Home / Romansa / TERJEBAK PERNIKAHAN DADAKAN / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of TERJEBAK PERNIKAHAN DADAKAN: Chapter 51 - Chapter 60

89 Chapters

51. PERCAYA

"Katakan saja dan jangan berbelit-belit!""Aku serius, Sananta. Jika kau bisa melacakku, kenapa tak kau temukan Hara? Harusnya sebelum kau menuding aku pelakunya, maka kau sudah lebih dulu tahu di mana keberadaannya." Sananta menggeram, kepalannya kembali bergetar. Sekuat tenaga dia berusaha mengendalikan diri."Jika tak kau temukan Hara di tempat di mana kau berhasil melacak jejakku, maka tanyakan pada orang-orang suruhanmu. Jika mereka tak mau mengaku, kau harus pastikan sendiri dengan mata kepalamu." "Di dunia ini, tak ada yang bisa dipercaya kecuali tangan dan kaki sendiri, Sananta. Begitupun aku. Kau tak boleh percaya sepenuhnya padaku, atau kau akan seperti saat ini.""Aku tak percaya kau melakukan ini padaku, Ari." Suara Sananta bergetar, kemarahannya telah diganti kekecewaan. Bagaimana dia begitu terpuruk selama ini. Disangkanya Ari teman sepenanggungan, ternyata pemuda itu kenyang menertawakannya di belakang punggungn
Read more

52. SALAH PAHAM

"Aku tak pernah menilai Hara serendah itu, Ri." Sananta menimpali setelah terdiam sejenak. Penyebab dirinya dan Ari selalu tegangan tinggi adalah salah paham. Ari masih menyangka jika dia ikut terlibat dalam pengolahan lahan Hara. Sementara menurut ayahnya Hara lah yang sengaja memberikan surat kuasa demi bibinya."Jika bukan, apa yang sebenarnya terjadi, Sananta? Kau tahu, kekecewaan terbesar Hara adalah kau menipunya. Mungkin, jika kau sedikit bersabar, kau merayunya dengan segala macam cara, semuanya tak akan menjadi seburuk itu. Toh, dia mencintaimu. Apapun akan diberikannya, termasuk nyawanya." Jelas Ari tidak suka mengatakan bagian ini, tapi memang itulah kenyataannya. Kenyataan yang tak dikatakan Hara tapi terlihat dari gerak-geriknya."Hara menyangka aku menipunya?" Sananta tercengang. "Maaf, tapi di bagian manakah aku menipunya, Ari? Selama ini hubungan kami baik-baik saja. Aku pulang dan pergi kerja seperti biasa. Memang aku terlalu sibuk sehing
Read more

53. HARGA DIRI

"Siapa yang begitu mengancamnya? Dia belum mengenal banyak orang. Dia bahkan sangat menikmati waktunya di rumah dan terlihat enjoy menjalani hari.""Maka, kau harus mencari tahu lebih dulu dari dalam rumahmu."Sananta menatap Ari lagi, lalu membuang pandangan ke jalan raya yang berjarak sekitar sepuluh meter di depan sana. Dia bisa merasakan kecurigaan Ari begitu kuat mengarah pada papanya. Namun, Sananta masih mencoba membantah.Tak mungkin seorang ayahnya yang meski disiplin dan tegas, tapi begitu menyayangi dan memprioritaskannya selama ini. Menyakiti Hara berarti menyakiti anaknya. Apa motifnya sang papa jika memang harus menikung Hara? Apa benar hanya karena SS Energy Group tidak mau rugi, lalu apa gunanya posisi seorang CEO jika dia tak memiliki hak istimewa atau kelebihan dari posisi di bawahnya sama sekali?Jika diingat-ingat, papanya memang sangat berambisi. Jika dia sudah memutuskan ya, maka akan jadi ya. Hal yang dulu seringkali menjadi
Read more

54. HADIAH

Sananta mengepalkan tangannya sambil berusaha keras menjaga emosinya untuk tetap tenang. Berlama-lama dengan Ari bisa membuat kepalanya meledak."Okey. Kita lihat saja. Aku akan segera menemukan Hara dengan caraku sendiri," tekad Sananta. Tunggu saja keadaannya berbalik, Ari takkan bisa sesumbar seenaknya di depannya lagi."Segampang itu. Tinggal tanya pada ayahmu, semua beres.""Kau ....!" Kepalan Sananta mengeras lagi, sementara rahangnya mengatup kuat. "Akan kuceritakan pada Hara, bagaimana suami tercintanya ini sungguh emosional sekali." Ari mengibaskan tangannya. "Pergilah segera. Sebelum yang kau takutkan terjadi pada Hara. Itu pun jika kau benar-benar mengkhawatirkannya."Sananta menyepak batu dengan ujung sepatunya. Lalu menggeram pergi. Andreas, asisten yang seringkali menemani setiap perjalanannya, buru-buru menuju mobil lebih dulu. Pegal menunggu, membuatnya memilih berjalan-jalan di sekitar bangunan, dan tanpa senga
Read more

55. ADU DOMBA

"Aku benar-benar tidak tahu menahu, Sananta. Hara bilang dia akan mengusahakannya saat aku dipenjara. Tak lama, aku dibebaskan dengan jaminan. Setelah itu aku menerima kiriman pos. Surat kuasa darinya. Aku semula tak percaya, tapi agaknya hati Hara telah melunak. Aku sendiri sudah melupakan soal ambisiku padanya. Aku sadar itu salah, tapi ketika surat itu datang, aku bisa apa selain melanjutkannya? Sejak di bawa ke polisi itu, aku merasa menyesal dan memutuskan untuk mendukung Hara. Begitu surat kuasa itu datang, aku pun mengikut saja."Kata-kata Bibi Sartika terus terngiang di kepala Sananta. Dilihat dari caranya, wanita itu nampak bersungguh-sungguh. Ingatan itu menambah banyak benang kusut di kepalanya.Sekarang ini dia sedang menunggu papanya di ruangan lelaki itu, setelah perjalanan jauh dan pertemuan yang menjengkelkan dengan Ari."Kau pulang cepat, Sananta?" tegur Tuan Saddil begitu masuk ruangannya."Ya." Sananta menjaw
Read more

56. PESAN

"Ri. Hari ini kakak mau ke Bidan Agni, ya. Sudah janji kemarin jam sepuluh," pamit Hara pada Riang yang sedang menggendong Rinai. Bayi itu rewel efek badannya yang mendadak panas. Barusan Riang sudah memberinya paracetamol, tapi sepertinya obat itu belum bekerja."Apa sebaiknya Kakak nggak istirahat aja di rumah dulu? Kan kemarin baru saja pulang USG. Ntar kenapa-napa kalau Kakak banyak gerak." Riang mulai cemas. Dia ingat pesan Ratna. Dan memang tadi saat membeli kepiting segar ke rumah warga yang persis berada di bibir pantai--rumah Ratna berada di tempat yang landai-- dia melihat tiga orang lelaki asing sedang minum kopi di satu-satunya warteg yang ada di pulau ini. "Ah, nggak apa, kok, Ri. Ke sana gak sampai dua ratus meter. Jalannya juga datar, gak sampai lima puluh meter yang sedikit menanjak. Ntar kakak pelan-pelan saja. Kakak gak enak sama Bidan Agni nanti beliau nungguin kakak lama. Sudah janji soalnya, 'kan, pasti ditungguin.""Duh, ta
Read more

57. KONSULTASI

Hara berjalan dengan sangat fokus dan hati-hati. Dia paham kecemasan Riang dan Ratna dan berterima kasih karenanya. Namun, janjinya untuk bertemu dengan Bidan Agni membuatnya sungkan untuk mangkir. Sejak tinggal di sini, Hara selalu periksa tiap bulan kehamilannya. Bidan Agni cukup ramah dan tak keberatan menjawab pertanyaan Hara yang bermacam-macam. Mengetahui Hara hamil LDR, wanita paruh baya itu menjadi lebih perhatian dan jatuh sayang pada Hara."Ya ampuun, sudah tiba aja di sini si bumil ini. Padahal udah ibu niatkan mau mampir ke sana, lho. Ini udah bersiap-siap." Bidan Agni heboh begitu Hara muncul di ambang pintu ruang prakteknya. "Ayo masuk dan duduk dulu di sini. Bumil gak boleh berdiri lama-lama. Apalagi yang rentan begini.""Kan kita janjinya jam sepuluh, Bu. Jadi aku tepat waktu." Hara tersenyum senang. Keramahan Bidan Agni seolah menjadi magnet baginya untuk sering berkunjung. "Ini keadaannya baik-baik saja, bukan? Maksud
Read more

58. TAMU

Pengaruh hormon. Banyak-banyak berpikiran positif, dan sesegera mungkin selesaikan masalah agar bisa menjalani kehamilan yang sehat dan menyenangkan.Satu anak, ibu hanya hamil satu kali. Dan kehidupan anak dimulai dari dalam kandungan. Masa di mana keistimewaan kita sebagai perempuan dimulai. Jadi, ibu harus bahagia agar anak juga tumbuh sehat. Lakukan yang terbaik dan nikmati setiap prosesnya. Tak usah berpikiran berlebihan dan jika masalah itu ternyata belum bisa diselesaikan, tetap berpikiran positif agar janin dalam kandungan tidak ikut stress.Banyak lagi pesan-pesan dari Bidan Agni sepanjang dua jam aku di sana. Beberapa intinya terus saja terbayang sepanjang jalan pulang ke rumah Kak Ratna. Ya. Sikap yang kadangkala tak kumengerti ini memang bawaan hamil. Benci dan rindu di saat yang sama.Kata Bidan Agni, apa yang kurasakan itu tak ada obatnya. Kecuali pertemuan dan tuntaskan semua masalah yang ada.Terdengar begitu simple,
Read more

59. TEGAS

"Ini kartu identitas kami, Mbak. Silakan diperiksa.""Itu bisa saja palsu." Suara Kak Ratna masih terdengar gigih. Sementara aku sudah merosot ke lantai. Gemetar dari ujung kepala sampai kaki."Ini surat kehilangan, ini identitas kami, dan ini foto wanita yang kami cari."Hening. Seantero ruangan menjadi hening ketika Kak Ratna terlihat menerima ponsel seseorang dan melihat ke layar. Wajahnya berubah tegang, membuat aku yakin jika yang dilihatnya benar-benar fotoku."Kami hanya ingin mengonfirmasi saja, Mbak. Tolong kerja samanya.""Dan jika dia orangnya, apa yang akan kalian lakukan?" Suara Kak Ratna terdengar begitu tajam, tapi aku merasakan semua sendiku telah lepas dari tulang."Kami tidak akan melakukan kriminal, Mbak. Hanya akan membawa beliau pulang dengan jaminan keselamatan penuh. Kami akan mengantarkan beliau pada keluarganya.""Oh. Pulang dengan jaminan keselamatan penuh." Kak Ratna manggut-manggut.
Read more

60. CERITA

Selesai memeriksaku, Bidan Agni duduk di dekat ranjang bersama Kak Ratna. Sementara Riang berdiri di dekat jendela seraya menggendong Rinai."Kamu mau menceritakan apa yang menjadi ketakutanmu? Mengatakan semua ketakutan dan pikiran-pikiranmu akan membantumu lebih baik." Bidan Agni menatapku dengan sorot prihatin."Mungkin berupa pertanyaan, atau unek-unek, atau rencanamu ke depan, dan sebagainya." Awalnya aku kehilangan kata untuk memulai. Masih menimbang-nimbang, tidak ingin mereka tahu masalahku. Namun, sepertinya aku tidak bisa menyembunyikannya lagi."Kakak masih mikirin orang-orang tadi, ya?" tanya Riang. "Tenang saja, kami gak akan biarkan mereka membawa paksa Kakak dari sini." Dia mulai menghiburku setelah sejak kepergian para lelaki itu aku hanya bungkam dengan raut pucat."Ya. Tenang saja, Hara. Ari berpesan agar kami menjagamu dengan baik, jadi kami pasti akan lakukan itu." Kak Ratna ikut menimpali."Tapi ..
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status