Ang Hui dan Ang Bei berdiri tegak,memandang Nanggong Anming dan Xie Jing Cuan bergantian. Mereka tidak pernah menyangka akan menyaksikan salah satu ketua pintu kematian berhadapan dengan murid kesayangan guru mereka."Ketua! Dia Xie Gege, bagaimana bisa kau hendak menyerangnya?" Ang Bei bertanya dengan hati-hati."Lantas bagaimana jika dia Xie Jing Cuan? Tuan muda keluarga Xie dan murid kesayangan Liu Yaoshan. Apa peduliku?" Nanggong Anming tersenyum sinis. Dia menimang goloknya seakan-akan tengah mempertimbangkan sesuatu, seraya menatap Xie Jing Cuan dengan tatapan mengejek.Nanggong Anming, salah satu tuan muda dari keluarga Nanggong yang dikenal sangat berbakat, baik dalam olah kanuragan maupun lainnya seperti seni dan sastra. Dia menjadi anggota sekte Sembilan Pintu Kematian sejak lama, sejak usia belia.Ibunya adalah salah satu murid luar sekte yang mampu menembus hingga lolos seleksi menjadi anggota pintu kematian. Nanggong Anming sejak keci
Gadis itu terpekik dan mencoba menghindari tebasan golok yang mengarah ke lehernya. Dia melentingkan tubuhnya membuat golok hanya menebas ujung rambutnya dan mengenai pipinya. Dia kembali berdiri tegak dan menghapus darah di pipinya yang terluka cukup dalam karena tergores ujung golok."Ang Hui, minggirlah!" Ang Bei berseru dan menerjang Ketua Nanggong Anming dengan tendangan kakinya.Membuat pria itu terseret mundur beberapa langkah hingga ke ujung dermaga. Dia bergerak cepat dan menyambar Qianru dan mencekik lehernya kemudian melemparkannya ke arah Ang Bei."Qianru!" Dong Fai berteriak berusaha untuk menangkap gadis itu. Sayangnya Nanggong Anming tidak membiarkannya dan memukul dadanya dengan gagang golok.Pemuda itu tersungkur dan muntah darah. Sedangkan Qianru terlempar dan jatuh bersama Ang Bei, tersungkur di tanah. Namun, gadis itu tidak terluka."Kau!" Xie Jing Cuan berteriak marah dan meluncur deras dari atas perahu. Angin malam b
Xie Jing Cuan tertawa terkekeh mendengar gumaman Dong Fai. "Aku sudah terbiasa dengan siksaan nenek tua itu," gumamnya seraya menggerakkan tangannya. "Serang dia lagi dengan jurus-jurus pedangmu dan jurus yang diajarkan Guru Na," lanjutnya dengan suara pelan."Sialan!" Dong Fai mengumpat dalam hati. Dia ingin menolak perintah pria menyebalkan itu, tetapi dirinya benar-benar berada di bawah kendali Xie Jing Cuan. Dia kembali menyerang Nanggong Anming.Pedang Merak Biru di tangannya berkilauan, setiap tebasan memancarkan cahaya biru yang memukau. Jurus-jurus Pedang Merak Biru dikombinasikan dengan jurus sekte Sembilan Pintu Kematian yang dipelajarinya dari Na Jia Li, gurunya, membuat serangannya semakin mematikan.Pertarungan keduanya berlangsung alot.Nanggong Anming, tiba-tiba melompat mundur dan membunyikan lonceng di kuku jarinya. Bunyi gemerincing lonceng itu menghidupkan pasukan mayat hidup di bawah komandonya. Mayat-mayst hidup itu mulai bergerak denga
Di bawah sinar bulan, Ming Shuwan bergerak lincah menghajar pasukan mayat hidup. Kakinya menyapu dengan gesit membuat mayat-mayat hidup itu tidak bisa maju lebih jauh lagi.Sedangkan Ao Yu Long, yang juga dikendalikan oleh Xie Jing Cuan, menyerang Nanggong Anming dengan pedangnya. Pedang Ao Yu Long nampak berkilauan tertimpa cahaya bulan. Nanggong Anming, dengan mata tajamnya, mengamati setiap gerakannya, mencari celah untuk melawan sekaligus melepaskan diri dari situasi yang mulai menyulitkan dirinya.Qianru melihat kesempatan itu untuk kembali ke perahu. Dengan lompatan yang anggun, dia terbang di udara, diikuti oleh kakak beradik Ang. Mereka tidak ingin terjebak dalam kerumunan pasukan mayat hidup yang bisa melukai mereka."Kita harus cepat!" seru Ang Bei, matanya penuh kekhawatiran. "Ming Shuwan tidak akan bisa mengendalikan jurusnya dan akan menyerang siapa saja yang berada dalam pasukan mayat hidup."Di tengah kekacauan, Dong Fai berseru pad
Gadis cantik itu bagaikan terbang melayang di angkasa. Hanfu putihnya berkibaran tertiup angin musim dingin di utara yang tidak pernah diiringi dengan turunnya salju. Hanya udara dingin mencekam yang membekukan embun, tetapi tidak cukup untuk mengubur negeri itu dalam salju yang memutih.Nanggong Anming, menatap gadis cantik yang kini melayang turun dengan anggun di hadapannya. Menatapnya dengan tatapan sinis, meremehkan."Nanggong Anming, ayahku memiliki kepercayaan yang besar kepada keluargamu. Namun, kalian begitu mudah mengkhianatinya." Ming Shuwan berucap lirih tetapi terdengar mencekam di telinganya."Saat ini kau hanya boneka, Ming Shuwan. Sadarlah!" Nanggong Anming berteriak pada gadis itu."Tubuhku memang di bawah kendali Xie Jing Cuan, tetapi ucapanku tidak. Kau dan keluargamu telah melakukan kesalahan besar dengan mengkhianati kami, Kaili maupun sekte Sembilan Pintu Kematian." Ming Shuwan menjawab perlahan. Suaranya terdengar muram dan
Udara dingin menyelimuti tubuhnya. Membuat tangannya yang menggenggam pedang terasa kaku membeku. Di saat hampir merasakan dingin yang menjalar hingga ke tulangnya, perlahan-lahan dia mendengar gemerincing lonceng di telinganya."Ini? Sebenarnya apakah makna dari lonnceng- Lonceng milik Xie Jing Cuan?" gumamnya pelan."Kau tidak perlu menanyakan itu, salurkan saja tenaga dalammu ke seluruh tubuhmu untuk melawan udara dingin dari salju milik Ming Shuwan. Tancapkan pedangmu ke dinding pusat badai dan biarkan itu untuk menahan pusaran badainya." Terdengar suara yang kini yang cukup akrab di telinganya, suara Xie Jing Cuan.Dong Fai menancapkan pedang Merak Birunya ke dinding pusaran badai milik Ming Shuwan. Kilatan biru dari pedangnya menyatu dengan angin yang berputar, menciptakan pemandangan yang memukau. Pusaran badai salju yang berkilau kebiruan, indah namun mematikan.Dia mengalirkan tenaga dalamnya ke seluruh tubuhnya, untuk menahan hawa dingin
Pertarungan melawan Nanggong Angmin di Sungai Angin Utara malam itu menjadi awal dari hubungan Xie Jing Cuan dan Dong Fai yang rumit. Juga awal dari huru-hara di wilayah Kaili yang berakhir dengan dihancurkannya Keluarga Nanggong dalam semalam."Semua orang di wilayah ini menganggap Kekaisaran Kaili dan Sekte kita terlibat dalam pembantaian Keluarga Nanggong waktu itu," gumam Dong Fai pelan.Xie Jing Cuan masih memetik guzhengnya, jari-jarinya menari di atas senar, menghasilkan melodi yang lembut namun penuh kekuatan. "Wajar saja, karena peristiwa itu bersamaan dengan terungkapnya aliansi mereka dengan Negeri Utara," ucapnya dengan santai.Di hadapannya, Dong Fai duduk dengan santai, menikmati arak spesial dari wisma Lonceng Naga. Aroma arak yang harum memenuhi udara, menambah suasana tenang malam itu."Hal itu membuat Kekaisaran Kaili maupun sekte kita tidak senang. Kau pasti tahu sebabnya bukan?" Xie Jing Cuan bertanya pada Dong Fai. D
Lembah Lotus, Pegunungan Selatan Di lembah lotus yang sunyi, kabut tipis menyelimuti permukaan air yang tenang. Bunga-bunga lotus bermekaran, memancarkan aroma yang menenangkan. Terdengar suara guqin samar-samar. "Ketua Zhang," gumam beberapa murid sekte yang kebetulan melalui jalan setapak beralas batu yang menghubungkan beberapa area di lembah yang merupakan markas sekte Lotus Hitam.Di sala satu sudut pelataran luas, di tepi kolam yang ditumbuhi beberapa bunga lotus berbunga hitam, Zhang Jiawu duduk seorang diri memetik guqinnya. Dia memainkan sebuah lagu merdu mendayu yang terdengar hingga ke seantero lembah."Lagu yang sangat indah, mengingatkanku akan sebuah pesta di istana kekaisaran Kaili beberapa tahun lalu." Tiba-tiba saja terdengar suara seseorang. Tidak terlalu keras, tetapi cukup untuk membuat Zhang Jiawu mengalihkan perhatiannya dari senar guqin meski hanya sekejap. "Turunlah," perintah Zhang Jiawu pada orang itu. Dia melirik pada pohon-pohon plum yang berada tak jauh
Meigui Jin, Ibukota Negeri UtaraLi Feng Hai menatap Permaisuri Ye Yang hampir saja memuntahkan darah saat membuka kotak-kotak peti yang dibawanya. Wanita cantik itu seketika menjadi pucat pasi. Perutnya terasa mual."Yang Mulia, selain itu ada pesan dari Tuan Xie Jing Cuan sebagai pemilik Wisma Lonceng Naga." Li Feng Hai menyerahkan sebuah gulungan.Permaisuri Ye membacanya dan kemudian berteriak marah melemparkan gulungan itu. Jika kedua peti berisi kepala Kasim Zhou dan Kasim Zheng membuatnya merasa ngeri, maka gulungan itu membuatnya naik darah."Apa kalian ingin membuatku bangkrut," geramnya seraya melirik Li Feng Hai.Li Feng Hai hanya tersenyum tipis. Kemudian dia menjelaskan tujuannya datang ke Negeri Utara selain membawa kepala kedua kasim yang dipenggal Wu Hongyi dan juga tagihan dari Xie Jing Cuan atas merusak Wisma Lonceng Naga."Yang Mulia, Negeri Kaili tidak akan ikut campur suksesi di Negeri Utara. Namun, Kaisar Ao
Seperti yang dikatakan Xie Jing Cuan tadi, matahari perlahan-lahan muncul di timur. Meski masih malu-malu, tetapi sinarnya cukup untuk menyinari pedang di tangan Xie Jing Cuan.Di halaman wisma, di mana semua orang berkumpul, Pedang Bulan milik Wu Hongyi tiba-tiba bergetar dan melayang. Pedang itu terbang melesat meninggalkan halaman."Ketua," gumam Wu Hongyi lirih. Dia berusaha untuk bangun dan mengikuti pedangnya. Namun, tubuhnya tak mampu lagi."Yu, kita harus ke danau!" Fu Rui segera memapah Wu Hongyi dan membawanya terbang. Diikuti Ketua Qilin dan yang lain. Sebelum itu Dun Ming sempat meminta para pelayan wisma untuk mengurus jenazah Kang Li.Mereka tiba di danau yang membeku, tepat saat Xie Jing Cuan melemparkan Pedang Matahari yang bersatu dengan Pedang Bulan ke arah Zhang Jiawu dan tepat menancap di dadanya. Pria itu menatap dadanya yang terluka parah. Dicabutnya pedang itu dan melemparkannya. Dia hendak menyerang
Ketua Qilin tertegun, pasir keemasan berhamburan di halaman wisma. Sosok Feiyu berdiri tegak di tengah halaman dengan pusaran pasir mengelilinginya."Aku tidak keberatan untuk menyapu bersih kalian semua," ucapnya dengan tatapan dingin pada para anggota sekte Lotus Hitam yang tersisa."Bai Hua, sebaiknya kita mundur dan membantu Ketua," Yang Hui berbisik pelan. Bai Hua tidak segera menyahut.Dia menatap sekelilingnya sekilas. Kemudian dia mengangguk dan memberi isyarat agar seluruh anggota sekte mundur mengikutinya.Para tetua sekte Lotus Hitam itu pun mundur dengan terbang menjauhi wisma.Sementara itu Kang Li berusaha membantu Wu Hongyi dan Dun Ming. Namun,jurus tapak beracun milik kedua Kasim dari Negeri Utara itu mengenai dadanya. Kang Li pun tersungkur jatuh melayang dari atap aula utama."Kang Li!" Dun Ming berteriak panik dan meluncur turun untuk menangkap tubuh Kang Li. Sedangkan Wu Hongyi menatap keduanya yang meluncur d
Ao Yu Long hanya memandangi kepergian Jenderal Duan. Dia melirik atap aula utama di mana Wu Hongyi dan Dun Ming masih bertarung dengan kedua Kasim dari Negeri Utara. Di sisi lain, Dong Xiu Bai dan Mu Jin masih berjaga-jaga melindungi Pangeran Dong Fang Xian. "Xie Jing Cuan, mau tidak mau aku harus bertarung dengan Zhang Jiawu bukan?" gumamnya seraya menatap Zhang Jiawu yang masih berdiri tegak tak jauh darinya. "Aku tidak ingin bertarung denganmu, Yang Mulia." Pria berhanfu dan berjubah hitam bermotif bunga lotus itu berkata dengan kesal. "Bagiku bukan masalah, apakah harus bertarung denganmu atau tidak," sahut Ao Yu Long santai. Dia tersenyum tipis dan tangannya bergerak mengangkat pedang esnya. Pedang itu berkilau kebiruan ditimpa sinar bulan. Menimbulkan kilatan-kilatan kebiruan yang indah, tetapi juga mengerikan. Siapa pun tahu jika pedang itu ditebaskan dengan kekuatan
Kelopak-kelopak lotus hitam berhamburan menyerang Wu Hongyi dan Dun Ming. Pedang Bulan Wu Hongyi berkelebat cepat mencacah kelopak-kelopak lotus itu hingga hancur berkeping-keping.Zhang Jiawu memberi isyarat pada anggota sekte Lotus Hitam yang masih berada di luar untuk menyerbu masuk. Wu Hongyi yang menyadari situasi mulai tidak menguntungkan mereka, membunyikan lonceng di jarinya. Begitu juga dengan Dun Ming.Dari kegelapan malam, muncul sosok-sosok mayat hidup yang menghadang para anggota sekte Lotus Hitam. Sementara Kang Li sadar betul dia tidak akan bisa menahan mereka semua sendirian. Dia mengibaskan selendang putihnya disertai mantra Sutra Kematian.Selendang putih itu berkelebat dengan cepat, meliuk-liuk dan menghajar sepuluh pembunuh bayaran dari organisasi Tangan Kematian. Yu Jue, pimpinan mereka pun terluka cukup parah. Namun, kedatangan orang-orang dari sekte Lotus Hitam membuat Kang Li kerepotan.Beruntung sa
Seorang pria muda tampan berhanfu dan jubah hijau muda tersenyum menatap sang kasim. Memamerkan deretan giginya yang putih berseri-seri dan senyum yang teramat manis. "Dun Ming, si pemilik senyum malaikat," gumam Kasim Zhou. Dun Ming, ketua pintu kematian ke-lima, tersenyum tipis menganggukkan kepalanya. "Wah, rupanya Kasim Zhou masih mengingatku dengan baik. Aku sungguh merasa terhormat." Dun Ming kembali memamerkan senyuman yang bak malaikat. Sayangnya, senyum indahnya itu hampir dipastikan membawa maut bagi orang-orang di sekelilingnya. Karena itu dia dijuluki Pemilik Senyum Malaikat Maut. "Jangan halangi aku!" Kasim Zhou menyipitkan matanya dan tanpa basa-basi menyerang Dun Ming dengan pedangnya. Pemuda tampan itu hanya tersenyum tipis dan terbang menghindari serangan sang kasim. Dia melompat ke atap aula utama bergabung dengan Wu Hongyi yang tengah bertarung dengan Kasim Zheng. Wu Hongyi tertegun, tetapi tidak bertanya dan justru menjadi
Kasim Zheng menatap Wu Hongyi. Dia kembali berdiri tegak. Darah merembes di hanfu ungunya, tetapi itu tidak menghalanginya untuk melanjutkan pertarungannya. "Pangeran Mahkota patuhilah perintah Permaisuri Ye!" Dia berseru pada Pangeran Dong Fang Xian yang berdiri di atap bangunan di belakang bangunan di mana Kasim Zheng dan Wu Hongyi berada. "Kasim Zheng! Aku hanya mematuhi perintah Ayahanda Kaisar! Yang Mulia memerintahkan diriku untuk pergi dari Negeri Utara dan baru diijinkan kembali jika Yang Mulia telah tiada!" sahut Pangerang Dong Fang Xian dari kejauhan. Pangeran Dong Fang Xian berbicara dengan tenang dan tegas. Dia sangat memahami keberpihakan Kasim Zheng dan Kasim Zhou pada Permaisuri Ye. Mereka berdua merupakan Kasim yang terkuat baik posisi, status maupun ilmu beladiri diri, di dalam Istana Meigui Jin. Bahkan Kasim Wang pun belum tentu mampu mengalahkan salah satu dari mereka berdua. "Pangeran, jangan salahkan hamba!" Kasim Zheng m
Tongkat berkilau itu bergerak cepat sebelum pedang milik Rou menyabet Yu Jue. Benda itu menghantam dada Rou dan membuat gadis cantik jatuh ke tanah berlapis salju yang dingin. Seteguk darah muncrat dari mulutnya."Kami hanya ingin membawa kembali Pangeran Mahkota!" Sang pemilik tongkat, seorang pria berpakaian khas berwarna ungu dan hitam, berbicara dengan tegas.Rou berdiri meski tertatih-tatih. Dia mengusap sudut bibirnya dengan punggung tangannya. "Tidak semudah itu! Lewati aku dulu!" Rou sama sekali tidak gentar. Meski menyadari tongkat perak berkilau di tangan pria itu cukup berbahaya bahkan mungkin mematikan."Gadis kecil, jangan memaksaku!" Pria itu bergerak cepat. Tongkatnya memukul tanah dan salju kembali berhamburan bersamaan dengan batu-batuan yang melapisi halaman utama wisma.Rou dengan cepat menghindar. Dia melompat dan berputar kemudian mendarat di ujung tangga yang menuju aula utama. Meski terluka, tetapi dia masih mampu bertahan d
Pintu gerbang kayu terbuka karena ditendang dengan kekuatan yang cukup besar. Kini pintu gerbang wisma Lonceng Naga itu terbuka lebar. Papan nama kayu yang tergantung di atasnya ikut terjatuh dan terbelah dua. Hanya lonceng naga saja masih tergantung kokoh di atas pintu gerbang itu."Begitulah cara kalian bertamu?" Rou berdiri tegak di tengah halaman aula utama. Dia berdiri seorang diri, menyambut kedatangan para tamu yang tak diundang dan sepertinya juga tidak berniat untuk menginap di wisma selayaknya para tamu yang biasa mengunjungi wisma."Kami sudah membunyikan lonceng di gerbang! Namun, tidak ada yang membukakan pintu gerbang!" sahut salah seorang dari orang-orang yang memaksa untuk memasuki wisma.Dia seorang wanita cantik yang mengenakan hanfu berwarna biru dan putih. Dia melangkah maju mendekati Rou dengan penuh percaya diri."Tentu saja! Bagaimana kami akan menyambut tamu yang datang di tengah malam di tengah musim dingin seperti ini? Bu