Home / Romansa / TERJEBAK PERNIKAHAN DADAKAN / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of TERJEBAK PERNIKAHAN DADAKAN: Chapter 41 - Chapter 50

89 Chapters

41. BATAS

"Karena aku menjaga batas, Sananta, makanya kubiarkan semua pertanyaanku tergantung di udara." Ari menyeringai. "Kau tak tahu bagaimana kerasnya aku berusaha menahan diri, tapi sekarang aku tak tahan lagi. Jangan-jangan Hara melarikan diri karena kau sudah mengolah kebunnya diam-diam tanpa sepengetahuannya? Apalagi yang membuat seorang wanita bersuami kabur jika bukan karena kekecewaan yang mendalam pada suaminya?" "Hentikan prasangka tak berdasarmu, Ari. Aku tidak mungkin melakukannya pada istriku sendiri!""Lalu alasan apa lagi, Sananta? Mungkin kau tidak, tapi bagaimana dengan ayahmu? Bagaimana jika ayahmu menekan Hara di belakangmu?""Jangan bawa-bawa ayahku!" Emosi Sananta langsung memuncak. Dia paling tak bisa seseorang merendahkan ayahnya. "Kenapa tidak? Setahuku bisnis-bisnis besar seperti ini banyak permainan kotor di dalamnya. Contohnya izin yang kau pakai untuk mengolah kebun itu. Jangan kira aku tak tahu apa yang sebenarnya
Read more

42. BERTINDAK SENDIRI

"Tapi ini benar-benar tidak masuk akal, Pa. Tolong katakan sekarang juga," tuntut Sananta tak sabar lagi."Baiklah." Tuan Saddil menarik tegak punggungnya yang tadi bersandar di sofa. "Melihat emosimu hari ini yang lebih parah dari hari kemarin, sebenarnya aku kasihan padamu jika harus memperburuk lagi. Namun, sepertinya aku tak ada pilihan.""Hara tidak mengatakan apapun padamu?" tanya Tuan Saddil. "Mengatakan apa?" jawab Sananta segera."Inilah yang kutakutkan akan terjadi Sananta. Kau akan salah paham, tapi aku menghargai permintaan Hara.""Papa tolong langsung saja ke intinya, aku tidak mengerti apa yang Papa katakan.""Kau tahu soal bibinya yang ditangkap polisi buntut perkara jual beli dengan surat palsu? Di mana perusahaan kita sudah memberikan uang muka satu miliar?""Ditangkap polisi? Bukankah semuanya sudah diselesaikan secara kekeluargaan?" Seingat Sananta, papanya setuju untuk tidak membawa ka
Read more

43. JANGAN GEGABAH

"Kau tidak bisa langsung gegabah begini, Sananta.""Gegabah apanya, Pa? Istriku hilang bahkan sudah lebih dua hari. Aku akan membuat laporan ke kantor polisi, dengan demikian kemungkinan Hara ditemukan lebih besar.""Papa tahu, Sananta. Tapi saat ini kita tidak boleh membiarkan berita ini tersebar pada umum. Kau tahu apa resikonya. Nama baik perusahaan kita akan jadi taruhan jika gosip menyebar, apalagi sampai viral. Apa kata orang jika menantu Tuan Saddil hilang setelah memberikan izin lahannya untuk diolah SS Energy Group? Bisa-bisa kita dianggap mafia dan sengaja menghilangkannya.""Lalu bagaimana dengan Hara, Pa? Apakah nama baik lebih penting daripada nyawa?" "Tentu saja nyawa lebih penting, Sananta. Namun, kita benar-benar tak boleh gegabah. Kau tahu izin untuk menambang emas sangat sulit untuk keluar, dan bencana jika yang berwenang mengetahui hal ini."Sananta menyugar rambut. Salah satu hal yang tidak disukainya dari S
Read more

44. MIMPI

Aku bermimpi lagi. Kak Sananta datang dengan wajah sendu dan mata sembap. Bibirnya bergerak seperti orang bicara tapi tak satupun yang kudengar. Aku sampai menangis memintanya mengeraskan suara, tapi Kak Sananta justru pergi bersama sampan nelayan. Membiarkanku menangis tersedu di pinggir pantai."Kak, Kak Hara." Suara Riang, gadis delapan belas tahun yang tidur bersamaku membuatku benar-benar tercabut dari mimpi itu. Wajahnya yang putih bersih dengan dua bola mata khas--berbinar-binar-- menyorotku dengan cemas. "Kakak mimpi buruk lagi?" Aku mengangguk pelan sambil menghapus sisa air mata. Bahkan aku benar-benar menangis di dunia nyata dan rasanya itu menyebalkan. Kenapa pria yang sudah menipuku harus masuk ke mimpiku dan membuatku menjatuhkan air mata?Harusnya, semua tentang kami berakhir sampai di dunia nyata saja. Aku tak sudi mengingatnya di dalam mimpi lagi, karena itu hanya akan menunjukkan betapa ... lemahnya aku."Mun
Read more

45. RINDU

"Iya. Kukira kamu adiknya, ternyata ..." Kak Ratna menggantung ucapannya seraya menatap penuh arti. "Ternyata apa, Kak?" Dadaku sedikit berdebar, tak tahu kenapa padahal tak sekali dua aku mendengar komentar seperti ini. Mungkin saja cara menatap Kak Ratna yang membuatku salah tingkah."Ternyata kalian tak mirip. Haha." Kak Ratna tertawa, aku pun segera mengikutinya.Satu hal kemiripan dua beradik itu, keduanya sama-sama humoris. Dan dengan cepat aku merasa nyaman berada di sini.Kak Ratna membagi beberapa momennya dengan Ari. Aku mendengarkan dengan antusias. Selama ini, karena terbatasnya waktu, aku jarang mendengar bagaimana sosok Ari dari sudut pandang yang lain."Ari itu loyal, baik dan sopan, Ra. Dia sering membantuku soal materi karena seperti yang kamu lihat, aku berasal dari keluarga yang sangat sederhana. Kadang-kadang kiriman datang terlambat dan biaya kuliah nunggak. Kadang dia menerima bayar utangku, lebih sering s
Read more

46. HARAPAN

"Kamu dinyatakan sengaja melarikan diri, sehingga kehilanganmu tidak dilaporkan pada polisi."Hara menahan napas, lalu mengembuskan pelan-pelan. Bukankah seharusnya dia senang dengan berita itu? Setidaknya dia tidak perlu repot memakai masker ke manapun hanya untuk antisipasi seseorang tiba-tiba saja mengenalnya lewat media sosial atau televisi."Tentu saja. Menantu SS Energy Group hilang setelah lahannya baru saja dikeruk. Apa kata dunia?" Hara tertawa sumbang, memaksa logikanya berpikir untuk menimbun kecewa yang melanda.Ternyata semua ini memang hanyalah tipuan Sananta belaka. Tak ada cinta di hatinya, yang ada cuma ambisi dengan segala macam cara termasuk sandiwara sempurna. Dia di sana pasti sudah melupakan Hara selama tiga bulan ini. Dia sudah mendapatkan apa yang diinginkannya, sementara Hara pergi atas keinginan sendiri. Sananta tak perlu repot untuk mengusir atau membuat drama baru agar perempuan itu segera enyah dari hidupnya
Read more

47. PEMILIK HATI

"Sebenarnya aku sudah tahu," sahut Ratna sambil menarik kepalanya dari jendela. "Karena itulah aku berhenti GR dan menganggapnya sebagai seorang sahabat saja," senyumnya lagi."Segampang itu?" Riang menatap kakaknya. "Ya. Aku belum terjatuh ketika itu, masih berada di bibir jurang. Jadi, hanya butuh sedikit keberanian untuk menarik diri lebih kuat ke belakang.""Wow. Simple sekali.""Tentu saja. Beruntung ketika itu ada yang bantu menarikku juga, yaitu kakak iparmu. Sehingga semuanya lebih mudah." Ratna terbahak sejenak. Lalu menatap bola mata bulat milik Riang. "Bagaimana denganmu? Apakah kau sudah terlanjur menjatuhkan kakimu pada tebing yang kau tak tahu dasarnya?" Sangat mudah menebak pikiran Riang. Dunianya ada di bola matanya. Lalu nada suaranya akan menyempurnakan semuanya."Entahlah." Riang menjawab cepat. Tapi disertai helaan. "Apakah ini bukan suatu kebodohan?""Apanya yang kau sebut kebodohan?"
Read more

48. SULIT

TDP 48."Hara, kamu nyaman tinggal di sini, 'kan?" tanya Ari pelan. Kali ini mereka hanya berdua di kamar periksa bidan itu. Hara harus menunggu selama dua jam untuk memastikan keadaan kandungannya. Jika membaik dan tak terjadi apapun, barulah dia boleh pulang, jika tidak, kemungkinan besar akan dirujuk.Riang sengaja memberi mereka waktu bicara dengan pergi membeli jajanan tak jauh dari rumah sang bidan."Nyaman, kok. Riang dan Kak Ratna sangat baik. Aku serasa memiliki saudara perempuan." Hara melarikan pandang dari dinding bertempelkan gambar-gambar informasi dasar kesehatan dan ibu hamil. "Masakannya juga enak. Alamnya juga. Aku bahkan seringkali menikmati pasir dan pantai bersama Riang. Di sini tenang dan damai. Sama sekali tak ada masalah.""Lalu kenapa?" tanya Ari lagi. "Kamu masih terlalu memikirkan soal kebunmu dan Tuan Saddil? Kita kan sudah sepakat ini hanya sampai kamu melahirkan, Hara.""Tidak juga."Ari mengembuskan
Read more

49. PELEPAS RINDU

TDP 49.Ari memandang Hara. Yang dipandang hanya tersenyum sambil mengeluarkan udang tepung dari kantong, lalu mulai memakannya dengan penuh penghayatan. Ari terus memandangi Hara, memerhatikan cara makannya yang sepenuh perasaan serta kilat sendu di matanya."Sejak kapan, Ra?" tegur Ari. Hara nampak tergagap sesaat. Seolah dia baru saja dikejutkan dari lamunannya."Kak Ari, jangan ganggu Kak Hara. Katanya itu bisa merusak penghayatan Kak Hara saat sedang menikmati cita rasa udang tepung idolanya," jelas Riang sambil tersenyum. "Luar biasa sekali si Hara," tanggap Ari sambil menggigit udang tepung. Rasanya biasa saja, tapi bagi Hara jelas terlihat itu seperti makanan terenak di dunia. "Biasanya dia jijik sama udang, Ri. Jangankan makan, lihat aja eneg," bisik Ari."Begitu, ya, Kak? Kukira Kak Hara dari sananya suka udang. Tapi kurasa ini masuk akal, sih. Ibu hamil suka punya selera aneh-aneh. Dari gak suka jadi suka,
Read more

50. BAKU HANTAM

"Kenapa baru sekarang, Pa?" Suara Sananta berdesis. Wajahnya membeku oleh kemarahan."Tak segampang itu untuk mendapatkan berkas ini, Nak." Senyum masih menghiasi bibir Tuan Saddil. "Bagaimana sekarang, kau masih tidak percaya pada keraguan Papa?"Sananta diam. Sejak awal papanya memang sudah yakin kalau Hara sengaja minggat. Sananta masih mencoba membantah, kalaupun sengaja, pasti ada alasan kuat yang menyertainya. Alasan yang sampai hari ini tentu masih jadi misteri bagi pria itu. Lalu kini, melihat nama Hara dan Ari dalam keberangkatan yang sama, darah serasa mendidih di puncak kepala Sananta. Semua tudingan Tuan Saddil yang selama ini disangkalnya masuk menyerbu kepalanya. Ari ternyata telah mempermainkannya, dan Hara ....Sananta memejamkan mata kuat-kuat. Kedua orang itu telah menciderai kepercayaannya dengan sangat hebat."Akan kucari dia!" Kepalan Sananta menghantam meja. Lalu tubuh tingginya bergerak keluar. Rasanya in
Read more
PREV
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status