Home / Romansa / TERJEBAK PERNIKAHAN DADAKAN / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of TERJEBAK PERNIKAHAN DADAKAN: Chapter 21 - Chapter 30

89 Chapters

21. MABUK

Jam setengah sepuluh malam. Aku pamit ke toilet sebentar. Kandung kemihku penuh, dan aku merasa pusing.Acara ini membuatku jetlag.Mulai dari alkohol yang sepertinya jadi minuman wajib, sampai pada para wanita yang berpakaian terlalu seksi. Mungkin mereka pengisi acara atau bagaimana. Aku jadi sangat risih karena di mejaku ada Papa Saddil dan Paman Munir. Sementara wanita-wanita itu santai saja berlalu lalang menikmati acara. Tak banyak, tapi mencolok. Ini mungkin biasa bagi mereka, tapi aku yang tak terbiasa diserang rasa sungkan setengah mati.Di toilet aku sampai muntah. Begitu kembali ke mejaku ternyata dua orang tua yang membuat segan itu telah pergi. Seketika kurasakan lega luar biasa."Kakak mau ke mana?" tanyaku saat Kak Sananta berdiri melihat kedatanganku."Aku ada pertemuan dulu sebentar, Sayang. Kamu mau ikut atau tunggu di sini saja?" jawab Kak Sananta sedikit ragu."Pertemuan?" Aku men
Read more

22. BEBAS

TDP 22Sepanjang pagi ini, aku tak bisa bangun. Kepalaku pusing dan mual yang tak berkesudahan. Tubuhku pun rasanya seperti habis kena pukul, sakit tak menentu."Pergilah, Kak," suruhku serak ketika Kak Sananta masih saja duduk di pinggir pembaringan sambil mengusap lenganku. Seharusnya dia sudah berangkat, tapi karena kondisiku ini sepertinya dia masih menundanya."Aku minta maaf sudah meninggalkanmu semalam." Suara Kak Sananta dipenuhi oleh rasa bersalah. "Harusnya aku paksa kamu ikut atau suruh seseorang menemanimu.""Ini bukan salah Kakak." Jujur kepalaku berdenyut ketika bicara, tapi kukuatkan tekad agar suamiku ini segera berangkat. Aku tak tahu apa yang terjadi, yang pasti mungkin Papa Saddil sangat marah padaku. Aku tak bisa menjaga nama baik mereka di depan umum. Jangan sampai Kak Sananta kena getahnya juga."Aku yang kalap makan dan minum. Norak memang," gumamku nyaris tak terdengar. "Pergilah, Kak. Nanti Papa marah."
Read more

23. KEJUTAN

TDP 23Harapanku benar-benar terwujud. Kehidupan tenang selama tiga bulan belakangan, serta hubungan yang membaik dengan Bibi Sartika. Kami sepakat untuk melupakan semuanya. Pun ketidaknyamananku dengan sikap tak tertebak dari Papa Saddil tak lagi mengganggu. Mertuaku itu sangat sibuk belakangan ini, sering berpergian bahkan sampai seminggu. Pun ketika bertemu sesekali di meja makan, perbincangan bisnis dan pekerjaan yang mendominasi antara Papa Saddil dan Kak Sananta.Dari obrolan keduanya, setidaknya mereka berhasil mendapatkan dua proyek baru. Satu baru saja dimulai, satu lagi dalam target. Kak Sananta ditugaskan langsung untuk menangani calon proyek yang masih dalam pengurusan kepemilikan.Itu membuatnya semakin sibuk. Hingga bulan madu kami yang tertunda masih terus tertunda. Tak masalah bagiku. Toh setiap hari dan hanya sesekali saja dia meninggalkanku sendirian. Alih-alih bekerja, aku justru memilih masa-masa belajar menjadi
Read more

24. SENDIRI

TDP 24.Setengah berlari, aku keluar dari gedung berlantai sepuluh itu. Tubuhku lemas dan pandanganku buram. Tapi aku harus cepat pergi dari sini sebelum ada yang menyadari kedatanganku.Dalam taksi online, air mataku bercucuran sambil mencengkeram ponsel. Ingin bicara dengan seseorang, tapi tak tahu itu siapa. Aku tak punya siapapun, oh, dunia hening yang membuat nyaman kemarin ternyata menyimpan bahan peledak.Jika semua yang dikatakan oleh Papa Saddil itu, maka habislah aku.Bibi Sartika. Kebunku. Ayahku.Apa hubungan mereka semua?Apakah kebunku saat ini sedang digarap? Bagaimana bisa? Semua masalah telah selesai dan aku menyimpan semuanya di tempat yang benar-benar aman.Kenapa malah Papa Saddil mengatakan surat usang tak berharga dibandingkan surat kuasa?Apakah aku sudah melewatkan sesuatu yang sangat penting?Apa benar Papa Saddil akan membuat aku kehilangan semuanya? Suami? Anak? Bagaimana bis
Read more

25. REAKSI

"Bolehkah aku pulang kampung untuk beberapa hari, Kak?" Malam itu, kebetulan sekali semua orang sedang menikmati hidangan. Setelah beberapa hari ini cuma aku dan Kak Sananta yang mengisi meja makan.Dari ekor mata, bisa kulihat tangan Papa Saddil berhenti bergerak. Aku sengaja mengatakan ini untuk melihat reaksi mereka berdua.Seharian tadi, sampai mereka pulang, aku sudah berpikir apa yang harus aku lakukan terlebih dahulu.Kak Sananta menatapku sejenak. "Kenapa mendadak? Jadwalku masih padat bulan ini.""Nggak mendadak, sih, aku sudah memikirkannya dari minggu kemarin. Cuma baru bilangnya hari ini," senyumku senatural mungkin. "Apakah di sini membuatmu bosan?" Papa Saddil melemparkan pertanyaan. Tangannya yang semula berhenti kembali menyuap makanan."Ah, tidak, Pa. Aku nyaman di sini. Tapi aku berpikir untuk mengolah kembali lahanku yang terbengkalai. Sayang jika harus dibiarkan semak belukar lagi. Aku ingin menanam
Read more

26. MENCARI TAHU

TDP 26Rasa penasaranku akan siapa Tuan Saddil telah membangkitkan sikap nekadku.Sejak terbangun pagi hari tadi aku bertekad tidak akan memanggilnya papa lagi. Dia sudah mengkhianatiku. Dia sudah menipuku. Kenyataan yang disampaikan Bu Sarmiah memiliki efek domino lebih besar setelah aku melewati satu malam lagi.Meski sudah mendengar, aku tetap ingin membuktikan sendiri. Jika bertanya adalah hal yang mustahil, sepertinya mencari tahu diam-diam harus kucoba. Setidaknya mencari informasi."Papa sudah berangkat, ya, Mbak?" tanyaku pada Mbak Santi. Meski ada tiga asisten lain di rumah ini, Mbak Santi adalah yang bertugas mengurus makanan dan melayani kebutuhan seisi rumah. Sehingga aku lebih dekat dengannya dibanding tiga asisten lain yang masing-masing mengurus pakaian dan kebersihan.Apalagi cuma Mbak Santi yang boleh masuk ke kamar tuan rumah. Sehingga menata pakaian bersih ke lemari dan kebersihan kamar otomatis jadi dihandle oleh Mbak
Read more

27. AKSI

"Nyonya Lianta sering berseberangan pendapat dengan Tuan. Mereka acapkali berdebat, tapi saya lihat selalu Nyonya yang mengalah. Nyonya cukup tertekan dengan sikap diktator Tuan, mungkin karena itulah akhirnya Nyonya tak tahan dan ...." Mbak Santi menjeda kalimatnya, seolah yang akan di katakannya begitu berat."Dan apa, Mbak?" kejarku ketika Mbak Santi masih saja diam."Beliau selingkuh.""Selingkuh?" Aku tak bisa menyembunyikan keterkejutan. "Tapi saya yakin tidak," tambah wanita berkulit sawo matang itu cepat-cepat. "Nyonya tidak mungkin menciderai pernikahannya dengan hal murahan seperti itu. Seperti itulah keyakinan saya. Meskipun pengadilan mengatakan demikian.""Lalu, Mbak?""Suatu malam, mereka bertengkar hebat. Tapi saya tak tahu apa yang mereka pertengkarkan. Sampai kemudian surat dari pengadilan datang menggugat Nyonya. Alasannya perselingkuhan sehingga hak asuh Den Sananta jatuh ke tangan Tuan Saddil. Padah
Read more

28. KEMARAHAN ARI

"Katanya namanya Ari Gumintang Langit, Nona."Untuk beberapa saat aku terpana. Telingaku berdenging dan rasa salah dengar."Ari, Mang? Laki, sawo matang, matanya sipit dan tinggi?""Benar, Nona. Saya sudah menyuruhnya pergi karena tidak sopan, tapi dia ngotot dan ....""Ari!"Aku sudah berlari duluan sebelum Mang Asep selesai. Jarak antara rumah utama dan pagar cukup jauh. Aku bahkan halpir lupa jika ada kehidupan baru yang harus kujaga. Akhirnya kupelankan langkah seraya mengatur ritme jantung.Ari datang!Aku bahkan nyaris putus asa karenanya. Ponsel yang jarang aktif, tapi aku yakin dia sengaja menjaga jarak. Aku berusaha maklum karena memang kami sekarang sudah berbeda status. Namun, kadangkala ada hal-hal yang harus melibatkan Ari. Atau, aku ingin meminta pendapatnya."Ari!" teriakku senang saat melihat pemuda itu bersandar di motornya. Kulitnya lebih gelap dari biasanya. Sepertinya dia benar-bena
Read more

29. KETAHUAN

"Ri!" Aku sedikit berteriak. Ari langsung berhenti."Apa?""Aku minta maaf atas semuanya." Aku mendekat. "Kamu tidak melakukan kesalahan apapun. Akulah yang terbawa emosi." Ketenangan Ari sepertinya sudah kembali. Senyum tipis kini tersungging di bibirnya. "Masuklah ke dalam. Aku tak ingin ada kesalahpahaman antara kamu dan Sananta nantinya," ujarnya lagi."Kamu masih percaya padaku, Ri?""Jujur, satu-satunya hal yang tidak kupercayai adalah kamu mengizinkan pertambangan itu, makanya aku ke sini. Selebihnya, tak ada yang berubah."Sekuat tenaga kutahan tangisan. Tapi aku tahu aku tak boleh menangis di sini. Mang Asep tampak siaga penuh di pos jaga. Aku tidak ingin dia mengatakan hal yang bisa memicu kesalahpahaman lain pada Kak Sananta."Jika aku meminta tolong, masihkah kamu mau menolong?""Tentu. Tapi aku sangsi kamu akan melakukan itu lagi, Hara."Aku menggeleng kuat. "Aku pasti
Read more

30. TERJEBAK

Bibirku nyaris tertarik ke atas membentuk senyuman sinis, tapi berhasil kutahan di saat terakhir. Aku harus tetap bersikap seperti seorang menantu patuh yang tak tahu apapun. Aku harus bertaruh nasib sampai akhir."Oh, jadi kau sangat tertarik dengan pekerjaan pembantu? Bagus. Kurasa itu akan berguna untuk hidupmu ke depan.""Maaf sekali lagi, Pa.""Kau tahu apa yang paling kubenci? Wanita lancang sepertimu!" Tuan Saddil mengarahkan telunjuknya padaku. Napasnya memburu. Meski sudah dapat bocoran bagaimana karakter aslinya, tetap saja aku terkejut karenanya."Cukup sekali ini. Jangan membuat aku memberikan alasan pada Sananta untuk menceraikanmu." Tambahnya sedikit tersengal. Jelas sekali usaha Tuan Saddil untuk mengendalikan emosinya sendiri. Jika bukan karena rencana-rencananya, aku yakin dia sudah mengusir atau mencaci makiku tak terhingga."Jangan berpikir untuk masuk lagi. Jangan berpikir untuk melakukan apapun. Kau seorang
Read more
PREV
123456
...
9
DMCA.com Protection Status