dan putih. Dia melangkah maju mendekati Rou dengan penuh percaya diri."Tentu saja! Bagaimana kami akan menyambut tamu yang datang di tengah malam di tengah musim dingin seperti ini? Bu