Saat Cindy masuk ke dalam kamar perawatan Melvin, ia melihat suaminya masih tidur. Namun tak lama matanya menangkap kedua mertuanya sudah datang lebih dulu darinya.“Berani-beraninya kamu malah pulang! kamu gak jagain suami kamu?” bentak Meisya menyemprot menantunya itu. Cindy langsung kaget dan jantungnya jadi berdegup kencang. Ia tidak pernah menyangka jika sang mertua bisa datang pag-pagi sekali.“Itu ... Mas Melvin gak mau diganggu, Ma.” Cindy berujar dengan sikap agak takut.“Cih, itu cuma alasan kamu doang! Kamu gak tahu diri banget, Cindy! Melvin itu menikahi kamu karena dia cinta sama kamu. Kamu kira kami suka sama menantu kayak kamu yang bahkan gak bisa ngasih kami cucu?”Segala bentakan itu keluar lagi. Tidak ada yang baru sesungguhnya. Ketidaksukaan Meisya dan Pratama pada Cindy yang hanya bisa menyusahkannya semakin ia tumpahkan pada menantunya itu. Seperti biasa, Cindy hanya diam saja.“Uda, Ma
“Kamu bener-bener gak bisa ditinggal sebentar langsung pergi keluyuran ke luar. menantu macam apa sih kamu?!” Meisya mengomeli Cindy sambil menoyor kepala. Cindy tidak sanggup menjawab, ia gemetar dan mulai bernapas dengan berat. Dihina dan direndahkan, hanya itulah yang diterima oleh Cindy berkali-kali dari mertuanya.“Yang ada diotak kamu cuma makan aja! kamu gak bisa tahan sebentar sampai kami kembali atau operasi Melvin selesai? Dasar anak pembantu!” sahut Pratama makin menambah keruwetan situasi.“Tapi, Pa. Aku gak ....” Pratama menyambar bungkusan makanan yang dibawa oleh Cindy lalu menjambak rambut Cindy dan menunjukkan bungkusan itu ke hadapan wajahnya.“Ini apa? ini mesen dari luar dan kamu masih gak mau ngaku. Kamu gak bisa dikasih hati!”“Ahh, lepas, Pa!” Cindy mencoba melawan karena rambutnya dijambak tapi ia malah dihempaskan ke lantai oleh Pratama. Meisya hanya melihat saja pe
Cindy terengah saat bicara soal kematian pada Sebastian. Sebastian pun terdiam lalu mengeraskan rahangnya. Kemarahan di matanya makin besar dan tampak makin menakutkan. Apa memang sesungguhnya Cindy ingin mati? Atau itu hanya gertak semata?Dengan kasar, Sebastian menarik lengan Cindy lalu merengkuh tubuhnya. Ia meremas sedikit menjambak rambut panjang Cindy yang tergerai agar wajahnya mengarah padanya.“Dengar Cindy! Hidupmu adalah milikku sekarang. Kamu pikir aku akan membuang kesempatan menyiksa kamu setelah sekian lama aku mencari kamu? Kamu pikir aku akan membiarkan kamu mati?”Cindy terengah dengan mata berkaca-kaca menatap Sebastian. Sebastian selalu mengatakan jika ia mengenal Cindy dulu. Tetapi Cindy tidak pernah mengingatnya. Apa yang sesungguhnya terjadi? Semua hanya membuatnya makin bingung.“Kamu tidak akan pernah bebas, mengerti?” desis Sebastian lagi masih mengancam.“Lepas ... Lepas!” Cindy tiba-t
Cindy dibawa ke sebuah bangunan yang tidak ia ketahui keberadaannya. Sebelum memasuki kawasan tersebut, Sebastian menarik kepala Cindy serta menutup matanya dengan sebelah telapak tangannya. Cindy mencoba melawan tapi tangan serta tubuhnya masih terikat dengan seatbelt.“Diam, Sayang. Sebentar lagi kita sampai.” Sebastian seperti memeluk kepala Cindy lalu mengecupnya beberapa kali. Mobil Sebastian memasuki parkiran pribadi miliknya di kompleks griya tawang paling mewah di Jakarta. Tempat itu dijaga sangat ketat dan sangat rahasia. Sehingga Sebastian bisa memasukkan siapa saja tanpa ada kendala sama sekali.“Kita sampai, Sayangku. Ayo kita pulang!”Sebastian melepaskan Cindy lalu keluar dari sisi kiri mobil. Cindy yang terengah kebingungan kaget saat pintu sebelahnya dibuka dan Sebastian muncul dengan sebilah pisau lipat.“Ah, lepas ... lepas!” Cindy panik mengira Sebastian akan melukainya. Sebastian dengan tenang menari
“Ah sial, apa yang udah gue lakuin tadi, damn girl!” umpat Sebastian memaki perilakunya sendiri. Sebastian lalu mengangkat tubuh Cindy dan menggendongnya ke tempat tidur di kamar yang sama.Sewaktu mendekat di tempat tidur hendak meletakkan Cindy, mata Sebastian terus memandang wajah wanita itu lagi. Sambil terus meletakkan Cindy, Sebastian tetap memandang wajah polos Cindy yang sudah pingsan. Sebastian semakin mendekatkan wajahnya. Begitu kepala Cindy menyentuh bantal, Sebastian pun terus berada di atas Cindy dan memandang sambil menggigit bibirnya. Kenapa dia jadi sangat menginginkan Cindy saat ini?Sebastian lalu menyentuh pipi Cindy dan mencium bibirnya perlahan. Sebastian lupa pada rasa sakit di pundak dan luka yang pasti akan menimbulkan bekas. Sambil terus mengulum bibir Cindy, ia membuka perlahan pakaian Cindy hingga hanya menyisakan pakaian dalam. Sebastian makin bergairah dan tidak bisa mengendalikan dirinya. Ia pun menegakkan tubuhnya duduk di at
Sebastian masuk ke kamar saat Cindy masih duduk di pinggir ranjang tempatnya tidur semalam. Awalnya Cindy tidak menyadari karena ia sedang berpikir keras. Namun, begitu mendengar suara pintu sedikit berdecit, ia langsung menoleh ke belakang. Cindy pun ikut berdiri.“Kenapa belum makan?” tanya Sebastian dengan sikap dingin seperti biasa. Cindy masih berusaha untuk pergi. Ia menghampiri Sebastian memintanya melepaskan dirinya.“Pak, saya harus pergi.”“Mau ke mana? Kembali ke rumah sakit dan menjaga pecundang itu?” balas Sebastian sarkas. Cindy diam menatap Sebastian dengan wajah tertekuk kesal. Sebastian tahu persis cara bicara yang menyakitkan hati. Namun, Sebastian tidak peduli. Ia berjalan mendekat dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celana.“Ayo temani aku makan, aku lapar.” Sebastian menurunkan sedikit nada bicaranya menjadi lebih lembut untuk mengajak Cindy. Cindy masih diam saja.&ldquo
“Jangan sakiti Naomi,” ucap Cindy dengan nada rendah seperti sedang berbisik memohon. Ujung bibir Sebastian naik dan menyeringai. Sebelah tangannya lalu pindah ke bagian belakang punggung Cindy dan ia pun mendengus sinis seraya mendekati wajahnya.“Aku akan berusaha gak membunuh Naomi, tapi kalau kamu seperti ini lagi. Kamu akan merasa sangat berdosa gak bisa menyelamatkan dia. Mengerti?” gumam Sebastian di depan wajah Cindy yang hanya bisa pasrah. Cindy tak menjawab ancaman itu dan kembali menundukkan matanya. Sedangkan Sebastian malah merasa panas saat menatap bibir Cindy. Ia memiringkan kepala lalu mencumbu bibir Cindy. Cindy yang sadar lalu menolak dengan mendorong Sebastian.Sebastian masih menyeringai nakal tanpa melepaskan lingkaran lengannya pada pundak Cindy. Cindy mencoba menjauh tapi tangan Sebastian terus menerus menyentuhnya.“Nanti kamu sendiri yang gak akan mau lepas dariku, liat aja.” Cindy menoleh cepat pada p
Naomi masih belum percaya dengan apa yang ia dengar. Rasanya polisi sudah mengeluarkan pernyataan tentang penyebab kebakaran dan sekarang seorang reporter senior seperti Madelo malah mencurigai seseorang telah membuat kebakaran tersebut.“Apa itu artinya, Mas Delo menuduh ada orang yang sengaja mau membakar rumah itu?” Naomi bertanya lagi dengan raut wajah sangat serius. Madelo pun mendekatkan dirinya pada Naomi. Mata Madelo yang tajam menatap tajam pada Naomi membuat jantung gadis itu melompat-lompat jadinya.“Rumah sebesar itu butuh lebih banyak usaha untuk terbakar. Jika hanya korsleting listrik mungkin tidak akan terbakar sepenuhnya karena posisinya pasti jauh dari ruangan utama.” Madelo menjelaskan dengan raut yang sangat serius. Naomi memperhatikan tetapi ia separuh berkonsentrasi karena wajah Madelo yang sangat menarik. Naomi sampai harus menelan ludah beberapa kali.“Jadi jika memang ada kecurigaan seperti itu, seharusnya ka
Tanpa mau pulang ke apartemen mewahnya, Sebastian langsung menuju Moulson begitu ia sampai di Jakarta. Edward sudah menunggu di depan koridor dekat lift. Begitu ia melihat Sebastian, Edward langsung menghampiri.“Pak?”“Mana Cindy?”Sebastian berhenti di depan Edward yang menggeleng dengan wajah tanpa senyuman. Ia melepaskan napas panjang lalu berjalan melewati Edward. Lefrant juga mengikuti Edward yang berjalan setelah Sebastian. mereka sama-sama menuju ruang sekretaris. Tidak ada siapa pun begitu Sebastian masuk. Ia hanya menemukan sepucuk surat dalam amplop di atas meja kerja.Sebastian mengambil surat tersebut lalu membukanya. Wajahnya tampak tegang lalu rahangnya mengeras kala membaca isinya. Sebastian lalu menoleh pada Edward yang ikut masuk.“Kapan dia datang?”“Satu jam yang lalu. Dia langsung pergi setelah memberikan surat itu.” Edward menjawab. Sebastian melepaskan napas berat lalu mengambil ponselnya. Ia mencoba menghubungi nomor Cindi sekali lagi tapi seperti sebelumnya, i
Peter tersenyum kecil melihat Cindy mau duduk dan bicara dengannya. Perjalanan ke Jakarta masih panjang dan Cindy akan kembali pada kehidupannya.“Apa kamu mau makan?” Peter menawarkan sekaligus berbasa-basi. Cindy menggelengkan kepalanya.“Gak, Mas. aku sudah makan.” Peter mengangguk lagi dengan sikap kaku serta saling mengaitkan jemari. Ia tidak tahu harus membicarakan topik apa. sampai Cindy kemudian bicara lebih dulu.“Maafkan aku, Mas.” Peter sedikit terkesiap lalu menoleh pada Cindy. Matanya masih menatap Cindy yang diam melakukan hal yang sama.“Aku sudah membuat kamu terluka dan patah hati. gak seharusnya aku meninggalkan kamu.” Peter semakin tertegun. Ia mengalihkan pandangannya ke arah lain dan saat itu Jasman sedang menatapnya tajam. Jasman tidak bisa mendengar pembicaraan yang terjadi tapi ia tahu jika Peter tidak akan pernah menolak sedikit pun sebuah kesempatan. Peter masih diam tak menjawab. Cindy pun menundukkan pandangannya dan fokus menatap salah satu sudut di depanny
Sepanjang perjalanan panjang menuju Jakarta, Sebastian hanya diam saja. Tidak seperti saat pertama pergi, kali ini Sebastian duduk sendirian. Tiada kehangatan pengantin baru yang pantas dirasakan Sebastian bersama Cindy. Ia bahkan tidak bisa melakukan pernikahan yang sudah direncanakannya dari semenjak di Indonesia.“Pak, sudah waktunya kita transit.” Lefrant memberitahukan pada Sebastian yang masih melamun. Sebastian hanya mengangguk kecil lalu menatap lagi ke arah luar. ia tidak menikmati perjalanan panjang yang sangat melelahkan hati.Sedangkan Lefrant menatap murung pada keadaan Sebastian yang tidak bergerak dari kursinya semenjak beberapa jam lalu. Ia terlihat sangat sedih dan Lefrant tidak tahu harus berbuat seperti apa. ia bahkan tidak tahu caranya bicara pada Sebastian.Lefrant pun membuka room chat dengan Edward di Jakarta. Lefrant sudah menceritakan semuanya. Edward yang sedang mengurus urusan pekerjaan milik Sebastian di Jakarta terpaksa sedikit membagi waktunya untuk memat
Cindy tersenyum saat melihat sosok Kalendra dan Dallas yang sudah lama sekali tidak dilihatnya. Meski tidak bisa mengingat seluruhnya, tetapi Cindy merasa bahagia bertemu kembali dengan dua ponakan yang dulu sempat ia asuh, terutama Dallas.“Aunty pergi ke mana? Aku tidak pernah melihat Aunty lagi,” ujar Kalendra usai melepaskan sedikit pelukannya dari Cindy. Cindy tersenyum lalu membelai pipi Kalendra.“Aunty sedang bersekolah.” Kalendra tersenyum lalu mengangguk. Dallas yang mendekat juga dipeluk Cindy. Cindy bahkan mencium kepala Dallas beberapa kali.“Kamu sudah gede banget!” ucap Cindy dalam bahasa Indonesia. Dallas menyengir.“Aunty bisa bahasa Indonesia?” pekik Dallas menyengir lebar.“Bisa dong, Aunty Cindy kan adik Papa. Tentu saja dia bisa bahasa Indonesia.” Dion menyela dengan senyuman pada Dallas. Dallas kembali memeluk Cindy. Kalendra dan Dallas melepaskan kerinduan mereka pada bibi yang sudah sangat lama tidak mereka temui. Bahkan Dallas sampai melupakan wajah Cindy.Dio
Micheal Arson kini tidak mau lagi kompromi dengan Sebastian soal pernikahannya. Jessica langsung mengadu pada mertuanya itu meminta pertanggung jawabannya. Ia tidak suka jika Sebastian berselingkuh dengan wanita lain sekalipun, pernikahan mereka bukanlah pernikahan yang sesungguhnya.Michael langsung menelepon Sebastian memaksanya untuk segera kembali ke New York. Sebastian yang sedang berada di kamar, rasanya ingin membanting ponsel sekali lagi. ia bahkan belum tidur sama sekali.“Jangan bikin Papa menyeret kamu kemari. Kalau kamu tidak datang, Papa akan benar-benar melakukannya!” Michael mengancam lewat sambungan telepon itu. Sebastian menggeram kesal lalu mematikan panggilan itu begitu saja. Ia sudah tidak lagi memiliki rasa hormat pada ayahnya itu.Sebastian kembali mengurut keningnya. Ia buntu, tak bisa berpikir dengan baik. Tak lama, Lefrant masuk ke kamarnya. Ia baru saja menemui Dion menyerahkan surat-surat milik Cindy.“Kamu dari mana?” hardik Sebastian begitu melihat pengaca
Dion masuk ke kamar Cindy setelah pagi hari. Cindy masih berbaring tengkurap dengan sisa air mata yang mulai mengering di sudut matanya. Dion membiarkan Cindy sendirian semalam agar ia bisa tenang. Pagi ini, mereka akan bicara. perlahan, Dion duduk di sisi ranjang lalu membelai kepala Cindy dengan lembut. mata Cindy pun terbuka perlahan pada Dion yang sedang tersenyum padanya.“Pagi,” sapa Dion dengan senyumannya. Cindy hanya diam dan perlahan bangun. Setelah duduk, Cindy menundukkan wajahnya. Ia tampak kusut karena menangis semalaman. Bahkan pakaiannya belum diganti sama sekali.“Sekarang lebih baik kamu mandi, Mbakmu sudah siapkan air hangat di bathtub. Kamu bisa berendam dan lebih relaks. Setelah segeran, nanti kita sarapan. Setelah itu kamu mau bicara apa pun terserah.” Cindy masih diam menatap Dion yang kemudian mengangguk pelan. Dion pun berdiri hendak keluar kamar. Tangan Cindy tiba-tiba memegang lengannya.“Mas, maafkan aku.” Cindy melirih pelan. Dion melepaskan napas sedikit
“Cindy, Cindy tunggu dulu! Kamu harus mendengar penjelasanku dulu. Hubungan aku dan dia gak seperti yang kamu pikirkan!” pungkas Sebastian membuka jelas masalah yang terjadi. Ia berusaha keras membuat Cindy tidak pergi sama sekali meski sulit. Sebastian tidak mau menyerah. Ia menarik tangan Cindy sebelum ia pergi bersama Dion.“Sudah cukup, Mas. Aku mau pergi!” Cindy membalas dengan menolak Sebastian di depan Dion. Dion belum bicara tapi setidaknya ia sudah mengetahui yang terjadi.“Cindy, kamu gak bisa pergi begitu saja. Kita sudah menikah!”“Gak, aku bukan istri kamu. Bukan aku, tapi perempuan tadi!” sahut Cindy dengan nada tinggi. Seketika Dion membesarkan matanya. Ia mendelik pada Sebastian yang tidak peduli dengan ekspresi kesal Dion. Ternyata Sebastian sudah memiliki istri selain Cindy. Meski masih harus dikonfirmasi tapi hal itulah yang terjadi.Sebastian tidak peduli dan menarik tangan Cindy. Ia panik karena Cindy akan meninggalkannya. Dion yang melihat tidak membiarkan hal te
“Bagaimana dia bisa berubah seperti itu? Aku gak habis pikir!” pungkas Sebastian begitu ia masuk kamar. Sebastian langsung meluapkan rasa kesal dan marahnya pada sikap Cindy pada Lefrant. Lefrant yang mengikuti di belakang menghela napas panjang.“Aku rasa jika Jessica tidak datang, ini tidak akan terjadi.” Lefrant berujar. Sebastian memutar ke belakang dengan pandangan dingin tidak suka meski yang diucapkan Lefrant adalah kenyataan.“Lef, aku gak mau lagi berurusan dengan Jessica!” Sebastian menggeram kesal. Lefrant menggelengkan kepalanya.“Gak bisa. Gak bisa sekarang ....”“Sampai kapan aku baru bisa menceraikan dia? dia sudah membuat semua rencanaku hancur. Sekarang Cindy sudah tahu kalau aku menikah dengan Jessica. Dia pasti gak mau kembali sama aku!” sahut Sebastian dengan suara meninggi penuh kekesalan. Ia menyugar rambutnya dengan gusar lalu melepaskan napas panjang dan meremas rambut. “Aku tahu sekarang posisi kita terjepit ....” Sebastian langsung menunjuk pada Lefrant.“J
“Sayang, tunggu!” Sebastian berhasil menangkap Cindy di depan lift sebelum ia masuk. Cindy tidak mau melihat ke arah Sebastian dan berusaha melepaskan dirinya. Sebastian tidak menyerah. Ia terus memohon bahkan saat beberapa tamu melihatnya.“Dengerin aku dulu, tolong. Dengerin dulu!”“Untuk apa, Mas? kamu sudah terbukti menipuku!” hardik Cindy sembari menangis. Sebastian menggelengkan kepalanya dan mulai kesal.“Ya kamu harusnya gak langsung percaya sama omongan dia!” balas Sebastian meninggikan suaranya.“Tapi dia istri kamu kan?” Sebastian mencebik kesal dan berkacak pinggang. Cindy menoleh dan melihat Lefrant baru datang. Ia langsung berjalan cepat ke arah Lefrant. Entah kenapa dia malah meminta bantuan Lefrant.“Tolong, Pak. Tolong saya!”Kening Lefrant seketika mengernyit. Ia melihat pada Sebastian yang malah kebingungan. Untuk apa Cindy sampai datang pada Lefrant.“Nona?”“Tolong, Pak. Saya gak mau berada di sini.” Cindy jadi makin menangis sesengukan. Sebastian tidak menyukai a