"Oh, jadi Mbak sakit perut? Sudah minum obat?" tanyaku. "Sudah barusan, Mbak. Duuh ... gimana ini, Non. Apa wajah Tuan terlihat marah, Non?"Kasihan juga aku melihat wajah pucat Mbak Santi. Sepertinya dia benar-benar takut karena tidak menghidangkan kopi."Enggak. Papa baik-baik saja. Bahkan ngobrol dengan saya.""Benar, Nona? Ooh ... syukurlah. Pasti karena Nona menantunya ada di sini. Biasanya Tuan tidak pernah menginjakkan kaki ke sini, Nona. Semoga Tuan tidak marah padaku." Mbak Santi terlihat komat-kamit, mungkin membaca doa. Namun, belum lagi selesai, dia sudah memberi isyarat permisi dan berlari lagi ke toilet.Mbak Santi yang panik dan ketar-ketir, aku ternyata telah ikut terbawa emosinya. Begitu wanita itu menghilang, aku kembali ingat pada masalahku sendiri.Benarkah selama ini, Tuan Saddil tidak pernah ke dapur, dan karena ingin menyapa menantunya, dia menginjakkan kaki di sini sekalian mengambil kopiny
Read more