Home / Romansa / Istri Tebusan Paman Mantanku / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Istri Tebusan Paman Mantanku: Chapter 61 - Chapter 70

260 Chapters

61. Makan Malam Di Restoran

Laureta pun melebarkan matanya, terkejut karena Marisa begitu peduli akan tas yang ia kenakan.“Kak, padahal Kakak tidak perlu repot-repot,” ujar Laureta yang merasa tidak enak hati, meski sebenarnya senang.“Anggap saja tas itu sebagai kado pernikahanmu dengan Kian. Aku bertanya pada Kian berkali-kali, kado apa yang dia mau dariku, tapi dia tidak mau menjawab. Lucu sekali bukan. Kakak sendiri menikah, tapi adiknya tidak memberinya apa-apa. Kalau dilihat-lihat, apa lagi yang bisa aku berikan untuknya? Dia sudah punya segalanya bukan?”Laureta tersenyum sambil mengangguk perlahan. “Iya, Kak betul. Kak Marisa yang jadi adiknya saja bingung mau memberi kado apa untuknya. Apalagi aku yang tidak punya apa-apa.”Marisa terkekeh. “Tidak usah minder. Kamu sudah hadir dalam hidupnya, menjadi istrinya saja itu sudah merupakan kado teristimewa untuk Kian. Aku terlebih sangat bersyukur karena akhirnya dia bisa menemukan kebah
Read more

62. Helga Menyebalkan

“Ya, Kak,” jawab Laureta. “Barusan suamiku telepon dan menanyakan posisiku di mana.” Lidah Laureta serasa kelu menyebut Kian sebagai suaminya. Ia tidak pernah mengakuiny seperti itu sebelumnya. Rasanya ternyata aneh juga. “Lalu? Apa dia akan menyusul ke sini?” tanya Marisa. Laureta mengangguk. “Ya, dia bilang dia akan datang ke sini.” Marisa mengangguk. “Ah ya. Tidak biasanya dia mau menjemput.” Lalu ia terkekeh. “Kalau untuk istrinya tercinta, pasti apa pun akan dia lakukan. Ya kan, Ga?” Helga menoleh pada Marisa, wajahnya tampak terkejut karena ditanya tiba-tiba. Namun, kemudian Helga ikut tertawa pelan. “Ya, begitulah. Kebetulan sekali Laureta bisa mendapatkan suami yang sangat baik. Semoga saja kamu juga sepadan untuknya ya.” Laureta mengangguk sambil tersenyum. Lalu ia berpikir ulang. Apa memang ia tidak terlihat sepadan untuk Kian? “Kalau aku boleh tahu, berapa umurmu, Laureta?” tanya Helga. “Umurku dua puluh dua tahun,” jawab Laureta jujur. “Oh, my God. Masih sangat mud
Read more

63. Menertawakan Hal Yang Menyebalkan

“Sampai bertemu lagi ya, Sa. Mulai hari ini, kita akan sering-sering bertemu,” ucap Helga sambil memeluk Marisa sambil mencium pipi kiri kanannya.Marisa tersenyum sumringah. “Tentu saja! Aku sudah tidak sabar untuk pergi main denganmu dan juga teman-teman yang lain.”“Baiklah. Jangan lupa untuk menghubungiku ya, Sa.”“Iya, Ga. Sampai ketemu lagi ya. Dadah.”Laureta melambaikan tangannya sambil tersenyum palsu. Setelah wanita itu pergi, Laureta pun bisa menghela napas dengan lega.“Eh, itu Kian!” seru Marisa.Wajah Kian tampak pucat. Ia menatap Laureta dari bawah ke atas. Napasnya seperti yang terengah-engah.“Kamu habis lari ya?” tanya Laureta sambil tersenyum menatap Kian.“Hmmm, ya. Begitulah,” jawab Kian sambil lalu. “Uhm, kenapa kalian bisa ada di sini?”“Aku dan Laureta baru saja makan malam bersama di sini. Apa kamu mau makan juga, Kian?” tanya Marisa.“Ya, sebenarnya aku lapar,” jawab Kian yang memang terlihat sangat membutuhkan nutrisi. Laureta jadi kasihan melihatnya.“Ya su
Read more

64. Laureta Yang Polos

Sungguh rasanya aneh sekali, setelah puas tertawa, lalu sekarang Kian terkejut. Hidupnya memang seperti roller coaster semenjak ia bertemu dengan Laureta.Saat ia hendak menemui Laureta, ia melihat Helga yang baru saja keluar dari restoran. Wanita itu tersenyum manis padanya dan berlalu begitu saja.Kian tak menyangka jika Helga sampai berani menemui Laureta. Namun, ia justru lebih tak percaya lagi jika ternyata Helga adalah temannya Marisa. Sungguh terlalu. Apakah dunia bisa sesempit ini?Sebuah kecurigaan muncul dalam hatinya. Rasanya terlalu kebetulan jika Helga adalah temannya Marisa. Bisa jadi, Helga melakukan itu dengan sengaja.Kian jadi penasaran, hal apa yang sedang Helga rencanakan.“Kamu tidak perlu terkejut seperti itu,” ujar Laureta membuyarkan pikirannya.“Kalau kamu tidak suka, sudah saja kamu tidak usah jadi personal trainer dia. Lagi pula, kamu kan tidak mengenalnya,” ucap Kian sambil memutar pastanya dengan garpu.“Aku memang tidak mengenalnya. Lebih tepatnya, aku ba
Read more

65. Hadiah

Laureta memang tidak pernah merasa kenyang, pikir Kian.Kian memutar bola matanya sambil menggelengkan kepala. “Ya, Marisa. Laura itu kalau makan banyak sekali. Kamu akan rugi jika terus mengajaknya makan di tempat mewah seperti ini.”“Yang benar saja? Kian hanya bercanda, Ta. Kamu tidak usah mendengarkannya. Lagi pula, aku tidak pernah merasa rugi mengajakmu makan di restoran itu.”Laureta terkekeh. “Terima kasih, Kak. Kian memang sudah bercanda.” Laureta menyikut Kian cukup keras hingga Kian pun membelalak.Marisa tertawa-tawa ceria. “Oh ya, ini untukmu.”Adiknya menyerahkan tas belanja itu ke tangan Laureta. Kian menatapnya curiga.“Apa ini, Kak?” tanya Laureta sambil terperangah.“Sesuai janjiku tadi. Aku ingin memberimu hadiah.”“Oh, ya ampun. Terima kasih banyak, Kak.” Laureta memeluk Marisa sambil mengusap pundaknya dengan sayang.Kian senang melihat kedekatan Laureta dengan Marisa. Namun, ia merasa sedikit cemburu karena Laureta tidak pernah memeluknya semanis itu saat Kian me
Read more

66. Atas Nama Cinta?

Laureta tampak terkejut mendengar ucapan Kian. Ia seperti yang tidak bisa berkata-kata.“Bagaimana, Laura? Apa kamu mau bertemu orang tuamu?”“Apa boleh?” Tampak secercah pengharapan di wajah Laureta.“Tentu saja. Kamu bisa saja mengunjungi ayahmu di penjara. Apa kamu mau?”Laureta mengangguk. “Baiklah, aku mau.”“Kamu tidak takut? Di penjara ada banyak orang jahat. Aku tidak bisa menemanimu ke sana. Kamu akan ke sana sendirian.”“Mereka kan dikurung. Aku tidak mungkin diserang di sana kan. Ada petugas keamanan di sekeliling sana,” jawab Laureta. “Aku rasa, aku akan baik-baik saja.”Sebenarnya, Kian tidak setuju membiarkan Laureta menemui ayahnya, tapi apa boleh buat. Laureta mungkin merindukan ayahnya meski ia menyebut dirinya anak pungut.“Baguslah kalau begitu. Nanti aku akan meminta Karsa untuk mengantarmu ke penjara.”“Tidak apa-apa. Aku bisa pergi sendiri,” kata Laureta sambil mengangguk. Tampaknya tekadnya untuk menemui sang ayah sudah sangat bulat.“Oh ya, aku juga punya nomor
Read more

67. Menyiksa

“Ugh! Dasar menyebalkan!” rutuk Laureta dengan suara pelan saat ia berada di kamar mandi.Ia khawatir jika Kian sampai mendengar suaranya. Ia sengaja menyalakan keran air supaya suaranya tersamarkan.Selesai mandi, Laureta pun terpaksa mengenakan lingerie lagi. Padahal ia sudah senang sekali karena membawa pakaiannya yang biasa ia pakai dulu. Namun, Kian langsung tahu dan melarang keras Laureta untuk mengenakan pakaian jelek itu.Padahal menurut Laureta ini adalah pakaian kesayangannya, pakaian ternyaman sedunia. Meski memang lingerie itu sangat halus dan dingin bahannya, tapi benda itu terlalu banyak memperlihatkan tubuhnya.Bisa jadi Kian memintanya untuk melayaninya lagi. Laureta lelah sekali. Tadi pagi, ia sudah memberikan Kian jatah, seharusnya sudah cukup untuk hari ini.Akhirnya, Laureta pun keluar dari kamar mandi sambil menggosok rambutnya yang basah dengan handuk. Kian melihatnya, lalu giliran dirinya yang mandi. Laureta gugup
Read more

68. Tidak Jadi Main

Kian menghela napas berat sambil berguling ke samping. Wajahnya langsung kesal sambil memberengut. Laureta bingung.“Ada apa, Kian?”“Ah, menyebalkan sekali. Aku mau mandi sekarang.”Kian pun bangkit dari kasur. Laureta memperhatikan kejantanannya menciut. Ia jadi bingung.“Apa salahku?”Ia pun melihat celana dalamnya dan meringis. Terdapat noda kemerahan di celana dalamnya.“Yaaaah.”Laureta tidak sadar jika ia datang bulan. Ia pun bergegas ke ruang pakaian dan mengganti celana dalamnya yang sudah dialasi pembalut.Permainan malam ini pun gagal total. Laureta mengenakan kembali lingerie-nya. Hilang sudah semua perasaan seksinya.Seharusnya ia menyadari jika sekarang ini sudah tanggalnya ia datang bulan. Mungkin karena ia habis olahraga, jadi menstruasinya langsung lancar.Kian pun harus gigit jari karena tidak mendapat jatah ronde kedua. Setidaknya, Laureta sudah me
Read more

69. Wajah Memar

Lalu kedua orang tua Kian masuk ke ruang makan diikuti Marisa yang wajahnya selalu ceria. Kelvin, suaminya mengikutinya di belakang lalu menyapa dengan sopan.“Ada ribut-ribut apa ini?” tanya sang ayah dengan suara keras yang mendominasi.“Itu, Pa. Coba lihat wajah Erwin,” ucap Elisa dengan kesal.Erwin menunduk sambil menutupi sebelah wajahnya. “Sudahlah, Ma. Tidak usah dibesar-besarkan. Aku jadi malu.”“Ada apa dengan wajahmu, Erwin?” tanya sang kakek.Erwin menjawab dengan suara kecil, “Wajahku terkena tembok.”“Kamu serius? Bagaimana hal itu terjadi?”“Ya, aku sedang berjalan, lalu tidak melihat tembok,” ucap Erwin yang terdengar asal.Laureta cekikikan pelan. Ia berusaha menahan tawa, tapi rasanya sulit sekali. Erwin terlihat sangat bodoh.Kian meliriknya dengan tatapan maut seolah memperingatkannya untuk tidak menertawakan keponakan
Read more

70. Kunjungan Tak Terduga

Mobil itu pun berhenti di tempat parkir yang luas, tapi sepi. Mungkin tidak biasanya pada hari ini ada keluarga yang mengunjungi tahanan atau bisa jadi ia datang terlalu pagi.Seorang petugas menghampirinya, memberi hormat. Lalu petugas itu memeriksa KTP Laureta. Akhirnya, ia dipersilakan untuk masuk ke dalam. Ada sebuah ruangan khusus untuk kunjungan tahanan.Laureta duduk di sana dengan jantung yang berdetak kencang. Ia takut sekali berada di tempat ini. Tak pernah terbayangkan dalam hidupnya jika ia harus duduk di sini, dikelilingi oleh petugas keamanan yang siap menembak jika sampai terjadi sesuatu.Seketika Laureta mempertanyakan dirinya sendiri, untuk apa ia datang ke tempat ini? Ia tidak begitu ingin bertemu dengan ayahnya. Ia mengkhawatirkan sesuatu hal yang ia sendiri tidak mengerti. Jika waktu bisa diputar ulang, ia tidak ingin berada di sini.Butuh waktu sekitar dua puluh menit hingga dua orang petugas membawa ayahnya masuk ke ruangan yang bera
Read more
PREV
1
...
56789
...
26
DMCA.com Protection Status