"Kalau apa? Ibu kenapa, Bu?" Cinta bertanya lirih. Rasa panik menjalar saat melihat wanita nomor satu di hatinya tampak kesulitan bernapas. Perlahan jemarinya naik meraba dahi sambil terus memberi dukungan."Jangan terlalu dipaksa bergerak, Bu," tambahnya dengan membelai, menggenggam lembut tangan mengeriput yang digerogoti penyakit menahun."S-sebenarnya, Ibu yang bertanggung jawab atas kematian kakakmu Gita." Lagi, wanita itu berbicara gagap. Susah payah dia mengatur napas hingga wajahnya ikut menegang.Cinta menggeleng pelan, matanya menatap wanita yang juga sedang menyorotinya dengan pandangan sayu."Ibu bicara apa? Tenang dan istirahat, ya. Jangan pikir macam-macam dulu," bujuknya agar resah hati sang ibu bisa mereda."Cinta, Sayang. Semua harus dibahas karena setelah ini, ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan tenang," keluh Melly berat. Dia perlu menjelaskan sesuatu kepada Cinta tanpa harus menunggu rasa sakit mengunci jalur suara dan otaknya. "Ibu ingin ngobrol apa? Na
Read more