Dari halaman belakang, Alula beranjak meninggalkan Lutfan. Ia kapok ke sana lagi. Wanita itu memilih membantu Marni di dapur saja. Nur yang ganti turun tangan membantu putranya membersihkan ikan.“Sambalnya saya ulek, ya, Mbak? Tapi tolong dibumbui dulu. Takut nggak enak,” ujar Alula.“Siap.” Marni pun mengambil gula dan garam, lalu menaburkan ke dalam cobek yang sudah berisi sambal tomat dan terasi yang sudah digoreng.Alula mulai mengulek sambal itu.“Mbak Alula rumahnya mana?” tanya Marni.“Saya nggak punya rumah, Mbak. Saya tinggal di panti, daerah Purwoasri.”“Ooh. Maaf.”“Nggak perlu minta maaf, Mbak. Biasa saja.” Alula tertawa kecil.“Mbak Alula katanya mahasiswi Mas Lutfan? Semester berapa?”“Betul, saya mahasiswanya, saya semester akhir, mbak. Kalau Mbak Marni sering kemari?”“Iya, setiap hari malah.”Keduanya bercakap-cakap akrab. Sampai sambal Alula siap. Nur dan Lutfan muncul dari belakang membawa ikan yang sudah bersih dan siap digoreng.“Nih, baru boleh dimakan, bersih.
Read more