All Chapters of Mantan Suami Ingin Cintaku Kembali : Chapter 91 - Chapter 100

127 Chapters

Bab 91 Kecupan

"Cepat buka mulut kamu," perintah Mas Samuel. Dengan hati dongkol, aku pun perlahan membuka mulut dan saat sendok itu hampir masuk ke dalam mulutku, tiba-tiba dering ponsel menyelamatkan diriku. "Ada telepon. Aku angkat dulu."Mas Samuel terlihat mendesah. Dan nasi yang tadi ia masukkan ke dalam mulutnya secara. Aku bergidik ngeri, lalu sedikit menjauh dari sana. "Halo, Mbak?" jawabku. Yang menelepon adalah Mbak Yuni. "Serena, kamu di mana? Bisa ke rumah sakit sekarang? Mbak mau jemput Kenzo dulu. Atau mau kamu aja yang sekalian ada di luar buat jemput Kenzo?"Aku menimang sebentar dan akhirnya memutuskan. "Biar aku aja, Mbak. Mbak di sana aja, nggak usah ke mana-mana.""Makasih, ya, Serena. Kenzo ada di kelas 1A, kalau nggak ketemu kamu tanya aja ke guru di sana."Baru aja aku hendak menjawab, Mbak Yuni lebih dulu menyerobot. "Oh, ya, Mbak boleh nitip sesuatu nggak? Mbak pengen makan lontong sayur.""Lontong sayur beli di mana, Mbak?" Jujur, aku memang kurang tahu yang jual lonto
Read more

Bab 92 Bayu Mantanku, Mas

Pukul 07.00 WIB. Seperti biasa, jam segini waktunya aku berkeliaran mencari makanan. Karena yang menjaga Ibu sudah ada Mas Rifki dan Mbak Yuni, jadi tidak masalah jika aku pergi. Aku menghirup udara malam. Cukup tenang dan menyejukkan. Posisiku saat ini masih di depan rumah sakit. Menikmati awan yang hampir menggelap sempurna. Aku menarik napas sebentar, lalu berjalan keluar rumah sakit dengan alas kaki seadanya. Jalan-jalan seperti ini membuat pikiranku lebih rileks. Rupanya aku memiliki hobi baru, yaitu jalan-jalan setelah matahari terbenam. Rasanya lebih menyenangkan. Aku tak perlu ngeluh panas dan sebagainya. Ada yang related tidak? Dibanding sunrise, sunset lebih menenangkan? Ya, sebab setelahnya malam. Sejujurnya, siang itu menurutku sangat pengap. Setiap matahari terbit, aku selalu berdoa cepatlah malam. Karena malam cukup menenangkan. Tidak terlalu bising. Juga jalan terbaik menghindari bertemu dengan orang-orang. Aku bukan introvert, tapi tidak suka bergaul dengan banyak
Read more

Bab 93 Jarak

Beberapa hari kemudian. IBU sudah kembali sehat. Semenjak kepulangan Ibu dari rumah sakit, sudah seminggu ini aku tidak pulang ke rumah. Bi Siti selalu menelpon setiap harinya, menanyakan keadaanku, kenapa aku tidak pulang dan lain sebagainya.Dan hari ini aku memutuskan pulang. Aku memandang rumah 2 lantai tersebut dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Entah sampai kapan aku berada di dalamnya, yang jelas berat sekali jika hari itu tiba dan mau tidak mau aku harus pergi. Meninggalkan semuanya. "Ya ampun Bu Serena!" ujar Bi Siti langsung menghampiriku. "Ibu gimana kabarnya? Sehat kan?"Aku tersenyum tulus dan mengangguk lirih. "Alhamdulillah kalau gitu. Ayo masuk, Bu. Bibi khawatir sama Bu Serena," katanya seraya membawaku ke dalam. Sesampainya di dalam, aku tidak langsung duduk di sofa. Berdiri tegak dengan perasaan yang benar-benar sulit dijelaskan. Rumah ini masih sama. Sayangnya, saat aku pulang tidak ada lagi yang merindu. Tidak ada sosok yang ku jadikan alasan untuk pulang k
Read more

Bab 94 Gaun Pernikahan

"Saya ikut senang mendengarnya Mbak Kinan," ucapku setelah lama terdiam. Tersenyum lebar untuknya. Senyumanku dibalas lebih lebar oleh Kinan. "Kamu tidak keberatan bukan, Serena?""Tidak sama sekali," jawabku melirik Mas Samuel sebentar. "Oh, ya, ini baru rencana bukan?" tanyaku tiba-tiba. Aku melirik tangan yang masih bertautan itu. "Saya lupa nawarin minum. Ngomong-ngomong mau minum apa? Biar saya buatkan sendiri.""Nggak usah Serena. Kami nggak lama—""Saya harus ke kantor." Mas Samuel berdiri lebih dulu. Aku dan Kinan pun sontak ikut berdiri."Kami pergi dulu Serena. Terima kasih sudah meluangkan waktu sepagi ini," ujar Kinan. "Ayo, Mas?"Mas Samuel terlihat tidak suka. Pria itu melepas rangkulan di tangannya. Menatap Kinan begitu tajam. Katanya mereka mau menikah, tapi kenapa sikap Mas Samuel justru aneh? "Kamu tunggu di mobil. Saya perlu bicara sama Serena," ucap Mas Samuel. "Tapi, Mas—" Mas Samuel langsung memotong. "Berdua."Helaan napas keluar dari mulut Kinan. Perempuan
Read more

Bab 95 Kau Dengan yang Lain

"Ada klien menunggu, Bu," ujar pegawai berbisik pada Ibu namun masih bisa kudengar. "Serena kamu lihat-lihat dulu aja, Ibu keluar dulu sebentar."Aku mengangguk lirih. Setelah Ibu keluar bersama pegawai tadi, aku mengambil ponsel dan memotret gaun tersebut. Entah untuk apa, yang jelas aku ingin menyimpan foto tersebut di dalam ponselku. "Kalau gaun ini milik Kinan, kenapa waktu itu aku nggak denger pemberitaan kalau dia dan Baskara sempat ingin menikah?" Aku terus berpikir keras. "Apa Mas Samuel sebelumnya udah tau, tapi nggak pernah cerita sama aku?" tanyaku pada diri sendiri. Aku langsung melotot kala sesuatu muncul dalam pikiranku. "Jangan-jangan Kinan masuk RSJ karena ini?!" pekikku. Tidak salah lagi. Teoriku masuk akal. Setahuku, Kinan masuk rumah sakit jiwa penyebabnya karena Baskara. Pria itu membuat Kinan hingga mengalami depresi karena pernikahan tidak jadi tersebut. Ya, kalau memang tebakanku benar. Berarti selama ini, Baskara telah memaksa Kinan untuk menikah dengannya
Read more

Bab 96 Kegilaan Mas Samuel

Aku membawa Kenzo ke toko bunga milik Ibunya. Meski omongan Kenzo cukup membuatku berpikir keras, aku harus bersikap biasa saja. Kenzo itu sebenarnya belum terlalu paham tentang perceraian, tapi anak itu tahu bahwa diriku dan Mas Samuel sudah berpisah. Mbak Yuni menjelaskannya dengan cara sederhana. Perempuan itu cukup berkata bahwa aku dan Mas Samuel tidak lagi tinggal dalam satu rumah dan kami bukan pasangan seperti ia dan Mas Rifki. Dan, ya, anak kelas 1 SD itu bisa menangkap apa yang Ibunya katakan. Sesampainya kami di toko bunga. "Udah pulang ternyata. Kenzo taruh dulu sana tasnya di dalam. Mama nggak bawa baju ganti, kamu pakai baju itu aja nggak apa," ujar Mbak Yuni menyambut anaknya. Kenzo pun pergi ke dalam sesuai perintah. "Makasih, ya, Serena. Maaf jadi merepotkan kamu," ujar Mbak Yuni memandangku. "Nggak, kok, Mbak. Kebetulan aku bisa, jadi nggak merepotkan sama sekali." "Kamu mau minum apa? Biar Mbak buatkan."Aku menolaknya dengan halus. "Nggak usah, Mbak. Kayanya
Read more

Bab 97 Lost Control

Malam yang dingin. Suasana malam ini cukup berbeda. Setelah percakapan denganku Mas Samuel, pria itu tidak lama pergi lagi ke kantor dan kini datang kembali dengan pakaian santai. Posisi pria itu saat ini sedang menonton siaran televisi yang menayangkan pertandingan bola. Aku sampai di anak tangga terakhir, meliriknya sebentar lalu melanjutkan perjalanan menuju dapur. Waktu ia datang ke sini, aku sejujurnya tidak tahu. Tiba-tiba ia tengah duduk santai di ruang tamu dengan kopi yang tersedia di atas meja. Bahkan tidak menyapaku terlebih dahulu, seolah ini masih rumahnya dulu. "Mas Samuel nggak bergerak dari tempatnya, Bi?" tanyaku seraya menuangkan air putih ke dalam gelas. "Nggak, Bu. Dari tadi Bapak fokus nonton bola." Aku menatap Bi Siti yang hendak memasak kentang goreng. "Itu juga buat dia?" "Iya, Bu. Tadi Bapak minta dibuatkan kentang goreng," balas Bi Siti. Aku menaruh gelas di atas meja yang airnya sisa setengah lagi. Menatap ke arah ruang tamu dengan ekspresi bingung. K
Read more

Bab 98 Memilih Pergi

Keesokan harinya. Aku memilih pergi meninggalkan rumah. Ini merupakan keputusan paling berani yang pernah aku ambil. Aku sudah siap dengan satu koper dan tas selempang di bahuku. Menghela napas berat kemudian turun menuruni anak tangga. Aku menyerah. Dua kata yang membuat tekadku kuat meninggalkan semuanya, termasuk rumah dan juga kota yang melahirkan aku. Napasku tercekat. Aku menatap sekeliling rumah. Dulu, rumah ini lah yang selalu menjadi tempat pulangku. Sekarang, aku harus meninggalkannya. Aku menaruh surat di atas meja. Surat itu aku tunjukan untuk kedua asisten rumah tanggaku. Hanya sepucuk surat dan pesan perpisahan singkat. Aku berharap, rumah ini selalu hidup meski penghuninya sudah lebih dulu menyerah. Lagi, lagi aku menghela napas berat. Dengan gontai, aku menyeret koper sampai luar. Masuk ke dalam mobil dan mulai pergi menuju tempat di mana aku akan memulai hidup baru di sana. —Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta. Aku sudah sampai di Bandara dengan tujuan De
Read more

Bab 99 Welcome to Bali

—Denpasar, BaliSetelah menempuh perjalanan hampir 2 jam lamanya, akhirnya aku sampai dengan selamat di pulau dewata Bali. Aku menyeret koperku. Menghirup udara yang bagus di sini. Senyumku merekah. Ini lah hidup. Aku harus mulai semuanya dari awal. Saat aku sedang memesan kendaraan menuju Villa Mas Rifki, tiba-tiba seseorang nabrak tubuhku membuat ponselku hampir jatuh karenanya. "Sorry!" ucapnya. Aku tersenyum tipis dan mengangguk. "No problem." "Nunggu siapa?" tanya pria yang tadi menabrak aku. Aku menoleh ke arahnya. Mengerutkan kening rada bingung sedikit. Kupikir pria di hadapanku ini tidak bisa berbahasa Indonesia, sebab wajahnya lumayan bule. "Saya Elmar, salam kenal." Pria itu mengulurkan tangannya padaku. Aku menerimanya singkat. "Serena.""Nunggu siapa?" tanyanya lagi. "Ah, ini... saya lagi pesan mobil, lumayan susah ternyata. Internet saya nggak bagus," jawabku tersenyum kikuk. "Kalau gitu saya antar aja, ayo?""Eh?" Aku menatapnya tidak percaya. "Anggap saja ini
Read more

Bab 100 Memulai Hidup Baru

Malam pun tiba. Malam ini aku sedang sibuk memasak untuk makan malamku sendiri, sebab tidak ada pembantu di Villa ini. Oh, ya, aku juga sibuk melakukan video bersama ibu. Aku senang karena ibu mulai bawel padaku. Aku merasa hangat karena wanita itu kembali memperhatikanku. "Kamu jangan makan mie terus Serena. Ya ampun, sudah berapa kali Ibu bilangin. Bandel sekali," omel ibu dari seberang sana. Aku mematikan komper dan memasukkan mi rebus dengan telor sebagai toping ke dalam mangkuk. Aku membawa mi tersebut dan menaruhnya di atas meja makan. "Serena belum bisa masak apa-apa, Bu. Kulkas kosong, besok baru mau belanja. Sekarang makan yang ada dulu. Lagian, mie juga enak, kok," kilahku berbicara sambil mengaduk mi. "Iya, Ibu tau mie itu enak, tapi nggak baik buat anak kamu. Ingat kamu itu lagi hamil, harus makan makanan yang bergizi dan menyehatkan." Aku menghela napas lelah. "Iya, Bu, iya. Udah dulu ya Serena mau makan. Bye, Ibu!" "Besok jangan makan mie lagi!" Aku mengangguk pa
Read more
PREV
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status