All Chapters of Mantan Suami Ingin Cintaku Kembali : Chapter 101 - Chapter 110

127 Chapters

Bab 101 Tangisan Anin

Seiring berjalannya waktu, aku mulai menerima kehidupan ini. Hidup seorang diri di kota orang. Aku jauh dari kata baik-baik saja, tapi aku sadar jika tidak begini, aku terus terjebak di masa lalu. Karena sejatinya, kita harus mengejar sesuatu yang membuat kita merasa hidup. "Mbak Serena sarapannya sudah jadi," panggil Mbok Darmi. Sebenarnya aku bingung, kenapa Mbok Darmi bisa dipekerjakan oleh Mas Rifki. Sepertinya, Mbok Darmi juga bukan orang sini, apakah beliau ini merantau? Aku duduk di meja makan dengan Mbok Darmi yang sedang menuangkan air minum untukku. "Mbok, saya mau tanya. Mbok Darmi ini asli Bali atau rantauan?" tanyaku memandangnya. Ia menaruh gelas itu tepat di depanku. "Mbok aslinya orang Solo, Bu. Ikut suami ke sini karena suami kerja di sini. Mbok di sini sudah 20 tahun. Mbok juga yang dari awal mengurus Villa Mas Rifki sampai akhirnya dihuni Bu Serena."Aku mangut-mangut sendiri. Mbok Darmi tinggal di Bali hampir mencapai usiaku. Berarti beliau sudah banyak tahu. A
Read more

Bab 102 Kembali Bertemu Elmar

"Mbok aku keluar sebentar, ya!" kataku."Iya, Mbak!" jawab Mbok Darmi tidak kalah lantang, sebab perempuan itu sedang masak untuk makan malamku. Tidak terasa hari sudah mulai sore. Aku bergegas keluar karena ingin menikmati udara pantai senja sebagai pelengkapnya. Aku berjsalan menuju pantai karena Villa yang aku tempati jaraknya tidak terlalu jauh dengan pantai. Seiring dengan langkah gontaiku, akhirnya aku sampai di tempat tujuan. Aku menatap kosong ombak di depan sana. Menenangkan. Ini kali pertamanya aku ke pantai sendirian dan mungkin akan menjadi rutinitas sepanjang tinggal di sini. Musti kalian tahu, aku kembali mengganti nomor teleponku. Yang tahu hanya keluargaku dan Bella saja. Aku serius ketika berucap tidak ingin lagi berurusan dengan orang di masa lalu. Aku, ingin hidup tenang di sini. Aku mendekat ke arah pesisir pantai hingga kakiku mengenai ombak air. Aku tersenyum senang. Rasanya dingin, tapi menyejukkan. Di sini tidak terlalu ramai. Hanya ada beberapa orang yang
Read more

Bab 103 Pernyataan Kinan

Pagi ini aku disibukan dengan berkas yang menumpuk di atas meja. Harusnya hari ini jadwalku terbang ke Bali karena ada proyek yang sedang berjalan di sana. Namun, hal itu harus dijadwalkan kembali karena proyek di Singapura ada sedikit masalah. "Ini yang semalam minta direvisi oleh klien, Pak." Hendra menyerahkan satu berkas ke hadapanku. "Di bagian lantai ada sedikit perubahan. Di sini, klien minta rombak karena ia merasa kurang cocok." Hendra terus menjelaskan apa yang salah dan harus segera diperbaiki. "Ini satu lagi, Pak. Di bagian belakang rumah, klien minta dibuatkan gazebo letaknya di sini, tidak jauh dari kolam renang."Saat Hendra sedang menjelaskan apa saja yang baru ia revisi. Pintu terbuka kencang dari luar dan menampilkan ibu dengan sorot marah datang ke ruanganku. Aku lantas berdiri dan Hendra segera menyingkir lalu ia membungkuk pada ibuku. Ia menatap padaku sebentar sebelum akhirnya pergi. Hal itu juga sama dilakukan oleh Reno yang tadi sempat mengantar ibu ke sini.
Read more

Bab 104 Pencarian

Aku keluar dari ruangan, berjalan ke tempat kerja Hendra. Semua mata hampir tertuju padaku, tapi mereka kembali ke pekerjaannya masing-masing. "Hendra," panggilku nyaris berbisik. Hendra sontak berdiri. "Iya, kenapa, Pak? Soal revisi tadi, apa ada yang salah? Perlu saya tinjau dan buatkan ulang?" Aku menggeleng pelan. Rupanya Hendra menganggap aku mendatanginya karena masalah pekerjaan. Padahal bukan itu. Aku memiliki tujuan lain. "Kamu masih dekat dengan Bella?" tanyaku pelan. Hendra tampak kebingungan. "Gimana maksudnya, Pak?" "Jangan pura-pura. Dua hari ini kamu sering antar jemput Bella. Benarkan?" Hendra langsung bungkam. "Saya butuh informasi." Aku berbisik pada Hendra. Pria itu langsung terdiam. Wajahnya tidak bisa berbohong kalau ia terkejut akan perintahku barusan. "Bonus akhir bulan, sebagai imbalannya." Aku menepuk pundak Hendra sebelum akhirnya kembali masuk ke dalam ruang kerjaku. Aku tersenyum tipis setelah duduk di tempat kerja. Semoga Hendra dapat membantuku
Read more

Bab 105 Kedatangan Mas Samuel

"Mbok aku keluar dulu, ya, mau cari udara segar!" teriakku. "Nggeh, Mbak!" balas Mbok Darmi yang sedang sibuk dengan pekerjaannya. Keluar pagi seperti ini sebenarnya bukan hanya mencari udara segar saja, aku berniat mencari kerja juga. Sudah beberapa hari tinggal di Bali, aku tidak mungkin mengandalkan uang tabungan terus. Aku juga tidak ingin merepotkan banyak orang, termasuk Mas Rifki. Agendaku pagi ini yang pertama adalah periksa kandungan. Sekarang aku sudah di perjalanan menuju rumah sakit. Mungkin memerlukan waktu 30 menit, sebab rumah sakit terdekat hanya itu yang lain rata-rata 1-2 jam dari rumah. Aku sudah melihat ratingnya, dan di sana juga cukup bagus. Jadi, tidak salahnya aku periksa ke sana. Untungnya perjalanan ke rumah sakit tidak padat, jadi sampai di tempat tujuan pun dengan timing yang tepat. Aku turun dari Taxi usai membayarnya. Aku menatap kagum ke arah rumah sakit yang menjulang tinggi di depan. Semoga biayanya tidak mahal, itu yang kurapalkan dalam hati. Seb
Read more

Bab 106 Hampir Ketahuan

"Pak Samuel?" sapa Pak Jamal dengan senyum lebar. Aku menegakkan kepala. Sial. Mereka saling kenal? SEBELUM langkah itu makin dekat, aku harus cepat mengambil ancang-ancang. Aku mendekat ke arah Pak Jamal, kamu harus akting Serena! "Pak, saya boleh ke toilet sebentar? Saya kebelet, Pak!" pekikku langsung ngibrit entah ke mana. Aku mengatur napas. Mengintip dari balik dinding. Hampir. Hampir Mas Samuel tahu keberadaanku. Aku menajamkan telinga berusaha mendengar apa yang mereka bicarakan. "Kenapa, Pak? Tadi siapa, saya ganggu Pak Jamal, ya?" tanya Mas Samuel setelah sampai di hadapan orang yang hendak interview aku. "Ah, bukan siapa-siapa. Itu pelamar yang mau interview kerja. Pak Samuel ada proyek di sini?" Mas Samuel terlihat mengangguk. "Iya, siang ini saya mau cek proyek yang lagi berjalan di sekitar sini. Resto Anda selalu ramai, ya. Saya mau numpang makan." "Ah, Pak Samuel ini bisa saja. Ayo silakan duduk, Pak." Aku melihat semuanya. Itu nyata Mas Samuel. Tapi, aku tidak
Read more

Bab 107 Ayah?

Setelah cek proyek aku memutuskan pergi ke hotel untuk beristirahat. Besok sudah harus kembali ke Jakarta lagi karena masih banyak kerjaan di sana. "Soal Serena, kamu sudah dapat kabar?"Reno menggeleng. "Untuk saat ini belum, Pak. Kami masih mencarinya."Sebenarnya, saat di resto tadi aku sempat melihat Serena. Entah penglihatan aku yang salah atau bukan. Meski tidak melihat wajahnya secara langsung, postur tubuhnya cukup mirip. "Reno, waktu di resto tadi, perempuan yang semula sedang bicara dengan Pak Jamal lalu pergi. Kamu merasa tidak perempuan itu mirip dengan Serena?" tanyaku karena gusar sendiri. "Perempuan yang katanya pelamar yang mau interview itu? Saya rasa nggak, Pak. Karena Bu Serena tidak mungkin melamar pekerjaan di restoran," balas Reno. Aku setuju pada Reno. Jika mau, Serena bisa kerja di tempat yang sesuai dengan latar pendidikan terakhirnya. Juga, ia tidak mungkin tinggal di Bali. Aku menepis pikiran tersebut, sebab tidak mungkin Serena ada di sini. Mungkin yang
Read more

Bab 108 Tentang Ayah

SEKARANG, aku sedang duduk bersama ayah. Iya, ayah. Ayah kandungku sendiri. Sosok yang selama bertahun-tahun ini baru bisa kulihat lagi. Sosok yang amat kurindukan. Aku menatap matanya. Pancaran penuh kerinduan aku pancarkan padanya. Aku rindu, tapi aku tidak mengerti atas apa yang saat ini sedang terjadi. Aku ingin memeluknya, tapi aku butuh penjelasan. "Ayah dan ibunya Elmar sudah menjadi keluarga sejak dulu. Saat ayah memutuskan pindah ke Bali."Itu artinya setelah bercerai dengan ibu, tidak lama dari itu Ayah menikah dengan tante Luna? Aku bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana sakitnya jadi ibu. Kupikir, Ayah menikah lagi itu dua atau tiga tahun setelah berpisah dengan ibu. Ternyata persepsi ku selama ini salah. "Ayah menikah dengan Luna—ibunya Elmar, 5 bulan setelah ayah dan ibu kamu resmi bercerai." Ayah memandangku dengan seksama."Ayah minta maaf karena telah meninggalkan kamu dan ibumu dengan luka yang begitu hebat. Ayah minta maaf Serena," ucap Ayah begitu tulus. Aku m
Read more

Bab 109 Faktanya

Lampu mobil yang menyoroti Villa ku langsung redup kala kami telah sampai di kediamanku. Aku membuka seatbelt, lalu mengucapkan terima kasih kepada Elmar dan keluar dari mobil tersebut. "Serena!" panggil Elmar ikut keluar. Aku menatapnya cukup canggung. Tadi, saat di dalam mobil pun sama. Hanya keheningan yang menemani perjalanan pulang. Kini, pria itu sudah berdiri tepat di hadapanku. "Kenapa, Mas?" tanyaku lebih dulu. Ia tampak menarik napas lalu menghembuskannya perlahan. "Sebenarnya saya sudah tau kalau kamu anaknya Papi." Aku mengerutkan kening. Maksudnya? "Saya dan Rifki yang merencanakan ini semua." Aku makin tidak mengerti. Maksudnya apa? Aku tampak seperti orang bodoh di sini. Mereka berniat membohongiku? "Mas Elmar dan Mas Rifki saling kenal?" tanyaku bingung. Ia mengangguk setuju. "Saya lupa kapan tepatnya, tapi waktu itu Rifki datang ke rumah orang tua saya bersama Papi—ayah kamu sendiri.""Sebelum menikah, ayah kamu pernah bilang bahwa dia punya 2 anak, dan saat
Read more

Bab 110 Lima Tahun Berlalu

Hari berganti bulan, bulan berganti tahun. Kini, lima tahun sudah aku menghabiskan hidup di sini. Tidak dapat dipungkiri bahwa membesarkan anak seorang diri itu tidak mudah. Namun, sejauh ini aku bahagia. Menyadari bahwa bahagia tidak melulu harus bersama dengan pasangan. Di lima tahun ini, banyak hal yang membuat aku belajar tentang hidup. Karena bagaimanapun, baik dan buruknya diriku, aku sendiri yang menerimanya. Tidak masalah apa kata orang, aku bahagia. Aku menemukan kebahagiaan yang sebelumnya belum pernah aku dapatkan. Sakti. Dialah awal kebahagiaanku. Sakti sosok yang membuat diriku kuat dan bisa bertahan sejauh ini. Ia mirip sekali dengan ayahnya. Setiap melihat Sakti, wajah Mas Samuel selalu terbang di benakku. Namun, itu tidak masalah buatku. Aku memang tidak memiliki Mas Samuel, tapi aku punya Sakti yang berhasil membuat jiwaku hidup kembali. "Mom, you're here!" teriak Sakti. [Mama, kamu di sini!]Aku tersenyum dan menghampiri Sakti. "Mau pulang sama Mama?""Where is u
Read more
PREV
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status