Semua Bab Obsesi Liar Mantan Bosku: Bab 21 - Bab 30

199 Bab

Bab 21. Tak Boleh Hilang

Sebastian Arson tidak peduli dengan kehebohan kebakaran yang sedang menjadi berita utama hari ini. Sebuah rumah mewah milik seorang pengusaha kaya sudah terbakar habis. Polisi sudah turun tangan dan Melvin akan dimintai keterangan. Namun, Sebastian tidak mencemaskan itu sama sekali. “Dia masih hidup. Sekarang di rumah sakit dengan patah kaki. Rupanya dia melompat dari balkon lantai atas.” Lefrant memberikan laporannya pada Sebastian yang sudah kembali ke ruangannya semula. Ia baru saja memeriksa ruang rahasia yang ditinggalkan oleh Cindy begitu saja. Sebastian ingin mencari jejak Cindy jika wanita itu mungkin bisa ditemukan. “Aku gak peduli kalau dia mau mati atau hidup. Apa Cindy sudah ketemu?” hardik Sebastian dengan kesal. Lefrant menggelengkan kepalanya. “Gak. Aku belum bisa melacak sinyal ponselnya. Masih mati.” “Ah, sialan!” Sebastian terus mondar-mandir mencoba berpikir lebih cepat tentang apa yang harus ia lakukan sekarang. Jika Cindy tidak bisa ditemukan dan malah berhas
Baca selengkapnya

Bab 22. Tumbal Cinta

Melvin malah membentak Cindy serta menimpakan seluruh kesalahan pada istrinya tersebut. Cindy terperangah dan kebingungan mendengar tudingan seperti itu. Ia memang kabur dari Moulson, tapi bukankah seharusnya Melvin membelanya? “Mas, kenapa kamu malah menyalahkan aku?” sahut Cindy masih dengan suara lebih rendah. Rasa sedih dan pilu langsung menyergap hatinya. Suami yang sangat ia cintai malah menjual dan mengandaikan tubuhnya demi melunasi utang. Dan kini ia ikut disalahkan karena menyelamatkan diri. “Ya jelas dong, kamu yang salah. Ngapain kamu kabur?” hardik Melvin melotot pada Cindy. “Mas, dia menyekap aku selama tiga hari. Kamu gak nyariin aku apa?” sahut Cindy masih membela diri. “Dia bukan menyekap kamu. Gak mungkin dia melakukan itu, untuk apa? Dia ingin kamu menyelesaikan pekerjaan sampai selesai. Kok kamu gitu saja gak ngerti sih? Kamu kan tahu kalau pekerjaan yang belum selesai itu harus diselesaikan meski sampai lembur!” Melvin kem
Baca selengkapnya

Bab 23. Nyaris

Secepat kilat, Elfrant keluar dan mencari Cindy. Sedangkan Edward tetap berada di kamar Melvin untuk menjaga sekaligus memberikannya pelajaran.“Kenapa lo gak tahan dia, hah!” bentak Edward usai menghajar Melvin sekali lalu menekan dada dengan sebelah tangannya. Edward adalah salah satu orang kepercayaan Elfrant dan Sebastian. Ia sangat setia. Jika Sebastian ingin dirinya mematahkan satu kaki seseorang, maka ia akan melakukannya tanpa ragu.“Gue uda tahan, uda! Ah! lepas!aahk!” Edward kembali memukul perut Melvin di atas tempat tidur. Melvin yang masih menahan sakit karena kakinya kembali harus merasa kesakitan.Elfrant kembali tak lama kemudian dan menggeleng pada Edward tanda jika Cindy tak ditemukan. Edward pun dengan cepat menarik kerah kaos yang dikenakan Melvin lalu mencekal leher dengan sebelah tangannya.“Sama siapa dia ke sini?” tanya Edward menyelidiki.“Gak tahu. Sumpah gak tahu. Kayaknya sendiri
Baca selengkapnya

Bab 24. Masuk Perangkap ... Lagi

Sebastian melempar stik golf sampai menghancurkan sebuah cermin besar yang merupakan jam dinding di hotel milik Moulson. Ia belum menemukan keberadaan Cindy sama sekali. Bahkan saat Edward dan Lefrant membawakan berita soal Cindy yang datang ke rumah sakit dan kabur lagi, Sebastian makin marah.“Brengsek! Ke mana dia pergi!” rutuk Sebastian sambil berkacak pinggang. Lefrant dan Edward hanya bisa diam membiarkan Sebastian mengamuk. Pria itu bisa menghancurkan apa saja yang ia inginkan untuk melampiaskan kemarahannya.“Mungkin dia akan kembali lagi ke rumah sakit menjenguk Melvin,” ujar Lefrant memberikan pendapatnya. Sebastian langsung berbalik memberikan delikan pada Lefrant.“Apa menurut kamu dia sebodoh itu? Cindy memang polos tapi dia gak bodoh,” sahut Sebastian dengan napas tersengal marah. Ia sangat menyesal karena tidak langsung menyusul ke rumah sakit. Sebastian lupa jika Cindy masih menjadi istri Melvin dan mungkin mencintai pria itu.“Kita hanya harus bersabar, Pak. Nona Cind
Baca selengkapnya

Bab 25. Penolong?

Saat Cindy masuk ke dalam kamar perawatan Melvin, ia melihat suaminya masih tidur. Namun tak lama matanya menangkap kedua mertuanya sudah datang lebih dulu darinya.“Berani-beraninya kamu malah pulang! kamu gak jagain suami kamu?” bentak Meisya menyemprot menantunya itu. Cindy langsung kaget dan jantungnya jadi berdegup kencang. Ia tidak pernah menyangka jika sang mertua bisa datang pag-pagi sekali.“Itu ... Mas Melvin gak mau diganggu, Ma.” Cindy berujar dengan sikap agak takut.“Cih, itu cuma alasan kamu doang! Kamu gak tahu diri banget, Cindy! Melvin itu menikahi kamu karena dia cinta sama kamu. Kamu kira kami suka sama menantu kayak kamu yang bahkan gak bisa ngasih kami cucu?”Segala bentakan itu keluar lagi. Tidak ada yang baru sesungguhnya. Ketidaksukaan Meisya dan Pratama pada Cindy yang hanya bisa menyusahkannya semakin ia tumpahkan pada menantunya itu. Seperti biasa, Cindy hanya diam saja.“Uda, Ma
Baca selengkapnya

Bab 26. Kerangkeng Duka

 “Kamu bener-bener gak bisa ditinggal sebentar langsung pergi keluyuran ke luar. menantu macam apa sih kamu?!” Meisya mengomeli Cindy sambil menoyor kepala. Cindy tidak sanggup menjawab, ia gemetar dan mulai bernapas dengan berat. Dihina dan direndahkan, hanya itulah yang diterima oleh Cindy berkali-kali dari mertuanya.“Yang ada diotak kamu cuma makan aja! kamu gak bisa tahan sebentar sampai kami kembali atau operasi Melvin selesai? Dasar anak pembantu!” sahut Pratama makin menambah keruwetan situasi.“Tapi, Pa. Aku gak ....” Pratama menyambar bungkusan makanan yang dibawa oleh Cindy lalu menjambak rambut Cindy dan menunjukkan bungkusan itu ke hadapan wajahnya.“Ini apa? ini mesen dari luar dan kamu masih gak mau ngaku. Kamu gak bisa dikasih hati!”“Ahh, lepas, Pa!” Cindy mencoba melawan karena rambutnya dijambak tapi ia malah dihempaskan ke lantai oleh Pratama. Meisya hanya melihat saja pe
Baca selengkapnya

Bab 27. Kambing Hitam

Cindy terengah saat bicara soal kematian pada Sebastian. Sebastian pun terdiam lalu mengeraskan rahangnya. Kemarahan di matanya makin besar dan tampak makin menakutkan. Apa memang sesungguhnya Cindy ingin mati? Atau itu hanya gertak semata?Dengan kasar, Sebastian menarik lengan Cindy lalu merengkuh tubuhnya. Ia meremas sedikit menjambak rambut panjang Cindy yang tergerai agar wajahnya mengarah padanya.“Dengar Cindy! Hidupmu adalah milikku sekarang. Kamu pikir aku akan membuang kesempatan menyiksa kamu setelah sekian lama aku mencari kamu? Kamu pikir aku akan membiarkan kamu mati?”Cindy terengah dengan mata berkaca-kaca menatap Sebastian. Sebastian selalu mengatakan jika ia mengenal Cindy dulu. Tetapi Cindy tidak pernah mengingatnya. Apa yang sesungguhnya terjadi? Semua hanya membuatnya makin bingung.“Kamu tidak akan pernah bebas, mengerti?” desis Sebastian lagi masih mengancam.“Lepas ... Lepas!” Cindy tiba-t
Baca selengkapnya

Bab 28. Mengancam Demi Ego

Cindy dibawa ke sebuah bangunan yang tidak ia ketahui keberadaannya. Sebelum memasuki kawasan tersebut, Sebastian menarik kepala Cindy serta menutup matanya dengan sebelah telapak tangannya. Cindy mencoba melawan tapi tangan serta tubuhnya masih terikat dengan seatbelt.“Diam, Sayang. Sebentar lagi kita sampai.” Sebastian seperti memeluk kepala Cindy lalu mengecupnya beberapa kali. Mobil Sebastian memasuki parkiran pribadi miliknya di kompleks griya tawang paling mewah di Jakarta. Tempat itu dijaga sangat ketat dan sangat rahasia. Sehingga Sebastian bisa memasukkan siapa saja tanpa ada kendala sama sekali.“Kita sampai, Sayangku. Ayo kita pulang!”Sebastian melepaskan Cindy lalu keluar dari sisi kiri mobil. Cindy yang terengah kebingungan kaget saat pintu sebelahnya dibuka dan Sebastian muncul dengan sebilah pisau lipat.“Ah, lepas ... lepas!” Cindy panik mengira Sebastian akan melukainya. Sebastian dengan tenang menari
Baca selengkapnya

Bab 29. Memupuk Kebencian

“Ah sial, apa yang udah gue lakuin tadi, damn girl!” umpat Sebastian memaki perilakunya sendiri. Sebastian lalu mengangkat tubuh Cindy dan menggendongnya ke tempat tidur di kamar yang sama.Sewaktu mendekat di tempat tidur hendak meletakkan Cindy, mata Sebastian terus memandang wajah wanita itu lagi. Sambil terus meletakkan Cindy, Sebastian tetap memandang wajah polos Cindy yang sudah pingsan. Sebastian semakin mendekatkan wajahnya. Begitu kepala Cindy menyentuh bantal, Sebastian pun terus berada di atas Cindy dan memandang sambil menggigit bibirnya. Kenapa dia jadi sangat menginginkan Cindy saat ini?Sebastian lalu menyentuh pipi Cindy dan mencium bibirnya perlahan. Sebastian lupa pada rasa sakit di pundak dan luka yang pasti akan menimbulkan bekas. Sambil terus mengulum bibir Cindy, ia membuka perlahan pakaian Cindy hingga hanya menyisakan pakaian dalam. Sebastian makin bergairah dan tidak bisa mengendalikan dirinya. Ia pun menegakkan tubuhnya duduk di at
Baca selengkapnya

Bab 30. Tanpa Harapan

Sebastian masuk ke kamar saat Cindy masih duduk di pinggir ranjang tempatnya tidur semalam. Awalnya Cindy tidak menyadari karena ia sedang berpikir keras. Namun, begitu mendengar suara pintu sedikit berdecit, ia langsung menoleh ke belakang. Cindy pun ikut berdiri.“Kenapa belum makan?” tanya Sebastian dengan sikap dingin seperti biasa. Cindy masih berusaha untuk pergi. Ia menghampiri Sebastian memintanya melepaskan dirinya.“Pak, saya harus pergi.”“Mau ke mana? Kembali ke rumah sakit dan menjaga pecundang itu?” balas Sebastian sarkas. Cindy diam menatap Sebastian dengan wajah tertekuk kesal. Sebastian tahu persis cara bicara yang menyakitkan hati. Namun, Sebastian tidak peduli. Ia berjalan mendekat dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celana.“Ayo temani aku makan, aku lapar.” Sebastian menurunkan sedikit nada bicaranya menjadi lebih lembut untuk mengajak Cindy. Cindy masih diam saja.&ldquo
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
20
DMCA.com Protection Status